"Sekarang tugasku sudah selesai sebagai istri tumbalmu, maka talaklah diriku, bebaskanlah saya. Dan semoga Om Edward bahagia selalu dengan mbak Kiren," begitu tenang Ghina berucap.
"Sampai kapan pun, saya tidak akan menceraikan kamu. Ghina Farahditya tetap istri saya sampai kapanpun!" teriak Edward, tubuh pria itu sudah di tahan oleh ajudan papanya, agar tidak mendekati Ghina.
Kepergian Ghina, ternyata membawa kehancuran buat Edward. Begitu terpukul dan menyesal telah menyakiti gadis yang selama ini telah di cintainya, namun tak pernah di sadari oleh hatinya sendiri.
Apa yang akan dilakukan Edward untuk mengambil hati istrinya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mansion Thalib
Ghina telah memutuskan sambungan teleponnya, lalu memblokir nomor Edward.
Edward tampak kesal menuju ruang kerjanya di hotel tersebut.
Ngurus satu bocah saja seribet ini, bikin darah tinggi, batin Edward.
Waktu sudah sore Ghina baru sampai rumahnya, setelah berkeliling Jakarta gara-gara sembarangan naik bus.
Di rumahnya terlihat tidak ada Mamanya, Ghina bernapas lega, lantas bergegas dia ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang sudah lengket dan lanjut makan siang yang tertunda gara-gara Om Edward.
TOK ... TOK ... TOK
“Assalamualaikum,” sapa suara laki-laki.
“Waalaikumsalam,” jawab Ghina sambil membukakan pintu rumah.
“Eh Pak Joko, tumben ke rumah?” tanya Ghina kepada sopir Opa Thalib.
“Saya di minta Tuan Besar jemput Non Ghina, di suruh ke mansion.”
“Ada apa ya Pak, kok mendadak begini?”
“Saya kurang tahu Non, cuma di suruh jemput aja.”
“Ya udah Pak Joko duduk dulu, saya ganti baju dulu.”
“Iya Non Ghina."
Paslah kalau begitu, gue bakal coba menggagalkan perjodohan ini!!
Seperti biasa tidak ada penampilan yang istimewa dari Ghina, hanya menggunakan celana jeans serta kaos yang ukuran besar. Wajahnya hanya pakai bedak tipis dan liptint untuk bibirnya.
“Bibi, titip pesan buat mama sama papa kalau Ghina dijemput ke rumah Opa Thalib ya,” ucap Ghina.
“Oke Ghin, nanti bibi sampaikan.”
Pak Joko dan Ghina meninggalkan kediaman Ghina sore hari itu juga.
.
.
Mobil yang dikendarai Pak Joko telah masuk gerbang utama mansion Thalib, jangan ditanya model mansionnya seperti apa. Ya, seperti mansion Sultan yang memiliki kekayaan yang tidak akan habis tujuh turunan.
Opa Thalib merajai usaha perhotelan berbintang, hampir di setiap daerah ada cabang hotelnya. Serta memiliki BANK swasta yang cukup terkenal. Tapi dengan kekayaan yang dimiliki Opa Thalib, tidak melupakan keluarga yang dikampung, selalu dibantu jika ada kesusahan termasuk keluarga Ghina.
“Assalamualaikum Opa, Oma ,” sapa Ghina langsung mencium punggung tangan kedua orang tua tersebut.
“Waalaikumsalam Ghina,” sahut Opa Thalib.
Ghina ikut bergabung duduk di ruang tengah “Opa ada apa Ghina di jemput ke sini?”
“Ini Oma kamu kangen minta dibuatkan kue.”
“Tumben Oma, lagian Oma kan bisa beli aja ... lebih enak dari pada buatan Ghina.”
“Cake buatan kamu tuh beda Ghin, makanya Oma suka. Lagian kamu juga udah lama gak buatin Oma kue.”
“Ya udah Ghina buatin, tapi bahannya udah ada belum Oma?”
“Bahannya selalu ada di dapur,” jawab Oma Ratna.
“Okelah kalau begitu Ghina ke dapur dulu ya Oma, Opa.”
“Oma ikut temenin!”
“Oke Oma.”
Ghina menggamit lengan Oma Ratna dan melangkah bersama ke dapur.
Bahan-bahan kue sudah tersedia di meja dapur yang mewah ini, tempat yang selalu membuat Ghina jatuh cinta. Suka sekali kalau lihat dapur dengan interior yang lux.
Semoga kelak punya dapur sebagus ini, batin Ghina.
Dengan wajah serius Ghina mulai mengadon bahan kue tersebut. Oma Ratna membantu merapikan bahan dan mangkok yang sudah tidak terpakai.
Senyum tipis terukir dari bibir Ghina, puas adonan kuenya tinggal masuk oven.
Sementara menunggu kue matang, Ghina membuat teh hijau buat Oma Ratna dan dirinya sendiri.
