Deadline Your Died
Angin berembus menyapa tubuh yang dibalut kesedihan yang mendalam. Rasa dinginnya tak mampu menyejukkan hawa panas yang membakar hati seseorang yang sedang kehilangan. Di samping gundukan tanah merah, seseorang duduk penuh penyesalan.
Dialah seorang lelaki bernama Ryan Alexander. Dirinya menyesal karena merasa gagal melindungi sosok perempuan yang kini jasadnya sudah tertimbun tanah yang ada di hadapannya. Karena kelalaiannya, perempuan yang sampai saat ini masih menjadi ratu di hatinya itu harus meregang nyawa di usia muda.
Ryan belum bisa move on dari kesedihan. Lelaki itu selalu dirundung rasa penyesalan. Andai saja dia bisa menyadari perasaannya lebih awal kepada Rara. Andai saja dia tidak selalu bersikap kasar terhadap perempuan itu. Andai saja dia tidak meninggalkan Rara hari itu. Andai saja.
"Andai aku tidak akan meninggalkan kamu sendirian waktu itu, mungkin kamu tidak akan mengikuti penjahat itu sendirian, Ra. Andai aku bisa lebih peka. Andai aku selalu peduli padamu. Mungkin rasa sesalku tidak akan sebesar ini ...."
Kalimat pengandaian itu terus berputar seperti kincir yang membuat kepalanya terasa ingin meledak. Ryan belum sempat merasakan indahnya menuai bahagia bersama Rara. Ryan ingat jika sudah cukup lama Rara terus berjuang untuk mengejar cintanya itu, tetapi Ryan selalu bersikap acuh tak acuh. Namun, akhirnya lelaki itu sadar jika hatinya pun bisa luluh. Setelah selama ini hidupnya selalu dipenuhi dengan kebodohan yang selalu terperangkap oleh cinta semu.
Cinta yang dia pikir adalah cinta sejati yang tidak bisa terganti. Cinta pada seorang perempuan yang sudah bersuami, tetapi pada akhirnya lelaki itu pun tahu diri karena hal itu tidak boleh terjadi.
Rara mengira jika pengakuan cinta Ryan adalah awal dari bahagia. Hati perempuan itu sudah berbunga-bunga untuk memulai kisah romansa bersama lelaki pujaannya. Namun, sayangnya Ryan adalah type lelaki yang tidak peka. Dengan bodohnya Ryan membuat hati Rara kembali bimbang karena sikap tak acuh yang dia punya.
Bodoh! Ryan memang pantas mendapatkan julukan tersebut. Tiga tahun Rara mengejar cintanya, tetapi dia selalu berpura-pura menutup mata. Tentu saja umur seseorang adalah urusan Sang Pencipta. Lihatlah, kini Ryan harus merasakan patah hati setelah ditinggal mati oleh Rara.
"Kenapa kamu pergi meninggalkan aku di saat aku sudah merasakan cinta untukmu, Ra? Apa kamu sedang menghukum aku sekarang? Kamu mau membalas rasa sakit karena terus dicampakkan? Kamu jahat, Ra ... kamu benar-benar jahat! Kamu berhasil membuat aku patah hati sekarang!"
Isak tangis mengiringi kata-kata sarkas, tetapi penuh kesedihan itu. Dia tidak peduli jika orang-orang menyebutnya lelaki cengeng dan lebay hanya karena kehilangan cinta. Karena bukan hanya itu masalahnya, melainkan penyesalan yang membuatnya sangat terluka.
Apakah ini caranya Rara untuk menghukum Ryan? Rara ingin balas dendam dan membiarkan Ryan mengetahui rasanya memendam rasa cinta yang bertepuk sebelah tangan selama bertahun-tahun lamanya?
Ryan merasa adanya ketidakadilan dalam hal ini. Dahulu, Rara masih bisa melihatnya walaupun Ryan tak pernah menganggapnya ada. Namun, kini Rara sudah tiada. Bagaimana dia bisa menyembuhkan rasa rindunya jika ingin bertemu dengan Rara?
"Ra, apa mungkin kamu bisa hidup kembali?"
Ryan memelas penuh harapan ketika melontarkan kalimat yang tidak masuk akal itu. Bahkan kini tubuh Rara sudah tertimbun tanah yang sudah diinjak-injak dengan padatnya. Mana mungkin perempuan itu bisa bangkit lalu hidup kembali.
"Jika itu terjadi, aku janji akan memperlakukan kamu dengan sangat baik, Ra. Aku nggak bakalan nyakitin kamu lagi. Aku akan memperlakukan kamu seperti ratu. Aku juga akan menjadikan kamu sebagai istriku."
Ryan berkata sambil mengulas senyuman lucu. Pandangannya lurus ke depan dengan tatapan kosong dan penuh khayalan. Namun, beberapa detik setelahnya senyuman itu perlahan menghilang. Ryan sadar jika hal itu adalah sebuah kegilaan.
