NovelToon NovelToon
Gelapnya Jakarta

Gelapnya Jakarta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Sistem / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Preman
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Raka, seorang pemuda 24 tahun dari kota kecil di Sumatera, datang ke Jakarta dengan satu tujuan, mengubah nasib keluarganya yang terlilit utang. Dengan bekal ijazah SMA dan mimpi besar, ia yakin Jakarta adalah jawabannya. Namun, Jakarta bukan hanya kota penuh peluang, tapi juga ladang jebakan yang bisa menghancurkan siapa saja yang lengah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 langkah Awal di Jalur Baru

Pagi itu, suasana proyek di Tanah Abang terasa lebih padat dari biasanya. Material baru datang, pekerja hilir mudik membawa peralatan, dan suara mesin memenuhi udara. Di tengah kesibukan itu, Raka berdiri dengan clipboard di tangan, mencoba menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai asisten pengawas.

Pak Hasan, seperti biasa, sudah memulai briefing pagi dengan nada tegas. Kini, Raka berdiri di barisan depan, bersama tim inti yang mengawasi pekerjaan. Meski ini adalah hari pertamanya menjalani tanggung jawab baru, ia sudah merasakan beratnya tekanan. Sebagai asisten pengawas, ia harus memastikan semua berjalan sesuai jadwal dan standar keselamatan, sesuatu yang dulu hanya ia saksikan dari kejauhan.

“Raka,” panggil Pak Hasan setelah briefing selesai. “Pastikan tim pemasangan baja di sektor tiga mulai kerja sesuai jadwal. Kalau ada kendala, lapor langsung ke saya.”

Raka mengangguk, meskipun hatinya sedikit gugup. Ini adalah tugas nyata pertamanya dalam peran ini. Ia berjalan menuju sektor tiga, di mana tim pemasangan baja sudah bersiap-siap.

“Pagi, teman-teman,” sapa Raka, mencoba terdengar percaya diri meski suaranya agak goyah. “Kita mulai pemasangan sesuai rencana ya. Pastikan semua alat sudah dicek dan jalur kerja aman.”

Beberapa pekerja mengangguk, sementara yang lain hanya melanjutkan pekerjaan mereka tanpa menoleh. Raka tahu, mendapatkan kepercayaan dari tim ini tidak akan mudah. Bagaimanapun, ia masih dianggap “anak baru” di posisi ini.

**Kekacauan Tak Terduga**

Satu jam berlalu, dan pemasangan baja berjalan cukup lancar. Namun, ketika tim hendak memindahkan kerangka baja besar menggunakan crane, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Tali pengikat kerangka tiba-tiba kendur, membuat kerangka itu bergoyang tidak stabil di udara.

“Berhenti! Hentikan crane-nya!” teriak Raka dengan panik.

Operator crane langsung menghentikan mesin, tetapi kerangka baja itu sudah mulai berayun perlahan. Salah satu pekerja yang berdiri terlalu dekat hampir terkena ujung kerangka yang meluncur ke arah bawah. Semua orang di sekitar terdiam, menahan napas.

Raka segera berlari ke arah pekerja itu. “Kamu nggak apa-apa?” tanyanya sambil memeriksa kondisi orang itu.

“Gue nggak apa-apa, tapi tali pengikatnya harus diganti,” jawab pekerja itu, masih terlihat kaget.

Raka segera menghubungi bagian logistik melalui walkie-talkie, meminta tali pengganti yang lebih kuat. Ia juga menginstruksikan tim untuk mundur sementara sampai situasi lebih aman.

Pak Hasan, yang kebetulan berada di lokasi lain, datang setelah mendengar laporan insiden itu. “Apa yang terjadi di sini?” tanyanya dengan nada tajam.

“Tali pengikat kerangka baja kendur, Pak,” jawab Raka. “Saya sudah minta penggantian tali dan menghentikan sementara pekerjaan di sektor ini.”

Pak Hasan menatap Raka sejenak, kemudian mengangguk. “Bagus. Selalu utamakan keselamatan. Tapi pastikan insiden seperti ini tidak terulang lagi. Kalau perlu, cek ulang semua alat sebelum mulai.”

