Di balik suami yang sibuk mencari nafkah, ada istri tak tahu diri yang justru asyik selingkuh dengan alasan kesepian—kurang perhatian.
Sementara di balik istri patuh, ada suami tak tahu diri yang asyik selingkuh, dan mendapat dukungan penuh keluarganya, hanya karena selingkuhannya kaya raya!
Berawal dari Akbar mengaku diPHK hingga tak bisa memberi uang sepeser pun. Namun, Akbar justru jadi makin rapi, necis, bahkan wangi. Alih-alih mencari kerja seperti pamitnya, Arini justru menemukan Akbar ngamar bareng Killa—wanita seksi, dan tak lain istri Ardhan, bos Arini!
“Enggak usah bingung apalagi buang-buang energi, Rin. Kalau mereka saja bisa selingkuh, kenapa kita enggak? Ayo, kamu selingkuh sama saya. Saya bersumpah akan memperlakukan kamu seperti ratu, biar suami kamu nangis darah!” ucap Ardhan kepada Arini. Mereka sama-sama menyaksikan perselingkuhan pasangan mereka.
“Kenapa hanya selingkuh? Kenapa Pak Ardhan enggak langsung nikahin saya saja?” balas Arini sangat serius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Satu Frekuensi
“Kenapa Pak Ardhan, ... tahu ... suami saya?” Arini berusaha menguasai dirinya.
Dalam hatinya, Arini meyakinkan dirinya. Bahwa dirinya tidak perlu takut, meski yang tengah ia hadapi merupakan bos besar di perusahaan bulu mata sekaligus rambut palsu dirinya bekerja. Terlebih yang bosnya singgung Akbar, bukan pekerjaan Arini yang seharian ini sangat bar-bar.
“Bisa jadi, mas Akbar malah mau dikasih pekerjaan. Soalnya yang lain kompak bilang, bahwa atasan puas dengan pekerjaanku yang katanya rapi, bersih, cekatan,” pikir Arini.
Namun ketika seorang Ardhan dengan enteng berkata, “Karena selama tiga bulan terakhir, dia bekerja menjadi sopir pribadi istri saya!”
Detik itu juga kehidupan seorang Arini menjadi tidak baik-baik saja.
“Hah?!” Untuk sejenak, otak Arini tidak bisa bekerja.
Dunia Arini menjadi hening. Sementara ember berisi perlengkapan bersih-bersihnya yang ia jatuhkan begitu saja. Meski tak berselang lama kemudian, benak Arini justru menjadi dipenuhi tanya. Kenapa, Ardhan mengatakan bahwa selama tiga bulan terakhir, Akbar bekerja menjadi sopir pribadi istri Ardhan? Sementara selama itu juga, Akbar mengaku di—PHK dan hanya sibuk mencari kerja? Jangankan memberi uang, sekadar beli rokok saja, Akbar minta ke Arini. Namun, masa iya sekelas Akbar yang notabene bos besar, bohong? Sekadar mau mengajaknya mengobrol saja, sudah bisa menjadi bagian dari keajaiban dunia.
“Terus, kalau memang selama tiga bulan ini sebenarnya mas Akbar kerja, gajinya ke mana? Apa gajinya habis buat bayar atau nyicil sesuatu yang sengaja enggak dikabarkan ke aku?
Sebenarnya, bukan hanya Arini yang kaget. Karena Ardhan juga merasakannya. Bedanya, alasan Ardhan kaget justru karena jeritan refleks dari Arini yang terlalu syok. Selain ember berisi perlengkapan ‘perang’ Arini yang menjatuhi kedua kakinya.
“Kelakuanmu! Cepat singkirkan ember perang kamu dari kakiku. Aduh ... itu ada apanya, sih? Batu? Kamu taruh batu di ember bersih-bersih kamu?” keluh Ardan dan sukses membuat Arini sigap mengatasinya.
Sekitar tiga puluh menit kemudian, Arini sudah duduk di sebuah sedan mewah warna hitam. Penuh ketegangan, Arini duduk si sebelah sopir sambil terus menunduk. Sementara di belakang sang sopir, di sana Ardhan yang tak lagi memakai jas abu-abu. Ardhan yang masih menyikapi keadaan dengan dingin, meraih sebuah map berwarna biru dari tas kerja di sebelahnya.
“Rin, ... hadap ke belakang dan ambil ini,” ucap Ardhan cuek.
“Setelah memastikan benar tidaknya aku istri mas Akbar, eh ini aku mendadak disuruh ikut mobil mewah pak Ardhan,” batin Arini kebingungan. Sebab walau sudah naik mobil mewah Ardhan selama sepuluh menit lamanya, Arini belum diberi kepastian ke mana merek akan pergi.
