Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesialan Fani
Malam harinya setelah makan malam, seorang gadis cantik kini menyiapkan perlengkapan sekolahnya lalu memasukkan ke tas, dia juga menyiapkan sendiri seragam baru yang pas ditubuhnya, tidak seperti dulu sangat kebesaran.
Setelah itu dia duduk di ranjang sambil mengutak-atik laptopnya, tak berapa lama dia tersenyum lebih tepatnya menyeringai.
'Ini balasan pertama buat kamu,' ucap Zanaya dalam hati.
"Nona ada apa?" Azay mendekat karena penasaran.
"Lihat ini!" Zanaya memperlihatkan seseorang di yang berada di laptop tersebut.
Azay tertawa terbahak-bahak, "Rasakan! Makanya jangan banyak gaya!" ucapnya di sela-sela tawanya.
Tak berselang lama seseorang mengetuk pintu kamar Zanaya, dia langsung mengeluarkan apa yang dilihat tadi serta menutup laptopnya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk"
Ceklek
Zanders masuk menyembulkan kepalanya "Apa kakak mengganggu mu?" tanyanya.
Zanaya menggeleng, "Tidak! Ada apa kak?" tanya Zanaya, mengerutkan keningnya 'tumben' pikirnya, selama ini sang kakak tidak pernah meminta izin saat masuk di kamarnya makanya Zanaya heran, biasanya sang kakak langsung menerobos masuk.
Zanders, masuk ke kamar sang adik dengan membawa sebuah laptop di tangannya, "Dek kakak pinjam charger laptop mu yah!" ucapnya, naik ke ranjang sang adik. Pemuda itu langsung duduk sambil memakan puding milik Azay, membuat sang penjaga dimensi itu cemberut.
Mulut Zanaya berkedut menahan tawanya, melihat Azay tepat didepan Zanders yang mengomel tidak jelas dengan mata melotot tepat didepan sang kakak, "Punya kakak mana?" tanya mengalihkan pandanganya ke arah laptop.
"Punya kakak Rusak! Tadi kakak tidak sengaja merusak colokannya. Ini penting sekali soalnya, besok tugas ini dikumpulkan padahal belum selesai," ujarnya mengadu seperti anak kecil.
Zanaya mengernyit keningnya heran, "Sekolah 'kan belum mulai, kok sudah ada tugas?" tanyanya, membuat Zanders meringis.
Dengan menggaruk keningnya. "Sebenarnya tugas ini dikumpulkan sebelum libur," ujarnya pelan, saat melihat tatapan menyelidik sang adik. "Tapi waktu itu, Pak Tono bilang boleh juga dikumpul saat masuk sekolah, jadi masih bolehkan?" imbuhnya, membuat gadis cantik itu mengangguk. Entah kenapa sang adik sejak kecelakaan berubah menjadi orang yang kejam apalagi saat menghukum pengkhianat itu.
Padahal dia tidak pernah merasa terintimidasi meskipun berhadapan dengan klien papa nya saat ikut membantu sang papa.
"Aduh kakak pinjam toilet yah, kebelet ini," ujarnya langsung ngacir setelah turun dari ranjang.
Saat mengambil laptop sang kakak, tidak sengaja Zanaya menyentuh bagian port atau colokan charger nya, elemen listriknya mengalir hingga laptop sang kakak kembali terisi setengah. Itupun saat Zanaya menyadari nya, ia langsung melepas tangannya.
Mata Zanaya melotot, dia berusaha tenang saat melihat sang kakak datang.
"Kak! Daya laptop kakak masih ada setengah lagi, kenapa mau di cas?" tanya Zanaya berakting, menyodorkan laptop ke arah sang kakak.
Zanders mengerutkan keningnya bingung, "Perasaan tadi daya baterainya sudah mau habis deh!" gumamnya bingung melihat sang adik yang juga menatapnya bingung.
Zanaya mencibir, "Kakak udah ngantuk makanya tidak fokus, makanya jangan kebanyakan main game jadi waktunya terbuang percuma kan," ujarnya menyalahkan sang kakak, dalam hati gadis itu meminta maaf.
"Tapi- Hoaamm ... "
"Kakak beneran mengantuk deh, makanya tidak fokus," ujarnya membenarkan sang adik. Tiba-tiba Zanders menguap, padahal Azay yang meniup wajahnya agar mengantuk, itu salah satu kemampuan Azay.
"Ya, sudah. Balik ke kamar Kakak!" Zanders mengangguk kembali mengambil laptopnya keluar dari kamar sang adik.
Zanaya dan Azay bertos ria, berhasil mengelabui sang kakak.
****
Di sebuah rumah yang lumayan mewah tapi rumah keluarga Dixon jauh lebih mewah seorang gadis menggeret kopernya masuk ke dalam rumah dengan wajah merah padam setelah pembantu di rumah membuka pintu.
"Lama banget sih buka pintunya!" ketus gadis itu, pada pembantu parubaya didepannya.
"Maaf Non," ujarnya menunduk. Selama bekerja para pembantu memang kerap kali dicaci maki, jika bukan karena butuh dengan biaya anak mereka. Dua pembantu yang bekerja disana mungkin sudah pergi.
