Mungkin ada banyak sekali gadis seusianya yang sudah menikah, begitulah yang ada dibenak Rumi saat ini. Apalagi adiknya terus saja bertanya kapan gerangan ia akan dilamar oleh sang kekasih yang sudah menjalin hubungan bersama dengan dirinya selama lima tahun lamanya.
Namun ternyata, bukan pernikahan yang Rumi dapatkan melainkan sebuah pengkhianatan yang membuatnya semakin terpuruk dan terus meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan. Di masa patah hatinya ini, sang Ibu malah ingin menjodohkannya dengan seorang pria yang ternyata adalah anak dari salah satu temannya.
Tristan, pewaris tunggal yang harus menyandang status sebagai seorang duda diusianya yang terbilang masih duda. Dialah orang yang dipilihkan langsung oleh Ibunya Rumi. Lantas bagaimana? Apakah Rumi akan menerimanya atau malah memberontak dan menolak perjodohan tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon safea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 13
Nyanyian burung-burung kecil nan merdu di atas pohon sana seolah menjadi pengingat bagi para manusia kalau pagi telah kembali. Yang mana itu artinya mereka semua sudah harus menjalani aktivitas seperti biasanya.
Begitulah yang tengah dilakukan oleh wanita paruh baya di dapurnya sana. Dia memang tidak sendirian menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya ini karena ada beberapa orang pekerja yang ikut turun tangan.
Namun untuk yang satu ini, Lisa benar-benar ingin melakukan dengan kedua tangannya sendiri selagi ia masih mampu. Yaitu membuatkan bekal yang lucu untuk si kecil Joyie.
"Oma, boleh tidak kalah bekalnya ditambah jadi dua." Berbekal tangga kecil, Joyie jadi bisa melihat dengan lebih jelas lagi apa saja yang tengah dilakukan sang nenek di atas pantry sana.
"Boleh, sayang. Kalau cuma satu enggak cukup ya?" Lisa lantas kebingungan saat melihat Joyie yang menggelengkannya. Kalau bukan, lalu kenapa si kecil meminta tambahan bekal hari ini?
"Joyie mau memberikannya untuk Miss Rumi nanti di sekolah, terus Joyie juga mau mengajak Miss Rumi untuk makan bersama." Ah, begitu rupanya. Pantas saja ia pun tidak mendapatkan keluhan sama sekali dari Joyie yang mengatakan kalau cucu kesayangannya ini masih lapar meskipun sudah dibawakan bekal.
"Oh untuk Rumi ternyata. Oke, akan Oma buatkan bekal satu lagi." Joyie tentu saja merasa teramat senang karena permintaannya langsung dikabulkan begitu saja oleh Lisa.
Sembari menyiapkan kota makan yang akan Joyie berikan untuk Rumi nantinya, tangan Lisa beberapa kali menyuapi potongan buah apel ke dalam mulut Joyie yang mana langsung diterima dengan senang hati oleh gadis kecil bertubuh gempal itu.
Pemandangan Joyie yang sedang memperhatikan sang nenek di dapur sana membuat seorang pria muda yang baru saja turun dari kamarnya tersenyum dengan begitu lebar. Ini terlalu menggemaskan sampai Tristan tak bisa menahan senyumannya sama sekali.
Joyie yang semula tengah begitu fokus memperhatikan setiap pergerakan yang dilakukan oleh Lisa pun dibuat terkejut karena tubuh mungilnya tiba-tiba saja melayang tinggi. Dan ternyata tersangka utamanya adalah Ayahnya sendiri.
"Good morning Daddy!" Alih-alih merasa kesal, Joyie justru memberikan sapaan dengan senyuman cerah di wajahnya pada Tristan yang masih tak ingin melepaskannya sama sekali.
"Kenapa bekalnya ada dua, Ma?" Mungkin sejak kakinya menginjak lantai dapur, Tristan hanya fokus pada putri kecilnya sampai ia baru menyadari kalau Ibunya tengah menyiapkan kotak bekal lainnya.
"Itu bekal untuk Miss Rumi, Daddy. Joyie mau memberikannya untuk Miss Rumi nanti di sekolah." Tristan memang tidak tahu seberapa besar rasa suka yang Joyie miliki terhadap Rumi.
Namun jika dilihat dari bagaimana cara Joyie menceritakan tentang gadis itu dan juga ingin memberikan bekal padanya, Tristan sangat paham kalau si kecil Joyie sangat amat menyukai Rumi yang baru dikenalnya beberapa hari ini.
"Nah udah selesai, ayo kita sarapan dulu. Nanti Joyie malah telat berangkat sekolahnya loh." Kegiatan saling memandang yang tadi sempat dilakukan oleh Tristan dan Joyie harus berhenti begitu saja begitu suara Lisa kembali terdengar.
"Daddy go! Kita harus ke meja makan sekarang, Opa pasti sudah menunggu." Tidak ada penolakan sama sekali. Dengan Joyie yang masih berada dalam gendongannya, Tristan lantas melangkahkan kakinya menuju ruang makan yang posisinya memang terpisah dari dapur.
Sama seperti biasanya, kekuarga kecil ini menikmati sarapan mereka dalam suasana yang begitu khidmat selama beberapa menit. Lalu setelahnya yang terdengar adalah celotehan Joyie yang seolah tiada habisnya.