“Jangan-jangan aku mau dimutilasi? Terus dagingnya buat makan dogy? Soalnya kan tadi pak Ar cuma bilang, mas Akbar bekerja sebagai sopir pribadi ibu Killa, istri pak Ardhan, selama tiga bulan terakhir. Pak Ar beneran enggak jelasin apa-apa lagi. Termasuk mengenai alasannya bawa aku pergi, ... Pak Ar sama sekali enggak menyinggungnya," pikir Arini. “Namun kalau iya, kenapa aku dikasih map gini, mirip anak sekolah? Terus, Pak Ar juga ... melarang aku membukanya sebelum kami sampai di lokasi tujuan. Duh, makin penasaran. Jangan-jangan, dalam map ini isinya berkas yang harus aku tanda tangani karena ginjal dan organ dalamku yang lain, bakalan diambil?” Sampai detik ini, Arini masih sibuk merenung. Ia tak hentinya bertanya dalam hati sekaligus diamnya.
Jika wanita lain akan baper gara-gara diajak naik mobil bagus oleh bos besar. Tidak dengan Arini. Arini yang memang tipikal realistis justru takut. Alih-alih diajak jalan bahkan kencan ‘remang-remang’, dirinya justru dibunuh, atau malah untuk ‘banten’ alias calon tumbal.
Di tengah keheningan, ponsel Arini berdering singkat. Penuh hati-hati, Arini memastikannya. Dering tadi merupakan dering pesan singkat. Arini mengeluarkan ponselnya dari saku sisi kanan celana seragam panjang warna hitamnya. Seperti dugaan Arini, dering tadi dan ada beberapa merupakan pesan balasan dari Tejo sang sahabat.
Tejo : Rin ... mertua, ipar, sama suami kamu lagi makan anak!
Tejo : Anak
Tejo : Eeek
Tejo : Anying, typo
Tejo : ENAK!!
Tejo : Ya Allah, ngetik WA saja sesulit ini. Efek enggak pernah makan bangku pemerintah kayake 😪
Tejo : Tapi Rin, ... mereka makan enaknya di restoran gede Rin. Kalau kita ikut masuk, kayaknya kita bakalan dikira pengemis 😭😭😭. Mertua sama ipar kamu saja norak banget tadi, Rin. Pintu restorannya kan modelan kaca yang muter-muter, Rin. Nah, tuh dua orang malah muter mulu enggak bisa keluar. Aku lihatnya ya ikut bengek Rin. Nanti aku kirimi vidio-nya ya, biar kamu ikut bengek efek lihat alarm kamu norak abiez!
Tejo : Eh, Rin ... mereka enggak hanya bertiga. Mereka bareng wanita seksi dan ipar sama mertua kamu panggil dia, ibu Killa. Aku sih, merasa enggak asing ke tuh wanita. Mirip menantunya yang punya klinik dekat kecamatan Rin.
Setelah membaca pesan Tejo yang bisa dibuat cerpen saking hebohnya, Arini mulai menemukan titik terang. Sebab informasi dari Tejo menegaskan, bahwa kabar dari Ardhan benar. Selama tiga bulan terakhir, Akbar bekerja menjadi sopir pribadi Killa, istri Ardhan. Yang mana orang tua Ardhan memang memiliki klinik besar dan lokasinya ada di dekat kecamatan mereka tinggal.
Tejo : Rin ....
Tejo : Tangan suamimu ngelus-elus paha mulus si Killa
Pesan lanjutan dari Tejo barusan sukses membuat dada Arini bergemuruh parah. Selain juga terasa panas, di sana juga seolah ada yang meledak. Apalagi setelah kabar dari Tejo, disertai bukti video.
“Demit! Bajingan! Mati kalian!” batin Arini benar-benar tidak terima. Kedua tangannya mengepal kencang. Lebih parah lagi karena dari belakangnya, sang bos mengatakan perselingkuhan pasangan mereka.
“Suami kamu selingkuh dengan istri saya.” Ardhan mempertegas. “Saya tidak bermaksud mengusik rumah tangga kalian, tapi kamu harus tahu karena hubungan mereka sudah sangat jauh!”
“Sejauh apa? Kenapa Pak Ardhan tidak memberi mereka pelajaran saja? Pak Ardhan bisa menggunakan uang sekaligus kekuasaan yang Pak Ardhan miliki untuk membalas mereka. Jika mereka tidak diterima di rumah sakit, pemakaman di negara ini masih luas. Atau kalau tidak, ... saya juga ikhlas menggali pekarangan jatah warisan saya, untuk dijadikan makam mereka!” tegas Arini tanpa sedikit pun keraguan.
“Eh, aku pikir dia bakalan nangis-nangis dan drama. Lah kok, ... semangat empat lima buat balas dendam. Wah ... wah, wah ... ternyata aku punya sekutu yang satu frekuensi dengan aku!” batin Ardhan yang kemudian berdeham.
ayo up lagi
batal nikah wweeiii...
orang keq mereka tak perlu d'tangisi... kuy lah kalean menikah.. 🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