Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Bukankah Seharusnya Aku?
Brata tersentak, wajahnya menegang sesaat. Sebuah kilatan pengakuan dan keterkejutan melintas di matanya. Hubungan Ello dan Diana segera terlintas dalam pikirannya, dan fakta bahwa gadis itu berada dalam perlindungan keluarga Mahendra membuat rencananya jauh lebih rumit.
Brata mengernyit, rahangnya mengeras saat memproses informasi itu. Keluarga Mahendra, nama itu membawa berbagai ingatan tentang koneksi kuat, kekuasaan, dan pengaruh yang sulit ditembus. Surya menundukkan kepalanya, menanti perintah selanjutnya dengan napas tertahan.
“Jadi, dia bersembunyi di sana,” Brata bergumam, matanya menyipit penuh kalkulasi. “Keluarga Mahendra bukan lawan sembarangan. Tapi jika Diana benar-benar di sana, dia tahu apa yang dipertaruhkan. Dan itu berarti kita tidak punya banyak waktu.”
Surya melirik Brata dengan hati-hati. “Tuan, apa langkah kita selanjutnya? Menghadapi keluarga Mahendra bukanlah hal yang mudah.”
Brata menatap Surya dengan dingin. “Aku tahu. Itu sebabnya kita harus bertindak cerdas, bukan ceroboh. Terus pantau pergerakan di rumah itu. Pastikan tidak ada yang mencurigai kita. Dan satu hal lagi—”
Brata berhenti, tatapannya berubah tajam pada Reno. “Temukan kembaran Diana. Gadis itu adalah kunci. Jika kita tidak bisa mendapatkan Diana, maka kembarannya akan menjadi pion kita.”
Reno mengangguk dengan tekad di matanya. “Siap, Tuan.”
Brata menyandarkan diri di kursinya, menatap ke luar jendela dengan pikiran yang berputar cepat. Jika situasi ini terus berlanjut, konfrontasi dengan keluarga Mahendra tidak bisa dihindari. Tapi dia tahu satu hal pasti: dia tidak akan mundur sampai apa yang seharusnya miliknya kembali ke tangannya.
Brata menghela napas panjang sambil memandang keluar jendela kantor yang gelap, pikirannya dipenuhi rencana dan risiko. "Jika aku tidak bisa langsung melawan keluarga Mahendra...," gumamnya, suaranya terdengar serak namun penuh tekad, "maka aku akan menggerakkan kekuatan di balik layar."
Surya menoleh, matanya melebar sedikit mendengar nada tegas Brata. “Tuan, apakah Anda bermaksud...”
Brata menoleh padanya dengan tatapan tajam. “Ya. Mafia yang mendukung kita. Mereka mungkin mahal, tapi ini harga yang harus dibayar. Jika aku harus mengeluarkan uang banyak untuk mengamankan posisiku, maka biarlah begitu.”
Ruangan itu terasa semakin mencekam dengan keputusan yang baru saja diucapkan Brata. Surya menelan ludah, paham bahwa langkah ini bukan hanya sekadar ancaman, tapi deklarasi perang dalam senyap. Pergerakan ini akan membawa risiko besar, bahkan bisa memicu konflik yang meluas.
“Tuan, apakah Anda yakin ini jalan yang tepat?” tanya Surya hati-hati.
Brata hanya tersenyum tipis, sebuah senyum tanpa kehangatan. “Kadang-kadang, untuk mempertahankan apa yang seharusnya menjadi milik kita, kita harus menempuh jalan yang berbahaya. Pastikan mereka siap untuk bergerak kapan saja.”
Surya mengangguk, lalu bergegas meninggalkan ruangan untuk mengatur strategi lebih lanjut.
Brata menatap Reno. "Dan kau, perintahkan anak buahmu di luar negeri untuk mencari gadis itu. Dia ahli dalam ilmu beladiri dan juga menggunakan berbagai macam senjata. Dia tidak mungkin mati dengan mudah. Dia pasti bersembunyi di suatu tempat untuk membuat rencana mengambil semuanya."
Reno mengangguk. "Baik Tuan." Ia segera meninggalkan ruangan itu bersama yang lainnya untuk melakukan tugasnya.
Brata kembali memandang ke luar jendela, di mana lampu-lampu kota berkelap-kelip dalam kegelapan. Dia tahu bahwa pertarungan ini tidak akan mudah, tapi dia sudah bertekad untuk memenangkan segala risiko.
Brata mengepalkan tangannya, memikirkan kembaran Diana. Gadis yang sejak awal ia latih dengan keras dalam ilmu bela diri dan keahlian menggunakan berbagai senjata, semua demi melindungi bisnis kotornya. Selama ini, gadis itu telah menjadi alat yang berguna, terutama saat ia dimanfaatkan untuk merebut kekayaan Cahyono. Namun, segalanya berubah ketika gadis itu menyadari kebenaran dan menghancurkan rencana yang telah ia susun selama puluhan tahun.
"Dulu, dia adalah senjata terbaikku, tetapi sekarang dia menjadi ancaman yang tak bisa kuabaikan, meskipun hanya seorang diri," gumam Brata, nada suaranya penuh dengan ketegangan dan kemarahan.