Raka mengangguk. Meski hatinya masih berdegup kencang, ia merasa sedikit lega. Insiden itu tidak hanya menguji ketenangannya, tetapi juga membuktikan bahwa ia mampu mengambil keputusan cepat di bawah tekanan.

**Mencari Ritme Baru**

Seiring berjalannya hari, Raka mulai terbiasa dengan rutinitas barunya. Ia lebih banyak berinteraksi dengan tim teknis dan belajar memahami aspek manajemen proyek yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan. Namun, ia juga menyadari bahwa tanggung jawab baru ini datang dengan tantangan yang lebih besar.

Dimas, yang kini bekerja sebagai anggota tim teknis, sering mengolok-olok Raka setiap kali mereka bertemu.

“Liat nih, anak muda yang sekarang udah jadi bos kecil,” kata Dimas sambil tersenyum. “Gimana rasanya, bro? Udah mulai stres belum?”

Raka tertawa kecil. “Capek sih, Dim. Tapi gue ngerasa gue belajar banyak. Lo sendiri gimana? Masih betah di lapangan?”

“Betah banget. Gue mah belum cocok jadi kayak lo, ngurusin laporan atau ngecek ini itu. Gue lebih suka kotor-kotoran di sini.”

Percakapan sederhana itu membuat Raka merenung. Ia merindukan masa-masa ketika ia hanya fokus pada pekerjaan teknis tanpa harus memikirkan jadwal atau laporan. Namun, ia tahu bahwa langkah ini adalah bagian penting dari perjalanan kariernya.

**Pelajaran dari Pak Hasan**

Sore itu, setelah semua pekerjaan selesai, Pak Hasan mengajak Raka duduk bersama di kantor kecil mereka.

“Raka,” kata Pak Hasan sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. “Kamu sudah melewati hari yang berat hari ini. Tapi kamu tahu, inilah dunia kita. Di sini, setiap detik adalah ujian.”

Raka mendengarkan dengan saksama. Ia belum pernah melihat sisi lebih santai dari Pak Hasan.

“Sebagai pengawas, kamu bukan cuma memastikan pekerjaan selesai,” lanjutnya. “Kamu juga bertanggung jawab atas keselamatan orang-orang di sini. Satu kesalahan kecil bisa jadi bencana besar. Makanya, selalu berpikir beberapa langkah ke depan.”

Raka mengangguk. Kata-kata itu membuatnya sadar bahwa tanggung jawabnya jauh lebih besar daripada yang ia bayangkan sebelumnya.

**Refleksi di Malam Hari**

Malam itu, Raka kembali ke kosannya dengan tubuh yang lelah. Ia menatap langit dari jendela kecil, memikirkan semua yang telah ia lewati hari ini. Meski hari pertamanya sebagai asisten pengawas dipenuhi dengan tekanan dan insiden, ia merasa bangga pada dirinya sendiri.

“Jakarta memang nggak pernah kasih apa-apa dengan mudah,” gumamnya pelan. “Tapi gue nggak akan berhenti di sini.”

Di luar sana, lampu-lampu kota masih berkilauan, seperti mimpi-mimpi yang tak pernah padam. Dan di dalam kamar kecilnya, Raka memejamkan mata dengan keyakinan baru. Ia tahu bahwa jalan yang ia pilih ini tidak mudah, tetapi ia juga tahu bahwa ia semakin dekat dengan tujuan yang ia impikan.

**Langkah Awal di Jalur Baru**

Keputusan Raka untuk menerima posisi baru memang bukan keputusan yang mudah, tetapi semakin hari, ia semakin merasakan tantangan yang datang bersamanya. Di tengah proyek Tanah Abang yang terus berjalan, setiap langkah baru terasa semakin berat, tetapi juga semakin memantapkan dirinya.

Setiap hari, ia dihadapkan pada masalah yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Selain mengawasi jalannya pekerjaan, ia juga harus menjaga komunikasi antara tim lapangan dan manajer proyek. Kadang, perbedaan pemahaman antara keduanya membuat situasi semakin rumit.

