NovelToon NovelToon
Hijrah Cinta Sang Pendosa

Hijrah Cinta Sang Pendosa

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / cintamanis / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:10.7M
Nilai: 4.8
Nama Author: Desy Puspita

Demi menghindari kejaran para musuhnya, Azkara nekat bersembunyi di sebuah rumah salah-satu warga. Tanpa terduga hal itu justru membuatnya berakhir sebagai pengantin setelah dituduh berzina dengan seorang wanita yang bahkan tidak pernah dia lihat sebelumnya.

Shanum Qoruta Ayun, gadis malang itu seketika dianggap hina lantaran seorang pemuda asing masuk ke dalam kamarnya dalam keadaan bersimbah darah. Tidak peduli sekuat apapun Shanum membela diri, orang-orang di sana tidak ada satu pun yang mempercayainya.

Mungkinkah pernikahan itu berakhir Samawa sebagaimana doa Shanum yang melangit sejak lama? Atau justru menjadi malapetaka sebagaimana keyakinan Azkara yang sudah terlalu sering patah dan lelah dengan takdirnya?

•••••

"Pergilah, jangan buang-buang waktumu untuk laki-laki pendosa sepertiku, Shanum." - Azka Wilantara

Follow ig : desh_puspita
Fb : Desy Puspita
tiktok : Desy puspita

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 07 - Aku Buta Huruf

Subuh pertama di tanah kelahiran istrinya, tidak pernah Azkara duga jika dia akan berada di posisi ini. Yogya adalah tempat pulang impian sebelum Azkara bertemu Megumi, sang kekasih yang merupakan gadis keturunan Jepang.

Siapa sangka, setelah perjalanan panjang dan Azkara dipaksa mengubur mimpi tentang Yogya, kini Tuhan mempertemukannya dengan Shanum. Seorang gadis yang mungkin lebih pantas disebut bidadari di sana seketika menjadi istrinya.

Bukan hal mudah bagi Azkara melupakan Yogya kala itu. Dia yang kalah sebelum berperang, ditikung secara ugal-ugalan di tengah prosesnya memperbaiki diri.

Beruntungnya, apa yang dulu Azkara usahakan tidak berhenti tatkala sang pujaan justru menjadi istri Om-nya. Niatnya sudah berubah, sedikit banyak Azkara belajar untuk bekalnya sebagai manusia.

Walau dia akui bukan Hamba yang baik, jauh dari kata sempurna bahkan layak disebut pendosa. Akan tetapi, Azkara masih ingat kodratnya sebagai manusia yang nanti akan kembali ke tanah.

Kadar keimanan Azkara tidak dapat dikatakan sangat baik, Azka mengakui banyak sekali kurangnya. Akan tetapi, tentang Agama bukan berarti dia buta, otak Azka tidak sebrutal penampilannya.

Karena itu, Azkara sengaja berdiri paling belakang, padahal dia datang duluan. Tidak masalah sekalipun terpisah jauh dengan mertuanya, Azka tidak peduli. Toh dari dulu dia sudah terbiasa berhadapan dengan banyak orang, didikan papanya luar biasa keras dan tegas.

Azkara tidak dilahirkan sebagai pecundang, tapi tidak juga diajarkan untuk menjadi si paling berkuasa. Sejak kecil sang papa sudah membekali Azkara dengan ilmu yang mungkin saja tidak dia dapatkan di sekolah.

Jangan bersikap langit, tetap merendah, tapi bukan berarti rela diinjak. Selagi tidak diusik jangan mengusik, dan jika sudah diusik buatlah lawan sampai tidak dapat berkutik, begitu prinsip hidupnya.

"Ehm ... kamu kenapa tidak ikut Abi maju saja?" Selesai menunaikan shalatnya, Azkara masih mendapat pertanyaan dari sang mertua.

"Kakiku luka, Abi, sengaja ambil posisi paling pojok kanan agar tidak bersentuhan dengan yang lain," ungkap Azka beralasan.

"Ah iya, syukurlah jika alasannya hanya karena itu."

Azkara mengangguk, sebenarnya alasan pria itu tidak sepenuhnya berbohong, akan tetapi tidak seratus persen jujur. Salah-satu penyebab utama kenapa dia enggan maju ke depan karena merasa tidak pantas saja.

Terlebih lagi, beberapa orang tampak menatap aneh kepadanya. Khawatir jika kehadirannya hanya mengurangi kekhusyukan jamaah lain, Azka memilih menepi saja.

"Abi, boleh aku tanya sesuatu?"

"Silakan, apa itu?"

Mereka berdua sampai berhenti, seolah akan membahas sesuatu yang sangat amat penting, Azkara menarik napas dalam-dalam sebelum melontarkan pertanyaannya.

"Kenapa Abi tidak marah?"

"Marah? Marah untuk apa?"

Azkara agak ragu lantaran khawatir jawaban dari sang mertua akan mengecewakan hatinya.

"Kehadiranku merusak nama baik Abi, nama baik Shanum juga ... akan tetapi, kenapa Abi tidak marah padaku? Semalam hanya membentak biasa, tidak benar-benar marah."

Kiyai Habsyi menghela napas panjang. "Lalu seharusnya Abi bagaimana, Azka?"

"Apapun, minimal memukulku atau lainnya," ungkap Azkara yang memang benar bingung kenapa sang mertua begitu baik padanya.

"Abi merasa tidak punya alasan untuk marah ... kau tidak menyakiti Shanum, dan sejak awal Abi menatap matamu Abi tidak yakin kau sehina itu."

"Berarti Abi percaya kami tidak berzina?"

Kiyai Habsyi mengangguk, tentang hal itu dia memang percaya dan yakin betul putrinya masih suci, begitu juga dengan pria yang berada di depannya ini.