“Oma, sambil nunggu kue matang Ghina buatkan teh hangat nih,” ucap Ghina, diletakkannya dua cangkir teh di meja dapur bersih.
“Terima kasih, anak cantik.” Oma langsung menyesap teh hijaunya.
“Oma, Ghina boleh minta tolong gak?”
“Minta tolong apa nak?”
“Oma bujuk Opa untuk membatalkan perjodohan Ghina sama Om Edward.”
“Ghina, Oma tidak bisa bantu kalau hal tersebut. Kamu tahu sendirikan Opa itu orangnya keras kepala. Setiap ada keputusan harus dilaksanakan. Perjodohan ini juga agar keluarga besar kita tidak terputus.”
“Tapi Opa sebenarnya bisa menjodohkan dengan saudara yang lain Oma, misalnya sama sepupu Ghina," desaknya.
“Opa lebih memilih kamu nak.”
“Oma, juga tahukan kalau Om Edward sudah lama berpacaran dengan mbak Kiren?” tanya Ghina dengan tatapan menyelidiknya.
“Iya Oma tahu, dan Opa Oma tidak merestuinya!”
“Mbak Kiren kan baik Oma, dan lebih pas jadi pendamping Om Edward, lebih dewasa ... beda dengan Ghina yang masih kecil, baru mau lulus sekolah.”
“Kamu belum paham menilai orang mana yang tulus baik, dan orang yang berpura-pura baik nak.” Oma Ratna tersenyum.
“Yaaaa, iya sih lebih paham Oma sih yang pengalaman hidupnya lebih banyak dari pada Ghina masih muda,” jawabnya, bibir Ghina mengerucut.
TING
Timer oven sudah berbunyi. Ghina bergegas mengecek kuenya, di rasa sudah cukup matang, dikeluarkan kedua cake dari oven.
Oma tampak sumringah melihat cake yang dibuat Ghina sudah matang.
Kali ini Ghina membuat carrot cake dan soft cake keju. Cake sudah mulai dirasa dingin, Ghina langsung membaluri dengan butter serta temannya.
“Tarraaaa ... kue buat Oma sudah jadi.” terlihat cake buatan Ghina mengunggah selera.
“Oma udah gak sabar buat coba.” Oma langsung memotongnya dan menaruhnya di piring kecil.
“Masya Allah Ghina, memang kue buatan kamu tuh pas di lidah Oma. Yuk kita antar kuenya ke Opa.”
“Siap Oma!” Ghina lekas membawa cakenya, bersama piring kecil.
Rupanya ruang tengah sudah ramai, karena ada cucu Opa Oma, anak-anak dari kedua adik perempuan Edward.
“Hore ada kakak Ghina, bisa main bareng,” ucap Mira bocah berusia 5 tahun.
“Awas dulu dek, kakak mau taruh kuenya dulu ke meja," ucap Ghina saat melihat Mira memegang ujung kaosnya.
“Oma siapa yang ulang tahun, kok ada kue ulang tahun?” tanya Mira.
“Gak ada yang ulang tahun, Oma yang ke pengen makan kue.”
“Dede boleh minta kuenya Oma?” tanya Mira si bocah cilik menggemaskan.
“Buat cucu Oma pasti boleh dong.”
Ghina terlihat sibuk memotong kue dan memindahkannya ke piring kecil. Opa, Mira, Debby dan Celia adik Edward langsung mengambil piring yang berisi potongan cake.
Dan tak berapa lama pelayan membawakan teh hangat untuk teman makan cake.
“Memang kue buatan Ghina pasti enak, kamu makin jago aja bikin kue,” puji Debby anak Opa Oma yang kedua.
“Alhamdulillah Tante Debby kalau rasanya enak,” jawab Ghina.
“Ingat makan kuenya jangan nambah, kita mau makan malam. Kuenya di sisaiin buat besok,” ujar Oma Ratna.
“Baru mau ambil sepotong lagi mam, ini terlalu enak loh mam. Besok minta dibuatin lagi sama Ghina,” ucap Celia kecewa tidak bisa tambah.
“Huss ... enak aja. Ghina sibuk sekolah,” ucap Opa Thalib.
“Ya nanti kapan-kapan dibuatkan lagi,” balas Ghina.
“Nyonya Besar, makan malam sudah siap,” ujar salah satu pelayan yang menghampiri Oma Ratna.
“Ya sudah kita makan malam dulu,” ajak Oma Ratna sembari menggandeng tangan Ghina. Gadis itu ikut Oma Ratna ke ruang makan.
Sekarang mereka sudah berada diruang makan, dan mulai menyantap makan malam bersama.
“Assalamualaikum, sepertinya baru mulai makan ya,” suara Pria yang masuk ke ruang makan.
.
.
bersambung
Terima kasih buat Kakak Reader yang sudah mampir, jangan lupa tinggalin jejaknya 😘😘😘.
n