Kara sangat terkejut saat Ibunya tiba-tiba saja memintanya pulang dan berkata bahwa ada laki-laki yang telah melamarnya. Terhitung dari sekarang pernikahannya 2 minggu lagi.
Karna marah dan kecewa, Kara memutuskan untuk tidak pulang, walaupun di hari pernikahannya berlangsung. Tapi, ada atau tidaknya Kara, pernikahan tetap berlanjut dan ia tetap sah menjadi istri dari seorang CEO bernama Sagara Dewanagari. Akan kah pernikahan mereka bahagia atau tidak? Apakah Kara bisa menjalaninya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ririn Yulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Unboxing
Seharian penuh ini yang aku lakukan hanya tidur siang bersama Mas Saga tentunya lalu menemani Disha membeli oleh-oleh dan malam pun tiba, dimana Disha akan balik ke Jakarta terlebih dahulu daripada aku yang masih tinggal karna mendapat cuti selama seminggu, dimana nanti mungkin hari minggu atau malam senin aku juga akan balik ke Jakarta.
Aku mengantar Disha di temani Mas Saga dan juga Adnan yang ngebet pengen ikut ke Bandara. Pesawat yang Disha tumpangi akan berangkat pada saat jam 8 malam, jadi kini karna sudah jam setengah 7 malam kami baru berangkat ke Bandara karna jarak dari rumahku yang tidak terlalu jauh.
"Gue pasti bakal kangen gosip sama lo, Ra. Cepatan balik yaa, eh tapi jangan dulu deh kasian suami lo kalau di tinggal ke Jakarta padahal baru beberapa hari nikah," ucap Disha setelah melepas pelukan kami.
Aku bergumam pelan. " Yaudah hati-hati sampai sana langsung kabarin gue, ya? Besok sampaiin ucapan terima kasih gue ke Bu Adis sama teman-teman lainnya."
Disha mengangguk mengerti. "Iyaa, jangan lupa juga buatin ponakan lucu buat gue. Sampai Jakarta langsung gue tagih yaa ponakannya," ucap Disha tanpa ragu dan malu dengan kehadiran Adnan dan Mas Saga yang ku lihat tersenyum mendengar perkataan Disha barusan.
"Lo kira bikin anak tuh terbuat dari terigu?" ujar ku kesal.
Disha kemudian tertawa. "Pokoknya nanti buatin gue ponakan yang lucu ga mau tau, yaudah deh itu pesawat gue udah mau berangkat. Gue duluan, saya pamit yaa Pak Saga dan Adnan."
Panggilannya pada Mas Saga terlalu formal, padahal bisa memanggil dengan langsung menyebut nama tapi gadis itu begitu formal.
Ku lirik Mas Saga yang ada di sampingku nampak tersenyum karna senang mendengar ucapan Disha barusan dan bukannya marah sepertiku.
Kini aku semakin di buat kesal saat Adnan menanggapi ucapan Disha. "Dadah Kak, nanti main kesini lagi kalau acara tujuh bulanannya Mbak Kara," ucap Adikku Adnan sontak membuat aku melotot kearahnya. Sungguh berada di antara 2 orang membuat aku pusing dan ingin terus marah.
"Hahaha, iyaa nanti kita ketemu lagi di acara tujuh bulanannya Kara," ujar Disha menanggapi.
"Aduh, penuh kuping gue sama lo berdua. Udah sana Sha, berangkat ga usah lama-lama nanti ketinggalan pesawat," ujarku mengusir Disha sedikit paksa.
Disha pun kembali tertawa sebelum akhirnya dia melangkah pergi lalu melambai kepada kami, dan setelah Disha sudah tak terlihat lagi baru kami memutuskan untuk pergi.
"Mas kok dari tadi cuma senyum-senyum aja dengar coletehan mereka berdua?" tanyaku pada Mas Saga sambil berjalan beriringan dengan Adnan yang berjalan di depan kami.
"Gapapa sayang, Mas suka aja liat muka kamu yang merah karna kesal sama mereka berdua," sahut Mas Saga tersenyum padaku.
Aku mencibir kearah Mas Saga. "Boleh Mas pegang tangan kamu?" tanyanya yang percuma karna sudah terlebih dahulu menggenggam tanganku di sela-sela jarinya sebelum mendapat izin dariku.
"Tangan kamu sedikit dingin," gumamnya setelah benar-benar mengenggam tanganku.
...Ω...
Tadi setelah kami dari mengantar Disha, kami tidak langsung pulang melainkan mampir jajan sebentar di pasar malam tentu saja Adnan yang merengek ingin kesana, dan kini kami bertiga sudah sampai di rumah. Aku dan Mas Saga langsung masuk ke kamar, dan karna tidak ada kerjaan, ku lihat kado pernikahan kami belum di buka jadilah sekarang kami tengah unboxing kado-kadonya.