Kalau saja tidak harus pergi sekolah sekarang ini, pasti Joyie lebih memilih untuk melanjutkan cerita yang sedang ia bagikan pada anggota keluarga yang lainnya.
Begitu juga yang terjadi di perjalanan menuju gedung sekolahnya Joyie. Kalau tadi saat di rumah ada dua orang dewasa lainny yang siap menanggapi, namun sayangnya kini hanya tersisa Tristan saja yang mendengar segala kebawelan putri cantiknya.
"No Daddy, Joyie mau jalan sendiri saja. Tidak mau digendong." Agak sedikit sedih kala mendapatkan penolakan dari Joyienya karena selama ini Tristan memang suka sekali membawa tubuh kecilnya ke dalam gendongan, tapi kali ini ia malah ingin jalan sendiri.
"Yasudah, kalau begitu tasnya biar Daddy saja yang bawakan." Untung lah untuk yang satu ini Tristan tidak mendapatkan penolakan lagi dan pria itu lantas membantu Joyie untuk turun dari mobil mewah mereka.
Dengan si kecil Joyie yang memimpin jalan di depan sana, pasangan Ayah dan anak itu berjalan semakin mendekat ke arah gerbang masuk dimana beberapa orang tenaga pengajar sedang menyapa para murid yang baru saja tiba.
"Good morning Miss Elia! Good morning Miss Rumi!" Semakin dekat mereka ke gerbang, maka semakin cepat pula kaki-kaki kecilnya Joyie melangkah. Bahkan ia nyaris berlari hanya karena ingin menyapa dua orang gurunya di sana.
"Good morning, Joyie." Jangan tanya sesenang apa hati Joyie saat ini, yang pasti berhasil menimbulkan senyuman yang begitu lebar di wajah cantiknya.
Tadi pagi-pagi sekali kan Joyie sudah bercerita banyak tentang Rumi dan sekarang ia berhasil bertemu dengan orang kesukaannya itu, makanya Joyie nampak begitu bahagia.
"Langsung masuk ke kelas ya." Anggukan Joyie berikan sebelum akhirnya ia berbalik menghadap sang Ayah yang masih setia berada di sana.
"Daddy, tasnya Joyie." Padahal tidak apa kalau orang tua murid mau mengantar sampai ke dalam kelas sana, namun sepertinya Joyie tidak mau melakukannya sama sekali.
"Semangat sekolahnya ya, sayang." Ternyata pemandangan pasangan Ayah dan anak itu tak luput sama sekali dari pandangan Rumi dan juga Elia yang berada di sana.
"Iya! Daddy jangan lupa menjemput Joyie ya nanti." Lucu sekali, hanya karena Tristan terlambat menjemputnya sekali, Joyie malah memberikan petuah yang terdengar lucu itu.
"Daddy tidak akan lupa." Konfirmasi sudah Joyie terima dari Tristan, gadis kecil itu lantas berjalan lurus melewati kedua gurunya di depan sana dan melewati gerbang yang ukurannya jauh lebih besar dari tubuhnya sendiri.
Biasanya Tristan akan langsung pergi begitu melihat Joyie memasuki gerbang tersebut, namun kali ini entah kenapa matanya malah terfokus pada Rumi yang sudah disibukkan dengan kegiatan menyapa murid lainnya yang baru saja tiba.
Ah, mungkin ini karena efek dari Joyie yang terus saja bercerita tentang wanita itu makanya sekarang Tristan pun jadi ikut penasaran dibuatnya. Sudahlah, lebih baik Tristan melanjutkan perjalanannya menuju kantor saja.
"Kalau begitu saya permisi dulu, mari." Yang satu ini juga tak pernah Tristan lakukan sebelumnya.
Meskipun ia bertemu dengan beberapa orang tenaga kerja, Tristan tidak pernah sekali pun menggunakan kalimat yang seperti tadi itu untuk berpamitan.
"Miss Elia mengajar di kelasnya Joyie, ya?" Tak lama setelah sosok Tristan menghilang dari pandangan keduanya, Rumi baru kembali membuka mulutnya untuk melontarkan pertanyaan yang sejak tadi mengisi kepalanya.
"Iya betul, anak lucu itu baru masuk Senin yang lalu. Pindahan dari Amerika, aku kira dia bakalan kesulitan untuk berbaur tapi ternyata enggak sama sekali." Rumi pun tahu kalau Joyie pasti tidak akan kesulitan sama sekali mengingat kalau anak itu bisa berbahasa Indonesia, ya meskipun terdengar begitu kaku.
"Kalau Miss Rumi, kenapa bisa kenal dengan Joyie?" Apakah Rumi harus menjawabnya dengan jujur kalau mereka pernah bertemu dan juga nenek dari gadis kecil itu adalah teman dari Ibunya?
"Kemarin waktu aku mau pulang, aku ketemu sama Joyie di lorong dan ternyata dia lagi nunggu jemputan. Jadinya gitu deh, aku nemenin dia nungguin Papanya datang." Ya, jawaban seperti akan lebih mudah diterima dan tidak akan menimbulkan spekulasi aneh nantinya.
Beruntungnya lagi Elia tidak bertanya lebih banyak lagi dan keduanya kembali fokus untuk menyapa para murid yang baru saja tiba dengan senyuman yang lebar.
kalau Kaka bersedia follow me ya ..
maka Kaka BS mendapat undangan dari kami. Terima kasih