Terdengar suara 'sah' menyeruak ke dalam gendang telinga, seolah menyadarkan aku untuk kembali ke dunia nyata.
Hari ini, aku sah dipersunting oleh seorang Aleandro. Pria dingin dengan sejuta pesona. Pria beristri yang dengan sengaja menjadikan aku sebagai istri kedua.
Istri pertamanya, Michelle bahkan tersenyum manis dan langsung memelukku.
Aneh, kenapa tidak terbersit rasa cemburu di hatinya? Aku kan madunya?
Tanya itu hanya tersimpan dalam hatiku tanpa terucap sepatahpun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyalahgunaan
"Sayang, aku berangkat dulu," bisik Aleandro buru-buru sambil mencium kening sang istri. Dia sengaja tidak membangunkan Andine yang terlihat letih, apalagi ditambah dengan perut yang besar karena kehamilan.
Semalaman Andine tak bisa tidur nyenyak, karena posisi apapun tak membuatnya nyaman. Andine baru terlelap menjelang pagi.
Andine perlahan membuka mata.
"Ini jam berapa sayang?" ciuman kening dari Aleandro membangunkan sang istri.
"Jam delapan sayang. Kalau capek tiduran aja gih. Ntar sarapannya biar dianterin bibi ke sini," ucap Aleandro.
"Kok pagi berangkatnya?" telisik Andine.
"Iya, tadi pagi Martin nelpon. Dan ada yang harus aku selesaikan langsung," jelas Aleandro membuat Andine mengerti.
"Oke, hati-hati di jalan. Oh ya sayang, bolehkah aku jalan-jalan abis ini?"
"Kalau letih istirahat aja. Nggak usah dipaksakan," sambut Aleandro hangat. Aleandro biasanya menemani saat Andine jalan pagi, tapi kali ini dia diharuskan pergi dan sudah ada sopir menunggu di depan mansion.
"Oke sayang," tukas Andine menurut apa kata suami.
"Good girl, i love you," Aleandro mengusap puncak kepala Andine tanda sayang.
"Love you more," sambut Andine.
Aleandro melangkah pergi terburu.
'Ada apa dengan suamiku? Apa ada masalah di kantor?' gumam Andine kepikiran.
Tak ingin bermalasan, Andine bangun perlahan. Sejak hamil tua begini, Andine sering-sering ke kamar mandi. Kata dokter sih hal biasa pada ibu akhir kehamilan begini alias trimester tiga, karena bagian terendah janin mulai masuk ke rongga panggul. Jadi Andine tenang saja.
"Makasih telah hadir di kehidupan bunda, sehat-sehat ya nak," Andine mengelus perutnya yang membuncit.
Tak menyangka alur hidupku begini. Dari awal menjadi pejuang rupiah demi biaya pengobatan ibu, kemudian menjadi istri kedua dan kini hidup bahagia bersama dengan sang suami tercinta. Batin Andine.
"Makasih Tuhan atas semua anugrah terindah yang Engkau berikan," Andine tak lupa selalu bersyukur.
'Apa kabar kak Michelle? Apa dia juga bahagia setelah berpisah dengan suamiku,' batin Andine.
Meski kini bahagia, masih ada satu yang mengganjal di benak Andine. Dia tak ingin dicap bahagia atas penderitaan orang lain.
Meski Aleandro beberapa kali menasehati, tapi rasa itu tetap ada dalam diri Andine.
.
"Nadia, panggil Martin segera!" kata Aleandro sesaat setelah keluar dari lift.
Nadia mengangguk hormat, "Baik tuan,"
Aleandro sengaja datang pagi, karena perusahaan X membuat ulah setelah perusahaan milik Aleandro menyetujui kerjasama.
Tok...tok...
"Masuklah Martin!" perintah Aleandro tanpa melihat siapa yang datang karena yakin jika Martin lah yang mengetuk pintu.
"Hai Ale," sapa seorang wanita sok genit.
Aleandro mendongak untuk memastikan siapa yang datang.
"Issshhhh... Kenapa ada hantu gentayangan di ruanganku?" desis kesal Aleandro.
"Nadia, usir dia dari ruanganku!" teriak Aleandro pada sekretarisnya.
"Hei, aku ke sini mau tagih janji kamu Ale. Kenapa kerjasama dengan perusahaanku tidak segera kamu tandatangani hah?" seru Rena.
"Bukankah draft kerjasama sudah ditolak sedari awal Nona. Sebelum membuat tuan muda marah, sebaiknya anda segera pergi. Pintu keluar di sebelah sana," tandas Martin dengan sopan. Aleandro malas tak mau menjawab.
"Ini kedua kalinya aku diusir oleh anak buah kamu Ale. Kamu tahu bukan perusahaanku hampir kolaps, kenapa kamu tak mau membantuku?" bicara Rena ditujukan ke Aleandro.