Tiba-tiba saja ingatan Ryan kembali pada momen keangkuhan sikapnya ketika Rara terus menempel tiga tahun silam.
"Apa, sih, nempel-nempel terus! Kayak ulat bulu aja!" seru Ryan sambil menepis tangan Rara yang merangkul tangannya. Namun, karena Rara sangat menakuti binatang tak bertulang itu, perempuan itu malah semakin mengeratkan rangkulannya pada lengan Ryan.
"Ah ... di mana ada ulat bulu, Bang? Rara takut ulat!" seru Rara sambil berjingkrak tidak jelas.
Ryan memutar kedua matanya dengan malas, lalu melepaskan tangan Rara begitu kasar. "Kamu ulat bulunya!"
Rara sampai terhuyung beberapa langkah karena ulah Ryan. Kedua matanya langsung terbuka, lalu genangan air yang datang tanpa aba-aba membuat Rara segera memalingkan muka. Rara takut orang lain tahu jika hatinya begitu remuk dengan sikap Ryan tersebut.
Ryan tahu akan hal itu. Ujung matanya hanya mendelik tidak suka. Waktu itu dalam hatinya hanya berisi rasa muak saja. Lalu dia pergi tanpa mengatakan apa-apa.
"Maafkan aku, Ra! Kembalilah! Aku janji nggak akan bersikap seperti itu lagi ...." Kembali sadar dengan ingatannya saat ini, Ryan meraung dengan sangat frustrasi.
Janji Ryan tidak ada artinya sekarang. Kenangan yang menyakitkan itu hanya akan menjadi beban dalam wujud penyesalan.
Tanpa Ryan sadari, tak jauh dari tempatnya kini ada seekor kucing yang tengah menatapnya tanpa berkedip. Kucing itu seperti saksi yang mendengarkan Ryan sedang melontarkan janji.
Langit seolah peka dengan suasana hati Ryan yang tengah gundah . Seketika cuaca pun ikut berubah. Angin kencang berembus dari segala arah. Hal itu membuat tubuh Ryan sedikit goyah. Kepalanya yang tadinya menunduk langsung menengadah. Menengok ke arah langit yang tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda air akan segera tumpah.
"Sepertinya mau hujan, Ra. Aku mau ngambil payung dulu ke mobil, ya!" ucap Ryan lalu berdiri dan beranjak pergi.
Beberapa saat kemudian Ryan pun kembali sambil membawa payung berwarna navy. Ia melebarkan payung itu, lalu menyimpannya di atas batu nisan yang bertuliskan nama 'Rara Anggraeni'.
"Biar kamu nggak kehujanan di dalam sana, aku payungin kamu," ucap Ryan sambil mengusap batu nisan.
Orang lain yang melihat pasti akan mengatakan Ryan gila, tetapi memang segila itu cintanya kepada Rara. Hati dan pikirannya seperti disegel dan terkunci rapat. Ryan seperti orang yang sekarat.
"Aku pulang dulu. Nanti aku ke sini lagi."
Ryan pamit pulang pada gundukan tanah yang tak bisa menanggapi perkataannya. Walaupun demikian, Ryan tetap mengulas senyuman. Kakinya yang baru mengayun selangkah tiba-tiba berhenti tatkala kedua matanya menangkap benda aneh teronggok di bagian bawah pusara Rara.
"Itu benda apa? Perasaan tadi nggak ada," ucap Ryan sambil berjongkok lagi. Menatap aneh benda berbentuk tabung kaca yang berisi pasir di dalamnya. "Kayak jam pasir?" imbuhnya setelah berhasil meraih benda tersebut lalu memeriksanya.
Suara petir yang menggelegar membuat Ryan hampir terjengkang. Jam pasir itu pun terlepas dari tangan.
"Ya, Tuhan ... lain kali kalau mau ngasih petir bilang-bilang, ya! Biar bisa persiapan," celetuk Ryan yang malah disambut dengan suara petir berikutnya. Membuat dia terkejut untuk kedua kalinya.
"Astaga! Aku harus segera pulang." Ryan yang ketakutan segera pergi tanpa memedulikan jam pasir yang ditemukannya tadi. Namun, beberapa saat setelah Ryan pergi, jam pasir itu pun hilang sendiri.
to be continued ....
Jangan lupa cek novel keren di bawah ini juga, ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ☠ᵏᵋᶜᶟɳҽ♋Ꮶ͢ᮉ᳟
jam pasir ajaib kah itu??
2024-10-06
0
marie_shitie💤💤
bismillah lanjut kk
2024-10-06
1
marie_shitie💤💤
astaghfirullah Ryan km ngucap yg bener g sopan
2024-10-06
1