Binar di wajah cantik Adhisty pudar ketika ia mendapati bahwa suaminya yang baru beberapa jam yang lalu sah menjadi suaminya ternyata memiliki istri lain selain dirinya.
Yang lebih menyakitkan lagi, pernikahan tersebut di lakukan hanya karena untuk menjadikannya sebagai ibu pengganti yang akan mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn, suaminya, dan juga madunya Salwa, karena Salwa tidak bisa mengandung dan melahirkan anak untuk Zayn.
Dalam kurun waktu satu tahun, Adhisty harus bisa mmeberikan keturunan untuk Zayn. Dan saat itu ia harus merelakan anaknya dan pergi dari hidup Zayn sesuai dengan surat perjanjian yang sudah di tanda tangani oleh ayah Adhisty tanpa sepengetahuan Adhisty.
Adhisty merasa terjebak, ia bahkan rela memutuskan kekasihnya hanya demi menuruti keinginan orang tuanya untuk menikah dengan pria pilihan mereka. Karena menurutnya pria pilihan orang tuanya pasti yang terbaik.
Tapi, nyatanya? Ia hanya di jadikan alat sebagai ibu pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Di ruang rawat sebuah rumah sakit...
"Saya terima nikah dan kawinnya Adhisty Shanum Kaylia binti anwar Prayoga dengan mas kawin tersebut di bayar, tunai!"
Adhisty langsung mengusap wajahnya dengan kedua tangannya ketika pria yang duduk di sampingnya selesai mengucapkan qabul atas dirinya dan disusul kata sah dari para saksi yang hadir dalam pernikahan sederhananya tersebut yang di lakukan di ruang rawat sang ibu.
Meski baru menikah siri, Adhisty mencoba lapang dada menerima laki-laki pilihan kedua orang tuanya dengan ikhlas. Ia yakin pilihan orang tuanya tidak akan salah.
Entah apa alasannya ia hanya di nikahi secara siri oleh pria bernama Zayn Sadhavir Erlangga tersebut. Mungkin karena ibunya sedang terbaring sakit menjadi alasan utamanya, pikir Adhisty polos.
Yang jelas, dia percaya akan pilihan orang tuanya. Meski ini bukanlah pernikahan impiannya. Apalagi keluarga Zayn juga memperlakukannya dengan baik. Ayah hanya bilang suatu saat nanti Zayn akan mendaftarkan pernikahan mereka di KUA. Dan Adhisty percaya.
"Mommy sama daddy pulang dulu," ucap Elang pada putra keduanya tersebut.
Zayn hanya mengangguk. Sejak tadi pria itu tak banyak bicara. Ia lebih banyak diam. Jika tak ditanya, maka ia tak bersuara.
"Aku pulang dulu, meskipun aku tak setuju dengan cara kalian ini, tapi semuanya sudah terjadi. Terima atau tidak Adhisty adalah juga tanggung jawabmu mulai sekarang. Perlakukan dia dengan baik!" Zea, sang kakak ikut memberi nasihat kepada Zayn.
"Ingat Zayn, Adhisty sekarang sudah sah menjadi istrimu. Selama dia masih istrimu, perlakukan dia dengan baik dan adil. Jangan buat rasa bersalah mommy sama daddy semakin besar dengan kamu memperlakukannya dengan buruk," pesan Elang sebelum ia dan istrinya pamit kepada besan dan menantunya.
Zayn tak menanggapi pesan dari keluarganya,. Ia memilih menyingkir ke sebuah taman yang ada di rumah sakit tersebut.
Zayn mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Ia mencoba menghubungi seseorang namun tak diangkat.
Akhirnya Zayn menulis pesan singkat, "lagi apa? kenapa teleponku nggak di angkat?"
Zayn kembali menyimpan ponselnya di saku celananya karena beberapa saat menunggu pesannya tak di balas.
"Mas, aku cariin ternyata di sini,"
Zayn menoleh, ternyata Adhisty yang berbicara dengannya.
Adhisty duduk di samping suaminya. Zayn hanya diam saja.
"Mas Zayn nggak nyaman ya berada di dalam?" tanya Adhisty, namun Zayn masih diam. Ia perhatikan raut wajah sang suami berbeda dari saat ia datang tadi pagi.
"Mas..." Adhisty menyentuh bahu Zayn. Hal itu membuat Zayn berjingkat kaget dan langsung menghindar.
"Kita harus pulang ke rumah saya sekarang!" ujar Zayn kemudian.