"Kalau percaya, kenapa kami dipaksa menikah? Abi bahkan memutuskan pinangan Gus Faaz ... bukankah ini agak aneh?"

"Jadi kau meyesal menikahi Shanum?"

Gleg

Agaknya Azkara terlalu lancang, tadi malam posisi Kiyai Habsyi sangat sulit, dia tidak punya pilihan lain dan hal semacam itu tidak seharusnya Azkara tanyakan sekarang.

"Bukan begitu, Abi, maksud_"

"Abi tanya sekali lagi, kau menyesal menikahi Shanum?" tanya Kiyai Habsyi sekali lagi dan dari suaranya seolah terdengar sangatlah sakit.

"Tidak, tidak sama sekali," tegas Azkara tanpa ragu.

Jawaban yang sangat Kiyai Habsyi harapkan, setelah tadi hampir marah kini pria itu menepuk pundak Azkara beberapa kali.

"Bagus!! Buktikan jika memang tidak menyesal," pungkas Kiyai Habsyi berlalu lebih dulu.

Azkara yang ditinggal lagi dan lagi dihampiri segudang pertanyaan. Setelah dibuat bingung oleh sang istri, kini mertuanya juga membingungkan karena memang pasca akad keadaan seolah berbalik dan Azkara merasa sangat diterima sekalipun di mata orang lain dia adalah sampah.

.

.

Tidak ingin terlalu sakit kepala dengan pertanyaan yang terus membelenggu otaknya, Azkara bergegas masuk ke dalam rumah dengan langkah pelan.

Kemampuannya mengendap-endap dan berjalan tanpa menimbulkan suara memang tidak perlu diragukan. Khawatir kehadirannya mengganggu ibu mertua yang katanya sakit kepala sebelah, Azkara sampai terus begitu hingga memasuki kamar istrinya.

Baru saja berhasil membuka setengah pintunya, jantung Azkara dibuat berdegub tak karu-karuan tatkala mendengar lantunan ayat suci yang lolos dari bibir Shanum.

Tak pernah dia merasa setenang ini, ketika bicara saja istrinya lemah lembut, tak heran sewaktu melantunkan kalamullah jantung si pendengar seakan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

Saking indahnya, Azka sampai sama sekali tidak bersuara dan menunggu Shanum selesai dengan sendirinya. Sama sekali Azkara tak sadar, senyumnya sudah terbit sejak tadi.

Sengaja Azkara duduk di tepian tempat tidur dengan mata yang terus tertuju pada sang istri. Hingga cukup lama menikmati, tiba dimana Shanum berhenti lantaran sadar akan kehadirannya.

"Mas? Sudah lama pulangnya?" Azkara tidak menjawab, hanya mengulas senyum tipis saat sang istri bertanya.

"Kenapa berhenti?"

Alih-alih menjawab sesuai pertanyaan, Azkara justru balik bertanya. Beruntungnya, sang istri tidak secerewet sang mama yang bicara harus ada aturannya.

"Mau ngaji bareng?" tawar Shanum sengaja bergeser menyisakan tempat untuk Azkara agar sang suami mengerti jika ajakannya tidak bercanda.

"Kamu saja ... aku yang dengerin."

"Kenapa gitu?"

Azka terdiam beberapa saat, dia memandangi sang istri yang menatapnya sepolos itu. "Aku belum bisa ngaji," jawabnya tanpa melepaskan sang istri dari pandangan demi memastikan reaksinya.

"Belajar, ayo sini," ajak Shanum menepuk sisi kosong di sebelahnya.

Tidak perlu dirayu sampai dua kali, Azkara duduk tepat di sisi sang istri dan tampak siap dengan pelajaran yang akan diberikan.

"Mas ngajinya pakai Iqra atau_"

"Iqra," jawab Azka cepat dan detik itu juga Shanum beranjak untuk mencari segala sesuatu yang diperlukan.

"Terakhir Iqra berapa?" Shanum bertanya layaknya yang datang benar-benar muridnya.

"Iqra satu," jawab Azka sempat membuat mata Shanum terbelalak, tapi hanya sebentar.

"Di huruf apa, Mas?"

Bukannya menjawab, Azkara justru senyum-senyum sendiri melihat kepolosan Shanum. "Huruf yang seperti angka satu huruf apa itu, aku lupa."

"Alif?"

"Iya kali aku kurang tahu juga, buta huruf hijaiyah soalnya," sahut Azkara sekenanya dan lagi-lagi memandangi wajah ayu guru ngaji yang Azkara pastikan tidak akan menjambak rambutnya andai salah.

.

.

- To Be Continued -

...Azka : Tebak-tebak buah manggis, siapa yang pernah jadi guru ngaji saya🙏...

...Selamat sahur semua, jangan lupa sajennya❣️...

1
Lina Hariyanah
Luar biasa
Lina Hariyanah
Lumayan
Titin Luatiana
karyamu sll bikin ngakan😅
Titin Luatiana
lihat pas sean nikah psti itu
rena
good story
Nazka Aditya
eiittt... gk ada siaran ulang azka
Marhaban ya Nur17
tatak num-num 😀
fitria linda
Luar biasa
Yusna Bakari
bagus
Muvita Rochmah
zeeshan -devanka judulnya apa yaa
choni dian
Luar biasa
choni dian
Lumayan
Yuyun Yuliana
Kecewa
Yuyun Yuliana
Buruk
Hana Nisa Nisa
🙃🙃🙃🙃
Hana Nisa Nisa
🙉🙉🙉🙉🙉
Hana Nisa Nisa
😆😆😆😆
Santi Liana
berharap Azka jujur sblm istrinya tahu sendiri
Hana Nisa Nisa
😄😄😄
Hana Nisa Nisa
nyimak dulu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!