Pada suatu sore, ketika Raka tengah mengumpulkan laporan dari tim pemasangan kaca, salah seorang pekerja datang terburu-buru menghampirinya.

“Bang Raka! Ada masalah di lantai 12! Kita butuh bantuan!”

Raka segera berlari ke lift, merasa ada yang tidak beres. Sesampainya di lantai 12, ia melihat ada beberapa pekerja yang tampak kebingungan. Salah satu pekerja lainnya sedang berusaha menenangkan situasi.

“Kerangka baja yang harus dipasang tadi nggak pas, Bang,” jelas salah seorang pekerja. “Tali pengikatnya nggak cukup kuat. Kalau dipaksakan, bisa bahaya.”

Raka menghela napas panjang. Ia memeriksa kerangka baja yang dimaksud dan segera menghubungi bagian logistik untuk mendatangkan material tambahan. Situasi ini sangat krusial, karena jika tidak segera diatasi, tidak hanya pekerjaan yang tertunda, tetapi keselamatan para pekerja juga terancam.

“Jangan panik. Saya sudah kontak bagian logistik. Semuanya akan segera dibereskan. Sementara itu, kalian mundur dulu dari area ini, biar aman,” perintah Raka dengan suara tegas.

Pekerja-pekerja itu mengangguk dan segera mundur. Raka berdiri di tempat itu, memandangi kerangka baja yang masih tergantung, merasa beban tanggung jawab semakin berat di pundaknya.

**Menghadapi Tekanan Lebih Besar**

Hari demi hari berlalu, dan semakin banyak tantangan yang datang. Raka mulai merasakan bahwa jabatan barunya bukan hanya tentang memerintah dan mengawasi, tetapi juga tentang menyelesaikan masalah yang datang tak terduga. Setiap keputusan yang ia buat memiliki dampak besar pada jalannya proyek.

Bahkan, terkadang ia merasa bahwa ia lebih banyak menghabiskan waktu untuk berurusan dengan masalah yang lebih besar daripada menyelesaikan pekerjaan sehari-hari.

Namun, ada satu kejadian yang benar-benar menguji kesabarannya.

Suatu pagi, saat ia sedang mengecek progres pekerjaan di lapangan, ia mendengar kabar bahwa salah satu tim pemasangan bahan bangunan mengalami kecelakaan ringan. Salah satu pekerja terjatuh dari ketinggian, meskipun tidak parah. Kejadian ini membuat suasana menjadi sangat tegang.

“Raka, cepat ke sana!” teriak Pak Hasan yang sudah menunggu di tempat kejadian. “Kita harus tangani ini dengan hati-hati.”

Raka segera berlari ke lokasi kecelakaan.

Ternyata, pekerja yang jatuh itu hanya mengalami luka lecet di tangan, tetapi keadaan mentalnya terguncang. Beberapa rekan lainnya tampak cemas, sementara Pak Hasan mulai berbicara dengan kepala tim untuk mengetahui penyebab kejadian.

Setelah memastikan bahwa pekerja tersebut baik-baik saja dan hanya memerlukan perawatan medis, Raka duduk di samping Pak Hasan. “Pak, kita harus lebih ketat dalam hal keselamatan. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi.”

Pak Hasan mengangguk. “Benar, Raka. Keselamatan itu nomor satu. Tapi ingat, kamu juga harus tegas dengan tim. Kalau ada yang melanggar prosedur, jangan ragu untuk menegur.”

Raka merenung mendengar kata-kata Pak Hasan. Dalam beberapa bulan terakhir, ia memang mulai belajar untuk lebih tegas, tetapi terkadang rasa takut akan membuatnya terlihat keras di mata rekan-rekannya. Ia berusaha seimbang, menjaga sikap agar tetap profesional, namun tidak kehilangan sisi kemanusiaan.