"Loh, sekarang mas?" Adhisty belum siap meninggalkan kedua orang tuanya, terutama ibunya yang sedang terbaring sakit.
"Saya ada banyak pekerjaan yang tidak bisa di tinggal,"
Adhisty pamit kepada ayah dan bundanya yang terbaring lemah di ranjang.
"Maafkan ayah, Adhisty, maaf!" Adhisty tak mengerti, kenapa ayahnya malah minta maaf saat ia pamit untuk ikut suaminya. Harusnya Adhisty yang meminta maaf karena akan pergi sementara ibunya masih terbaring lemah. Bahkan ibunya juga menitikkan air mata, mungkin mereka belum rela melepas anak gadisnya, pikir Adhisty. Anak gadis yang seharusnya hanya fokus dengan kuliahnya saja tapi kini harus menyandang status sebagai seorang istri.
Ya, Adhisty, gadis berusia 20 tahun tersebut terpaksa menikahi seorang pria yang sebelumnya sama sekali tidak ia kenal. Karena rasa sayangnya kepada kedua orang tuanya, Adhisty tak bisa menolak saat kedua orang tuanya memintanya untuk segera menikah dengan Zayn. Sejak kecil, Adhisty memang tidak pernah membantah omongna kedua orang tuanya, karena mereka selalu memberikan yang terbaik untuknya. Ia bahkan rela memutuskan kekasihnya demi memenuhi permintaan orang tuanya, terutama sang bunda yang sedang sakit.
Tapi, sepertinya keputusan Adhisty kali ini tidaklah tepat. Tanpa ia tahu, ada rahasia besar di balik pernikahannya tersebut.
............
Sepanjang perjalanan menuju kediaman Zayn, Adhisty banyak diam karena suaminya yang saat ini duduk di sampingnya juga diam.
Untuk memulai bicara pun Adhisty merasa canggung. Pasalnya ia dan Zayn belum lama kenal. Bahkan mereka bertemu baru dua kali ini. Pertama saat acara lamaran sebulan lalu dan kedua saat akad hari ini.
Mobil memasuki halaman sebuah rumah yang sangat besar dan mewah menurut Adhisty. Ia sama sekali tak menyangka, suaminya sekaya itu ternyata. Ia pikir suaminya hanya seorang pekerja kantoran. Tapi, melihat rumah di depannya yang begitu besar dan mewah, Adhisty menebak jika suaminya adalah seorang pengusaha atau jangan-jangan seorang ketua mafia?
"Kenapa lihatin saya seperti itu?" tanya Zayn tanpa menoleh kearah istrinya.
"Kita akan tinggal di sini, mas?" tanya Adhisty.
Zayn tak menyahut, ia berjalan masuk mendahului Adhisty.
Adhisty hanya mengikuti langkah suaminya hingga sampai pada sebuah kamar yang ada di lantai dua.
Kamar tersebut sangat luas dan di hias menjadi kamar pengantin yang di hias sangat cantik. Senyum Adhisty langsung mengembang ketika melihat bunga-bunga yang di susun menghiasi ranjang dengan indahnya. Ia tak mempedulikan Zayn yang sedang berada di balkon menerima telepon.
Adhisty tak henti mengulum senyum. Yang membuatnya senang adalah, kamar yang di desain sangat cantik dan romantis tersebut, membuatnya berpikir jika sang suami benar-benar romantis dan menerima pernikahan mereka hingga menepis rasa curiganya, kenapa orang sekaya Zayn mau menikahi gadis miskin sepertinya. Entah darimana orang tuanya itu mengenal Zayn, mereka tiba-tiba saja mengatakan kalau ada seorang laki-laki yang berniat meminangnya. Mungkin kalau sudah jodohnya, akan di permudah jalannya, pikir Adhisty polos.
Ia tertegun sejenak, mengingat mantan kekasihnya yang terpaksa ia putuskan demi menuruti keinginan kedua orang tuanya menikah dengan laki-laki pilihan mereka. Sesak ia rasakan, ingin menangis rasanya.
Tapi, segera Adhisty tepis rasa itu. Mungkin memang bukan jodohnya dengan pria yang menjadi kekasihnya selama tiga tahun terakhir itu. Adhisty harus mencoba mengikhlaskan dan menerima takdirnya menjadi istri dari seorang Zayn Sadhavir Erlangga sebagai baktinya kepada kedua orang tuanya. Meski tidak itu tidaklah akan mudah ia lakukan. Namun, Adhisty selalu bisa menyembunyikan perasaannya dengan senyuman.