Sebetulnya hanya aku yang membuka kado-kadonya, Mas Saga hanya di memperhatikan aku dengan posisinya memeluk dan bersandar padaku. Sungguh posisi ini membuat aku mati gaya, aku merasa aneh padahal kami ini di jodohkan tapi kenapa kami berdua sudah lengket seperti di lem padahal baru 2 hari menikah. Lebih tepatnya Mas Saga yang terus menempeliku.
Rata-rata kado yang sudah aku buka berisi seprai, gelas couple dan piyama couple. Aku kemudian mengambil kado berwarna biru, ku baca namanya dan itu adalah kado dari Adikku Adnan.
"Dari siapa itu sayang?"
"Dari Adnan, Mas," jawabku kemudian membuka bungkusan kadonya. "Baju," gumamku lalu ku keluarkan baju berwarna merah itu dari kemasannya.
"Astaghfirullah, baju apa itu??" kagetku langsung melempar hadiah dari Adnan. "Kenapa begitu bentuknya??"
Mas Saga tampak menahan tawanya lalu mengambil kembali baju yang baru saja aku lempar. "Ini piyama sayang, dari mana Adnan tau baju seperti ini."
Sungguh yang membuatku kaget karna piyama itu sangat sangat ke kukarangan bahan, warnanya yang merah menyala, belahannya yang sangat-sangat turun, ukurannya yang pendek juga kainnya yang lembut tapi sangat tipis dan yang terakhir ada belahan di sampingnya yang mungkin akan memperlihatkan paha.
"Ih, piyama apaan itu? Itu lebih bagus di sebut baju belum jadi," ucapku, merebutnya dari tangan Mas Saga lalu ku masukkan lagi ke tempatnya.
"Itu baju buat nyenengin suami tau," kata Mas Adnan kembali memelukku.
Aku melirik padanya. "Jadi, kalau aku pake, Mas jadi senang?"
Mas Adnan mengangguk.
"Ih, ga mau lah. Ga usah bikin Mas senang, kalau harus pakai baju yang ga jadi begitu," ujarku kembali membuka kado yang lain. Ku lihat namanya atas nama Disha.
Mataku melotot sempurna ketika lagi-lagi membuka isinya, astaga benar-benar Adnan dan Disha sama-sama sinting. "Ga mau buka kado lagi, ah. Kesal banget isinya pada ga benar semua," gerutuku kesal.
"Kenapa lagi, sayang?" Ini juga Mas Saga kenapa tidak bisa berhenti memanggilku sayang, apa di tidak tahu kalau jantungku langsung lemah di panggil seperti itu? Lama-lama aku acak juga dunia ini.
"Nih, liat celana dalam kaya jaring-jaring ikan," kataku memamerkan celana dalam warna hitam dengan kain renda kepada Mas Adnan, sungguh aku tak mengingat malu lagi memperlihatkannya karna aku sangat kesal.
Mas Saga langsung saja tertawa. "Kado dari siapa ini?"
"Dari Disha, heran aku sama dia kapan dia belinya. Padahal aku liat kemarin ga ada dia pergi keluar."
"Mungkin udah duluan di beli sama teman kamu," ujar Mas Saga, kini dia juga ikut membuka kado yang berisi parfum.
"Parfum apa itu Mas? Harum ga?" tanyaku saat Mas Saga menciumi harum tangannya yang baru ia semprotkan parfum.
"Ga tau, tapi wangi," ujarnya menyuruh aku untuk ikutan mencium bau parfumnya. Aku mengangguk setuju, parfumnya benaran sangat wangi hingga ku rasa ingin terus merasai aromanya, tapi wanginya itu bukan wangi parfum pada umumnya.
Karna kepo ini parfum apa, aku malah membaca cara pakainya yang lagi-lagi membuat aku kaget. Astaga benar-benar, pantesan wangi sekali karna ini parfum agar suami kita bisa tertarik.
"Sayang, coba liat sini."
Akupun menoleh pada Mas Saga, bertapa kagetnya aku melihat dia sedang memegang piyama berwarna putih yang tipis yang mungkin ketika di pakai akan tidak ada gunanya karna tidak bisa menutupi apa pun.
"Ih, Mas buang aja itu kadonya. Astaga itu baju atau apaa??"
"Bagus ini, mau di pake ga, sayang?" tanyanya tersenyum padaku, yang senyumnya lebih ke niat terselubung.
"Ga, aku ga mau! Buang aja ih, itu ga pantas di sebut baju!"