**Refleksi di Tengah Kesibukan**

Beberapa minggu setelah kejadian itu, Raka mulai lebih percaya diri dalam menjalankan perannya. Ia berusaha lebih matang dalam mengambil keputusan, meskipun tekanan dari segala sisi sering kali membuatnya merasa seperti berada di ujung jurang. Ia mulai belajar untuk tidak ragu dalam membuat pilihan, apalagi ketika keselamatan pekerja menjadi taruhan.

Namun, di tengah kesibukannya, Raka merasa bahwa ada sesuatu yang hilang—sesuatu yang ia lupakan. Waktu untuk dirinya sendiri. Ia terlalu tenggelam dalam pekerjaan sehingga melupakan untuk merawat dirinya. Dalam beberapa minggu terakhir, ia merasa sangat kelelahan. Kadang-kadang, bahkan saat tidur, ia terbangun karena memikirkan pekerjaan yang belum selesai.

Di satu sore yang agak sepi, Raka akhirnya menyadari bahwa ia harus memberi ruang untuk dirinya sendiri. Ia harus kembali meresapi hidup di luar pekerjaan. Sebuah keputusan untuk lebih menikmati waktu luangnya, meskipun dalam sekejap mata segala sesuatu bisa berubah di proyek besar ini.

Setelah selesai bertugas, Raka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kawasan Tanah Abang. Di tengah kesibukan kota, ia berhenti sejenak di sebuah warung kopi kecil, menikmati secangkir kopi panas sambil memandang orang-orang yang berlalu-lalang.

“Ada kalanya kita harus berhenti sejenak, kan?” pikirnya, sambil tersenyum kecil. Ia tahu, hidup ini bukan hanya soal pekerjaan dan tanggung jawab. Terkadang, untuk bisa melangkah lebih jauh, kita perlu memberi waktu untuk berhenti dan beristirahat.

**Melangkah Maju dengan Kepercayaan Baru**

Sambil menikmati kopinya, Raka mulai merencanakan langkah selanjutnya. Jakarta memang keras, tetapi setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh. Ia tahu, kedepannya ia masih harus melalui banyak hal yang lebih sulit. Namun, ia kini percaya bahwa dirinya sudah lebih siap.

“Besok adalah hari baru,” katanya dalam hati, menyadari bahwa setiap hari adalah peluang untuk belajar dan berkembang. Dengan tekad baru, Raka tahu bahwa ia akan menghadapi semua rintangan yang ada, dengan kepala tegak.

Di tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tak pernah tidur, ia merasa sedikit lebih tenang. Hari-hari keras akan datang, tapi ia yakin, dengan setiap langkah yang ia ambil, ia akan semakin dekat dengan impian yang selama ini ia perjuangkan.

1
🌜💖Wanda💕🌛
Luar biasa
meris dawati Sihombing
Kereta Api Sumatera tujuan Jakarta dah ada gt?
Kardi Kardi
good workssss
Aditya Ramdhan22
lanjutkan suhu
Irhamul Fikri
kenapa bisa kesel kak
ig : mcg_me
gw pernah hidup kayak gini di bawah orang, yg anehnya dlu gw malah bangga.
hadeh hadeh, kesal banget klo inget peristiwa pd wktu itu :)
ig : mcg_me
semangat Arka
Irhamul Fikri: wah pastinya dong, nanti di bagian ke 2 lebih seru lagi kak
total 1 replies
Aditya Ramdhan22
wow mantap suhu,lanjutkan huu thor
Irhamul Fikri: jangan lupa follow
Irhamul Fikri: siap abngku
total 2 replies
Putri Yais
Ceritanya ringan dengan bahasa yang mudah dipahami.
Irhamul Fikri: jangan lupa follow
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 2 replies
Aditya Warman
berbelit belit ceritanya
Aditya Warman
Tolong dong tor,jangan mengulang ngulang kalimat yg itu² aja ..boring bacanya...jakarta memang keras...jakarta memang keras...
Heulwen
Dapat pelajaran berharga. 🧐
Uchiha Itachi
Bikin saya penasaran terus
Zuzaki Noroga
Jadi nagih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!