Adhisty duduk di tepi ranjang, menunggu Zayn yang masih di balkon. Ia menyentuh kelopak bunga yang menghiasi tempat tidur berukuran besar tersebut. Ia mengambil setangkai mawar merah lalu menghirup aromanya. Bibirnya mengulum senyum, seolah aroma mawar itu telak merasuk dalam jiwanya.
Namun, binar senyum tulus itu tak berlangsung lama, saat sebuah kenyataan menampar hatinya.
"Mas..." panggil Adhisty karena suaminya lama berada di balkon.
Karena Zayn tak menyahut, Adhisty mendekatinya. Ia menyentuh punggung Zayn, "Mas, belum selesai teleponnya?"
Zayn menoleh, "Jangan berani menyentuh saya!" bentak Zayn. Ia langsung menutup teleponnya dan masuk ke dalam kamar.
Adhisty tentu saja terkejut, pria yang sudah sah menjadi suaminya itu membentaknya hanya karena dia menyentuh punggungnya.
Adhisty ikut masuk ke dalam, ia mencoba berpikir positif, mungkin suaminya lelah.
"Mas mau mandi? Biar aku siapkan air, ya?"
Zayn berdiri, ia menatap tajam Adhisty penuh kebencian,"Dengar saya, kamu tidak perlu berperilaku layaknya seorang istri kepada saya. Bukankah tugasmu hanya untuk melahirkan anak untukku dan istriku?"
Deg!
Adhisty tak mengerti kalimat yang baru saja keluar dari bibir suaminya. Melahirkan anak untuknya dan istrinya? Bukankah dia istri dari pria yang kini berubah dingin tersebut.
"Apa maksud mas?" tanya Adhisty.
"Ck, jangan pura-pura sok polos. Ayahmu terlalu serakah dengan meminta saya menikahimu. Padahal uang yang sudah istriku berikan untuk keluargamu saya rasa sudah lebih dari cukup untuk membayar rahimmu selama mengandung dan melahirkan anakku nanti,"
"Maksud mas apa? Aku nggak ngerti, isteri mas yang mana? Aku istri mas, baru beberapa jam yang lalu kita menikah,"
Zayn mengertakkan giginya, rahangnya semakin terlihat jelas saat ia menahan amarahnya, "Entah kamu yang terlalu polos atau bodoh sampai mau di bohongi orang tuamu sendiri! Dengar baik-baik. Aku menikahimu bukan karena aku ingin. Tapi hanya demi seorang anak! Demi istriku yang menginginkan seorang anak, keturunan dari darah dagingku, tidak lebih! Tidak perlu kamu terlalu dalami peran sebagai istri, cukup persiapkan diri untuk memberikan aku dan istriku keturunan!"
Adhisty semakin tak mengerti kemana arah perkataan suaminya. Semakin ia cerna kalimat dari suaminya, Dadanya semakin merasa sakit bagai tersayat sembilu.
Adhisty menatap kedua manik mata milik Zayn,"Kalau tahu seperti ini, ku juga tidak sudi menikah denganmu! Aku di jebak! Di jebak!" ingin sekali rasanya Adhisty berteriak, mengumpat di depan wajah suaminya tersebut. Namun sorot mata Zayn yang begitu tajam dan menusuk, membuat nyalinya ciut seketika.
Tanpa bicara lagi, Zayn meninggalkan Adhisty.
Adhisty langsung merosot ke lantai setelah Zayn pergi. Sejak tadi ia menahan supaya air matanya tidak tumpah. Tapi, begitu pria itu pergi, ia langsung menangisi nasibnya.
"Ayah, ibu... Kenapa jadi begini?" rintih Adhisty.
...............
Ceklek!
Adhisty yang sejak tadi menangis seorang diri sembari memeluk lututnya itu langsung mendongak, menatap ke arah pintu yang baru saja terbuka. Ia langsung mengusap wajahnya yang basah oleh air mata.
Seorang wanita cantik dan duduk di kursi roda masuk.
Adhisty segera berdiri. Ia tak tahu siapa wanita di depannya tersebut.
"Duduklah, Dhisty. Aku ingin bicara denganmu," ucap wanita itu dan Dhisty manut saja. Ia duduk di tepi ranjang yang masih terhias cantik tersebut.
"Mbak, siapa?" tanya Adhisty.
"Aku Salwa, istri Bang Zayn," jawab wanita bernama Salwa tersebut.