"Itu bukan urusan kami Nona. Cari saja perusahaan yang sekiranya minat dengan perusahaan anda. Tapi tentu saja bukan perusahaan ini," imbuh Martin.
"Sombong sekali anda. Tunggu saja, aku orang pertama yang menunggu kehancuran kalian," kata Rena kecewa dan segera keluar dari ruangan Aleandro.
"Nad, besok lagi jangan biarkan wanita itu nyelonong masuk ke perusahaan apalagi ruangan tuan muda," kata Martin mengingatkan. Nadia mengangguk takut.
"Duduklah!" perintah Aleandro buat Martin.
Martin duduk di depan Aleandro, dan Nadia segera keluar tak lupa menutup pintu ruangan CEO.
"Tuan, apa anda ingat saat menyuruh saya dan Nadia pergi rapat mewakili tuan waktu itu?" kata Martin memulai pembicaraan serius.
"Hhmmm,"
"Saat itu saya juga menelpon anda untuk meminta persetujuan kerjasama," ulas Martin.
"Langsung ke intinya," pinta Aleandro.
"Perusahaan itu terindikasi memanipulatif modal yang telah kita berikan ke mereka. Tapi mereka membuatnya rapih sekali, sehingga luput dari pengawasan saya. Maafkan saya yang tak teliti tuan," jelas Martin sekaligus merasa bersalah.
"Baru berapa hari sudah ada laporan modelan begini. Untuk menebus kesalahan kamu, maka sebulan ini tak ada libur " Aleandro menyandarkan kepala nya di sandaran kursi.
Setengah kesal Martin menanggapi. Membayangkan tak ada libur sebulan. Tapi rasa bersalah membuat Martin tak berani menyanggah karena uang yang Aleandro gelontorkan cukup besar untuk perusahaan X. Aleandro percaya karena telah lama menjalin kerjasama dengan perusahaan itu.
"Apa ada yang rese?" telisik Aleandro.
"Siapa yang berani menggangguku Martin?"
"Hubungi pihak sana! Aku ingin mengadakan rapat saat ini juga," tegas Aleandro tak mau menunda lagi. Semua problem harus segera diselesaikan.
"Sebaiknya kita langsung ke sana saja tuan, biar kita tahu situasi yang sebenarnya," saran Martin.
Dengan menghubungi dulu tak menutup kemungkinan pihak mereka akan bersiap terlebih dahulu sebelum Aleandro dan Martin datang.
"Betul apa kata kamu," setuju Aleandro.
Keduanya berjalan beriringan menuju basement perusahaan.
Dua laki-laki yang sama-sama tampan dengan sejuta pesona. Meski hanya wajah dingin nan datar nampak di wajah, tak ada karyawan wanita yang tak tertarik pada keduanya.
Ponsel Aleandro berdering, saat Aleandro masuk mobil.
"Jerome?" gumam Aleandro.
"Ada apa tuan muda?" tanya Martin yang berada di balik kemudi.
"Tumben Jerome telpon pagi-pagi. Tak ada kerjaan apa, mau kupecat dia," tukas Aleandro sambil menggeser ikon telpon berwarna hijau di layar.
"Halo," celetuk Aleandro menyapa.
"Apa kamu ingin pergi ke perusahaan X?" tanya Jerome di ujung telpon.
Dahi Aleandro berkerut.
"Kok Jerome tahu?" sela Martin, dan Aleandro mengedikkan bahu tanda dia juga tak tahu apa-apa.
"Tunda ke sananya," cegah Jerome.
"Ada apa? Katakan Jerome," suruh Aleandro.
"Kita ketemu di resto dekat stasiun. Matikan ponsel kalian, aku takut ada something wrong," jelas Jerome.
"Dan kau Martin, waspadalah. Bawa mobil lain, jangan pake punya Aleandro" ucap Jerome serius.
"Nggak usah main teka teki Jerome, bilang saja sekarang," seru Aleandro.
"No, akan sangat bahaya jika kulakukan itu. Ikut saja apa kataku sekarang Ale," saran Jerome.
Aleandro dan Martin melakukan apa yang diminta Jerome dengan mematikan ponsel masing-masing dan juga beralih mobil.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Jika masih banyak typo bertebaran, harap maklumin yaahhh... Author hanya ingin kasih yang terbaik buat kalian.
Kalau dirasa ceritanya tak menarik, boleh kok langsung skip. Tapi jangan tinggalin jejak bintang di bawah lima ya, apalagi cuman bintang satu. Author jadi sedih... Hiks...
Semangat menuju episode empat puluh, semoga retensi tetap baik dan dapat episode terbaik pula.
Aduh senangnya
yup perlu banget Andien diperkenalkan