Season 2 dari novel yang berjudul Dia Suamiku
Setelah 7 tahun berpisah, Mila kembali bertemu dengan mantan suaminya. Perpisahan mereka yang terpaksa oleh keadaan, membuat cinta dihati mereka tak pernah padam meski Elgar telah berstatus sebagai suami orang.
Akankan mereka kembali memperjuangkan cinta mereka demi sang buah hati?
Cerita itu adalah S2 dari novel yang berjudul DIA SUAMIKU.
Untuk lebih jelasnya, silakan baca S1 nya dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DMS 9
Pagi pagi sekali, Mila sudah bersiap siap untuk melamar kerja di SE Corp. Tujuh tahun tinggal di Singapura, membuatnya tak hafal jalanan disini. Berbekal share loc dari Billi, dia melajukan mobil menuju lokasi yang ditunjuk di map.
Seperti yang dikatakan Billy, gedung SE Corp yang paling megah diantara lainnya. Mila membelokkan mobilnya kesana dan langsung menuju tempat parkir. Sebelum turun, dia memastikan kembali penampilannya. Setelah meraya yakin, dia turun dan langsung kebagian resepsionis.
Mila diarahkan ke bagian HRD. Ternyata tak hanya dia seorang, ada beberapa orang lain yang ternyata juga melamar.
Meskipun sudah punya pengalaman keberja diperusahaan besar, tetap saja Mila masih merasa nerveous.
Setelah cukup lama menunggu, tiba juga gilirannya.
Beruntung semalam Billy datang dan memberitahunya apa saja yang biasa ditanyakan saat interview. Dia juga menceritakan pengalamannya dulu. Berbekal semua itu, Mila sedikit yakin akan lulus interview.
"Selamat saudari Karmila, anda diterima bekerja disini."
Mila bernafas lega mendengarnya.
"Terimaksih." Ucap Mila sersya berdiri dan menyalami staf HRD tersebut. Setelah menyampaikan itu, staf HRD memberikannya surat perjanjian kerja yang harus di pelajari lalu tanda tangani.
Setelah membacanya sekali dan merasa sesuai, Mila segera menandatanganinya.
"Besok anda sudah bisa mulai bekerja."
Mila mengangguk sopan meski rasanya keberatan jika besok harus bekerja. Karena besok, hari ayah, dia ingin ikut kesekolah Saga. Tapi sebagai karyawan yang baru diterima, rasanya tak pantas jika mengundur hari pertama kerja.
Mila keluar dia ruangan HRD dengan perasaan lega. Prosesnya begitu cepat. Kadang ada perusahaan yang harus menunggu dulu untuk dihubungi. Tapi ini, Mila langsung diterima karena menurut mereka, dia sesuai dengan kualifikasi yang mereka cari.
Apapun itu, Mila sangat bersyukur karena bisa diterima diperusahaan sebesar SE Corp.
Mila melihat ponselnya, ada beberapa pesan dari Billi. Pria itu sepertinya begitu penasaran dengan hasil interview Mila.
Dengan senyum mengembang, Mila mengabarkan keberhasilannya pada Billi melalului chat.
Tak perlu menunggu lama, chat Mila langsung centang dua biru. Dan sesaat kemudian, ada telepon masuk dari Billi.
"Dimana sekarang? udah pulang belum?" Tanya Billi.
"Belum."
"Jangan pulang dulu, tunggu aku sebentar. Traktir aku makan siang sebagai ucapan terimakasih."
Mila terkekeh mendengarnya. Tetangganya yang satu itu memang selalu didepan jika urusan makan gratis.
"Jadi info lowongan kerja ini tidak gratis?" Ledek Mila.
"Tidak ada yang gratis didunia ini Nona." Sahut Billy lalu mematikan sambungan telepon. Mungkin dia ingin cepat cepat menyelesaikan pekerjaan sebelum jam istrirahat makan siang.
...----------------...
