Mengisahkan hubungan percintaan antara Amira dengan pengusaha terkenal bernama Romeo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mike Killah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amira healing
Elena dan Amira akhirnya sampai di apartemen Elena. Elena menunjukkan kamar tamu yang nyaman dan bersih kepada Amira.
"Kamu mandi dulu, ya. Aku siapkan kamar untuk kamu," kata Elena sambil tersenyum.
Amira mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Elena," bisiknya.
Setelah Amira selesai mandi, Elena duduk di sampingnya di ranjang. "Mulai hari ini, kamu tinggal di rumahku, ya, Amira," kata Elena, suaranya lembut.
Amira menggeleng, merasa tidak enak. "Aku menyusahkan kamu, Elena," katanya.
Elena tersenyum. "Tidaklah, Mira. Aku kan sahabat terbaikmu sejak kita kecil. Sudah lima tahun kita berpisah, baru hari ini kita bertemu kembali."
Amira merasa bahagia mendengar kata-kata Elena. Dia sangat bersyukur bertemu dengan orang seperti Elena di tengah kesedihannya.
"Elena, aku... aku hamil," kata Amira, suaranya bergetar.
Elena langsung terkejut. "Hamil? Bagaimana bisa?" tanyanya, matanya terbelalak.
Amira menceritakan semuanya kepada Elena, dari awal hingga akhir. Elena mendengarkan dengan saksama, sesekali mengusap air mata Amira.
"Amira, aku tidak percaya. Roy... dia tega melakukan itu padamu?" kata Elena, suaranya bergetar dengan kemarahan.
"Iya, Elena. Aku diperkosa oleh Roy di Kuala Lumpur," jawab Amira, suaranya teredam oleh tangisnya.
Elena memeluk Amira erat. "Jangan khawatir, Amira. Kita akan laporkan ini ke polisi. Roy harus bertanggung jawab atas perbuatannya!"
Amira menggeleng. "Tidak usah, Elena. Percuma. Roy sudah lari ke luar negeri," katanya, suaranya lemah.
Elena terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia merasa sangat marah dan sedih mendengar cerita Amira. Dia ingin sekali membela Amira, tetapi dia tahu bahwa Amira tidak ingin melibatkan polisi.
"Baiklah, Amira. Kita akan bicarakan ini nanti. Sekarang kamu istirahat dulu, ya," kata Elena, suaranya lembut.
Amira mengangguk, matanya masih berkaca-kaca. Dia merasa sangat lelah, baik fisik maupun mental.
Elena mengantar Amira ke ranjang dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal.
"Tidurlah, Amira. Aku akan ada di sini untukmu," kata Elena, suaranya penuh kasih sayang.
Amira memejamkan matanya, merasakan sedikit ketenangan dalam pelukan persahabatan Elena. Dia tahu, dia tidak sendirian. Dia masih memiliki Elena, sahabatnya yang selalu ada untuknya.
Keesokan harinya, Elena bangun lebih awal dan mempersiapkan sarapan. Setelah Amira selesai mandi, mereka duduk di meja makan sambil menikmati kopi hangat.
"Amira, bagaimana kalau kita healing ke pantai hari ini?" tanya Elena dengan ceria. "Kita butuh waktu untuk bersantai dan melupakan semua ini sementara waktu."
Amira terkejut namun merasa senang. "Pantai? Itu ide yang bagus, Elena!" jawabnya, senyumnya mulai merekah. Dia merasa sedikit lebih ringan dengan tawaran itu, seolah-olah bisa melupakan semua beban yang ada dalam pikirannya.
........
ADEGAN DI RUMAH MAK SARAH
Di sisi lain, di rumah Mak Sarah, Roy dan Melissa sedang membahas rencana tak jadi pindah.
"Kenapa kita tidak jadi pindah, Roy? Bukankah itu lebih baik?" tanya Melissa, bingung dengan sikap Roy.
Roy menjawab dengan nada tenang, "Melissa sayang aku tak ada kerja lagi di Bandung. So, kita sini ja.
Melissa mengangguk. "Iya, itu benar. Tapi kenapa kamu tampak tidak tenang?"
"Amira hamil anak luar nikah," jawab Melissa, tanpa menyadari dampaknya.
Roy terkejut, wajahnya berubah muram. "Apa? Hamil?!" suaranya tergetar. Dalam hati, dia tahu itu adalah anaknya. Perasaan buntu dan ketakutan menyelimuti dirinya.