***
Ello mengendarai mobilnya dengan tenang, sementara Diandra duduk di sebelahnya. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit setelah Diandra menjalani sesi terapi. Namun, di jalan yang sepi, tiba-tiba dua mobil dari arah berlawanan berhenti bersebelahan di tengah jalan.
Ello mengerutkan kening, menginjak rem dengan cepat hingga mobilnya berhenti mendadak. Jalanan sepi dan cahaya lampu mobil menyinari dua kendaraan yang tiba-tiba berhenti di depan mereka, menghalangi jalur. Suasana tegang terasa menyelimuti, udara sore terasa dingin setelah hujan dan langit terlihat gelap tertutup awan semakin membuat suasana mencekam.
Diandra, yang duduk di sebelah Ello menyipitkan mata, sorot matanya berubah tajam. Ia menegakkan punggungnya, tubuhnya refleks tegang. "Ello, ini bukan kebetulan," bisiknya pelan, suara tenang namun penuh kewaspadaan.
Ello melirik Diandra sejenak, membaca kekhawatiran di wajahnya. "Apa yang kau maksud? Apa mereka sengaja menghadang kita?" tanyanya dengan suara rendah, mencoba menahan nada panik.
Sebelum Diandra sempat menjawab, pintu-pintu dari kedua mobil di depan mereka terbuka. Dari dua mobil yang menghalangi jalan, beberapa pria berbadan tegap dengan wajah dingin dan tatapan tajam keluar dengan langkah mantap. Tatapan mereka dingin dan penuh ancaman. Salah satu pria, yang tampak sebagai pemimpin kelompok itu, melangkah maju sambil melempar senyum miring yang tak bersahabat. Mengeluarkan sebuah pentungan besi dari balik punggungnya, memukul telapak tangannya perlahan, seakan mengancam.
Jantung Ello berdegup kencang, adrenalinnya mulai mengalir deras. "Mereka memang sengaja menghadang kita, Diandra," katanya, matanya memindai setiap pergerakan di sekeliling mereka.
Diandra menatap pria-pria itu, kemudian memutar kepalanya ke arah Ello, ekspresinya berubah serius. "Jangan takut. Apa pun yang terjadi, tetap di dekatku," katanya dengan ketenangan yang tak terduga, tangan kanannya sudah siap di sisi tubuhnya, tanda bahwa ia siap menghadapi apapun.
Ello melirik Diandra di sebelahnya. "Bukankah seharusnya aku yang mengatakan itu? Kenapa jadi dia?" pikirnya sambil menelan ludah. Perasaan aneh menggelayut di hatinya, seperti perasaan kalah sebelum pertempuran dimulai. "Aku tampak seperti pria yang berlindung di balik ketiak perempuan," gumam batinnya dengan getir. Namun, sorot mata Diandra mengusir semua keraguannya. Ekspresinya serius, penuh kewaspadaan, namun tetap tenang. Ada sesuatu dalam caranya memindai sekeliling dan gerakan halus otot-ototnya yang menunjukkan bahwa ia sedang menyusun strategi.
"Dia... Dia benar-benar memikirkan langkah selanjutnya?" Ello terpana, tak bisa menahan kekagumannya yang membuncah.
Ello melihat sorot mata gadis itu yang berubah tajam dan penuh kewaspadaan. Situasi ini aneh baginya. Ia mencoba menenangkan napasnya yang mulai memburu, meski instingnya mengatakan ada bahaya besar yang mengintai.
Dua pria bertubuh kekar mendekati mobil Ello dengan wajah garang, teriakan mereka memecah keheningan malam. "Hei, gadis! Keluar sekarang juga, atau kami hancurkan mobil ini!"
Ello merasakan ketegangan menjalar di tubuhnya, detak jantungnya berpacu. la melirik ke arah Diandra yang duduk di sebelahnya. "Kita tidak akan bisa melawan mereka semua. Kita harus mundur," katanya sambil meraih tuas persneling, bersiap memundurkan mobil.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
Malah Diandra yang melindungimu Ello. Hah,kamu mengecewakan aku Ello. 😁😁😁
Dengan adanya tragedi seperti ini, bisa ada jalan untuk penyelidikan tentang Diandra, dan ternyata yang menghadang Ello & Diandra adalah orang suruhan Brata 😱😱😱😱
Setelah ini Pak Hadi & Zion yang bekerja & tetap waspada! 😅
Makasih Author udah UP 🥰
Diandra menguasai Ilmu Bela Diri...Ello tertegun saat Diandra bicara seperti itu..Ello hrs berlindung di ketiak Perempuan🤣🤣🤣hrsnya Ello yg berkata demikian
Waaaaahhhhh ngeri-ngeri sedap 🤭😅
akan tetapi kembaran diana hanya dimanfaatkan oleh brata dan kembaran diana jg tahu kebenarannya berusaha kabuuur dr brata......
ello sangat bimbang dan galau perasaannya semenjak kehadiran diandra sll mengganggunya ello sll melihat bayang2 diana ada diri diana.....
Smg diana msh hidup akan terungkap kebenarannya
lanjut thor💪💪💪💪💪