"Maaf, maaf, awas saja kamu! Aku pecat baru tahu rasa kamu, dasar pelayan rendahan!" hinanya berlalu begitu saja menyenggol bahu pembantu itu dengan kasar membuat pembantu itu sedikit oleng, mood gadis itu benar-benar sangat hancur.
"Bawa koper aku!" titahnya ketus, lalu kembali melangkah ke lantai dua kamarnya dengan menghentakkan kakinya, membuat para pembantu yang melihatnya menggeleng.
Sesampainya di kamar, gadis itu langsung memecahkan barang-barang yang ada disana bahkan meja riasnya pun menjadi sasaran empuk dengan menyapukan tangannya hingga kosmetik dan skincare perawatannya ikut terjatuh.
"Sial! Sial! Dasar Sialan!" teriaknya.
"Awas saja kamu Zanaya bodoh, dasar sampah!" umpatnya menyebut nama sang sepupu.
"Dasar anjing, brengsek, pelac*r, mati saja kau anjing," Gadis itu, kembali mengumpat. Tapi perasaan gadis itu, tidak puas. Dia ingin melihat sepupunya hancur.
Seorang wanita parubaya, bernama Yuniar sedang mengaplikasikan skincare diwajahnya, mengerutkan keningnya bingung. Dia seperti mendengar keributan di sebelah kamarnya tepatnya kamar sang anak, sebab pintu kamarnya memang tidak tertutup rapat, wanita itu bisa mendengar keributan yang terjadi.
Setelah menyelesaikan perawatan wajahnya, segera dia bangkit dari kursi meja riasnya, bergegas menuju kamar sang anak yang kebetulan tidak dikunci.
Wanita parubaya melotot saat melihat kamar anaknya seperti kapal pecah.
"Fani sayang! Kamu kenapa?" Gegas dia menghampiri saat anak yang sedang diliputi amarah, yang hanya diam saat ditanya, "Ayo sini duduk dulu!" Wanita parubaya itu menarik lembut anaknya ke ranjang dan memberikan minum.
Yuniar mengelus punggung sang anak bernama Fani, setelah tenang barulah ia bertanya, "Kamu kenapa sayang? Pulang liburan kok malah marah bukannya happy?" tanyanya lembut.
Fani yang mendengar itu, emosinya kembali naik saat mengingat seseorang penyebab semua ini, "Si Zanaya sialan sampah itu mah!" umpatnya matanya berkilat kebencian yang besar.
Yuniar mengernyit keningnya heran, "Kenapa dengan anak sampah itu? Bukannya kamu liburan sendiri?" Yuniar heran kenapa sang anak menyebut sepupu ATM berjalannya.
Fani menoleh menatap sang mama, "Bagaimana Fani tidak kesal Mah! Saat liburan, kredit card yang di berikan Zanaya itu tidak bisa terpakai," ujarnya mengadu, dengan amarah yang besar.
"Loh, kok tidak bisa terpakai? Bukannya kredit card itu yang sering kamu gunakan?" Fani mengangguk. "Mama masih ingat, sebelum kamu liburan bukannya kita belanja bersama dan pake kredit card itu masih bagus, kan?" imbuhnya dengan nada tidak percaya.
"Justru itu Mah. Fani juga tidak mengerti, selama seminggu kartu itu masih bisa di gunakan tapi setelahnya, kredit card nya tiba-tiba tidak bisa digunakan lagi, Fani waktu itu sangat malu Mah,"
"Coba ceritakan apa yang terjadi!"
Fani akhirnya menjelaskan, saat itu dia sedang berbelanja yang sangat banyak bahkan dengan sombongnya dia memamerkan pada teman sekolahnya yang bertemu disana, tapi saat akan membayar betapa syok dan malunya dia, ketika kasir mengatakan kartunya tidak bisa digunakan, meskipun beberapa kali mencoba.
Dia akhirnya meninggalkan belanjaannya yang sangat banyak, diiringi ejekan dan cemoohan dari para pengunjung di tokoh itu, belum lagi Fani pusing saat ingin membayar hotelnya.
"Kurang ajar!" Yuniar terlihat sangat emosi saat mendengar cerita sang anak.
"Jadi bagaimana caranya kamu pulang dan bayar uang hotel?" tanya sang mama, membuat Fani terdiam dan gugup.
"Fan ...?"
"Hemm, itu- Mah! Fani dipinjami uang oleh teman Fani Mah," jawabnya gugup, membuat Yuniar mengangguk percaya meski ragu.
"Trus bagaimana dengan Zanaya sampah itu Mah?" Fani mengalihkan pembicaraan saat sang mama terus menatapnya.
Yuniar menghela nafasnya agar tidak emosi, "Mama juga tidak tahu! Bukannya terakhir dia kecelakaan gara-gara nolongin kamu, dan mama dengar dia sempat koma," sahutnya acuh.
Mereka berdua memang tidak pernah menjenguk Zanaya saat dirumah sakit, pun dengan Revan padahal Zanaya kecelakaan karena mereka berdua.
"Semoga dia mati aja!" ujar kesal Fani.
"Eh, jangan dong! Kalau dia mati, hartanya belum pindah sama kita semua, pokoknya kita harus kuras harta keluarga Dixon," Senyum licik terbit dibibir Yuniar. "Makanya besok kamu minta maaf, buat alasan agar dia tidak marah karena tidak kamu jenguk. Mungkin karena itu mereka marah," Yuniar menyimpulkan sendiri.