Melihat ekspresi aneh di wajah Roy, Melissa bertanya, "Roy, kenapa kamu jadi begitu? Ada yang tidak beres?"
Roy cepat-cepat mengalihkan perhatian. "Tidak, tidak ada apa-apa," jawabnya, namun nada suaranya tidak meyakinkan. Melissa merasa curiga, tetapi tidak ingin mendesak lebih jauh.
Setelah Melissa pergi ke dapur, Roy mengambil napas dalam-dalam dan pergi ke kamar mandi. Dia berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang cemas.
"Aku harus gugurkan anaknya sebelum terjadi apa-apa padaku," bisiknya pada dirinya sendiri, suaranya penuh ketakutan. Dia merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa dia kendalikan.
Kembali ke Amira dan Elena, mereka bersiap-siap untuk pergi ke pantai, tanpa menyadari apa yang sedang terjadi di rumah Roy dan Melissa. Amira merasa sedikit lebih optimis, berharap bisa menemukan ketenangan di pantai, sementara Roy berjuang dengan rasa bersalah dan ketakutan yang menghantuinya.
..........
Amira dan Elena sedang menikmati suasana pantai, berjalan di atas pasir yang hangat sambil tertawa dan bercanda. Tiba-tiba, suara yang familiar memanggil dari belakang.
"Hai, Elena! Hai, Pak Romeo!" teriak seorang pria, membuat mereka berdua menoleh.
Amira terkejut melihat Romeo, pria yang sempat meminjamkan payung padanya di tanah perkuburan beberapa waktu lalu. Elena juga terlihat terkejut. "Romeo? Apa kamu di sini juga?" tanya Elena dengan nada heran.
"Iya, aku sedang jalan-jalan," jawab Romeo, senyum di wajahnya. "Apa kabar, Elena?"
Amira merasa canggung, tetapi Elena langsung memperkenalkan mereka. "Amira, ini Romeo. Dia adalah bosku di kantor."
Romeo pun beralih menatap Amira, terkejut. "Bukan kamu di tanah perkuburan hari itu?" tanyanya, matanya terfokus pada Amira.
Amira mengangguk, wajahnya sedikit memerah. "Ya, itu aku."
Elena, yang penasaran, bertanya, "Kalian sudah saling kenal?"
Amira menjawab, "Kenal secara langsung tidaklah. Aku bertemu Romeo di tanah perkuburan waktu ayahku meninggal. Dia yang meminjamkan payung waktu itu."
Elena mengangguk, "Oh, ya, Kecil sekali dunia, ya?"
Romeo tersenyum, "Iya, memang. Senang bertemu denganmu lagi, Amira. Aku berduka cita sekali lagi atas kehilangan ayahmu ya."
Amira hanya bisa menjawab dengan senyum tipis, merasa sedikit lebih nyaman. "Terima kasih, Romeo. Terima kasih banyak banyak juga sebab pakaikan aku payung di tanah perkuburan hari itu"
Romeo pun tersenyum manis kepada Amira.
Elena, yang ingin mencairkan suasana, berkata, "Bagaimana kalau kita semua duduk sebentar di sini? Kita bisa menikmati pemandangan."
Amira dan Romeo mengangguk, dan mereka bertiga mencari tempat duduk di tepi pantai. Suasana mulai terasa lebih santai, tetapi Amira tidak bisa menghilangkan rasa canggung di antara mereka.
Sementara mereka duduk, Elena memutuskan untuk memecahkan kekakuan, "Jadi, Romeo, bagaimana pekerjaanmu? Masih sibuk dengan projek baru?"
"Ya, cukup. Tapi aku selalu berusaha untuk mencari waktu untuk bersantai," jawab Romeo, matanya sesekali melirik Amira. "Bagaimana denganmu, Amira? Apa yang kamu lakukan sekarang?"
Amira tertegun sejenak, merasa tidak nyaman dengan pertanyaan itu. "Aku... masih mencari jalan untuk melanjutkan hidup setelah semua yang terjadi," katanya pelan.
Romeo mengangguk, tampak memahami. "Aku yakin kamu akan menemukan jalanmu. Terkadang, kita hanya perlu waktu."
Elena tersenyum mendengar kata-kata Romeo. "Iya, Amira. Kita semua di sini untuk mendukungmu."
Amira merasa sedikit lebih baik, dikelilingi oleh dua orang yang peduli. Dia berharap bisa melewati semua kesedihan ini dengan dukungan mereka.
Selepas itu Romeo pun meminta izin kepada Amira dan Elena untuk balik.
Bersambung