Adhisty terkejut, ternyata dia wanita yang yang telah merencanakan pernikahannya dengan Zayn. Adhisty marah dan kecewa, "Kenapa mbak lakuin ini sama saya? Apa salah saya?" tanya Adhisty kecewa.
"Bukan kamu yang salah, tapi takdir kita yang saling membutuhkan yang salah. Keluargamu butuh uang banyak dan aku butuh jasamu untuk hamil anak suamiku. Karena kecelakaan rahimku harus diangkat dan aku tidak mungkin bisa hamil lagi. Anggaplah aku dan suamiku menyewa rahimmu untuk melahirkan anak kami," ucap Salwa.
"Saya tidak mau! Saya merasa terjebak di sini, saya tidak tahu kalau mas Zayn ternyata punya istri lain selain saya!"
"Kamu tidak punya pilihan lain kecuali melakukannya, Adhisty!"
"Tapi, kenapa harus saya, mbak?" Adhisty masih tak terima.
"Karena hanya pak Anwar yang bersedia merelakan putrinya untuk menjadi ibu pengganti untuk saya dan bang Zayn. Dengan imbalan yang tak murah tentunya,"
Degh!
Rasanya dunia Adhisty runtuh ketika mengetahui jika ayahnya telah benar-benar menjualnya demi sejumlah uang. Ya, dia yakin pasti ada imbalan besar atas apa yang di lakukan sang ayah.
Adhisty mencoba mencerna kalimat yang keluar dari mulut Salwa," Jadi, maksud mbak. Aku sama suami mbak harus melakukan 'itu'?"
Salwa mengangguk.
" Nggak mau!" Seru Adhisty. Bila tadi sebelum ia tahu kalau dia istri kedua, ia masih bisa terima jika nati di sentuh suaminya. Tapi sekarang? Membayangkan di sentuh pria yang sudah menyentuh wanita lain saja ia merasa risih.
"Kamu harus melakukannya supaya cepat hamil dan melahirkan anak untukku dan Bang Zayn. Semakin cepat kamu hamil, semakin cepat kau bisa bebas," ujar Salwa tegas.
Adhisty melotot, "Aku cuma di jadikan ibu pengganti? Hamil terus melahirkan lalu menyerahkan anakku buat kalian? Enak aja, aku yang kesusahan masa anakku aku kasih ke kalian, nggak ah! Mending aku minta cerai aja sama suami mbak! Mbak bisa cari wanita lain buat ibu pengganti," ucap Adhisty.
Salwa menggeleng," Lakukan saja seperti yang saya katakan tadi. Sesuai dengan perjanjian yang sudah ayah kamu tanda tangani. Setelah kamu melahirkan anak untuk saya dan bang Zayn, kamu harus pergi, bahkan saat itu saya akan memberimu uang lebih yang bisa kamu nikmati nanti setelah tugasmu melahirkan anak untuk kami selesai!" ucap Salwa.
"Perjanjian apa, mbak? Terus kalau saya langgar, apa yang akan terjadi?"
"Kalau kamu melanggar isi kontrak perjanjian yang sudah kami sepakati, ayah kamu akan masuk penjara dan biaya pengobatan ibu kamu akan saya hentikan. Pikirkan lagi Adhisty, hutang ayah kamu terhadap perusahaan tempatnya bekerja dulu sangat besar, ibu kamu juga butuh biaya yang banyak buat pengobatannya. Kalau kamu tega, silahkan kamu bisa pergi sekarang! Tapi kamu harus siap dengan konsekuensianya!," ucap Salwa mengancam. Ia memutar kursi rodanya bersiap untuk pergi.
Adhisty tertegun, ia tahu jika pengobatan ibunya memang membutuhkan biaya yang sangat besar, tapi ia tak menyangka jika Salwa yang menanggungnya. Bahkan sang ayah ternyata terlilit hutang, mungkin untuk biaya pengobatan ibunya selama ini dan juga biaya sekolahnya.
Jika membatalkan perjanjian antara ayah dan Salwa, Adhisty tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kepada orang tuanya. Ayah di penjara, sementara ibunya? Mungkin tidak akan bisa bertahan.
"Tunggu, mbak!" sergah Adhisty saat Salwa sampai di depan pintu.
Salwa memutar kursi rodanya.
Adhisty menarik napasnya dalam, "Aku bersedia menjadi ibu pengganti untuk kalian," ucapnya dengan nada bergetar.
...----------------...