Mila dan Billy berada disebuah kedai bakso yang tak jauh dari SE corp. Kuliner yang satu itu memang favorit hampir semua orang di Indonesia. Kedai yang lumayan besar itu hampir penuh pengunjung dijam makan siang seperti ini.
"Sekali lagi selamat. Akhirnya kita bisa satu kantor. Kamu tahu gak Mil, kenapa aku seneng banget kamu diterima disana?"
"Kenapa emangnya?" Tanya Mila penasaran.
"Biar pas hujan, aku bisa numpang dimobil kamu. Hehehe." Maklumlah, selama ini Billi mengunakan motor untuk kekantor.
"Ingat, seperti yang kamu bilang tadi, gak ada yang gratis didunia ini." Mila membalikkan ucapan Billi tadi.
"Ya elah senjata makan tuan nih ceritanya."
Mila langsung ketawa mendengarnya. Billi memang pribadi yang humoris, tak heran jika Mila dan Saga bisa cepat akrab denganya.
Sebenarnya ada yang masih mengganjal dipikiran Mila. Apalagi kalau bukan peringatan hari ayah besok. Dia ingin meminta bantuan Billi untuk menemani Saga. Tapi bibirnya masih terasa berat untuk menyampaikan niatannya itu.
"Ada apa Mil?" Tanya Billy yang melihat Mila tampak resah.
"Emm...begini Bil. Besok, kamu bisa cuti setengah hari gak?"
"Kenapa emangnya?" Melihat raut Mila yang tampak serius, Billi menghentikan makannya sesaat.
"Besok ada acara hari ayah disekolah Saga. Kalau kamu gak keberatan, maukah kamu menemani Saga keacara tersebut."
"Maksudnya, aku kamu suruh cosplay jadi bapaknya Saga?" Tanya Billi sambil menunjuk dirinya sendiri. Rasanya dia masih tak percaya kalau Mila menyuruhnya melakukan ini. Apakah ini lampu hijau buatnya jika dia ada peluang untuk mejadi calon ayahnya Saga?
"Gak mau ya, maaf." Mila salah paham dengen ekspresi terkejut Billi.
"Ya elah Mil, jangankan cosplay dadi bapaknya Saga, jadi bapaknya beneran aku juga mau."
Mila seketika tertawa mendengarnya. Baginya sudah biasa Billi bercanda seperti ini. Menurutnya, tak mungkin Billi yang masih muda dan bujang, mau dengan janda anak satu sepertinya.
"Nanti aku coba minta ijin. Semoga saja besok aku dapat ijin setengah hari biar bisa nemenin Saga."
"Makasih ya Bil."
"Terlalu awal buat bilang makasih. Takutnya besok malah gak dapat ijin." Dibagiannya memang agak susah dapat ijin cuti. Apalagi mendadak seperti ini. Tapi ini kesempatan langka, dia tak mungkin menyia-nyiakan begitu saja.
"Mil, aku boleh tanya gak? Tapi gak harus dijawab juga sih?" Tanya Billi ragu ragu.
"Apaan sih?"
"Emm..sebenarnya, ayah kandungnya Saga itu masih hidup atau udah..... meninggal?"
Mendengar pertanyaan itu, mood Mila seketika turun. Dia menghela nafas lalu meletakkan sendok dan garpu yang dia pegang. Melihat itu, seketika Billi merasa bersalah.
"Kalau keberatan, gak usah dijawab gak apa apa." Billi jadi gak enak sendiri. Memang tak seharusnya dia ikut campur urusan Mila. Tapi mendengar cerita Saga yang tak pernah bertemu sekalipun dengan ayah kandungnya, tak pelak membuat Billi penasaran.
"Dia masih hidup."
"Masih hidup." Billi cukup terkejut. Dia pikir, ayah Safa sudah meninggal. "Tapi kenapa Saga gak pernah ketemu ayahnya? Apa mantan suami kamu benar benar udah mencampakkan kalian berdua dan tak mau tahu lagi perihal anaknya?" Aneh saja menurutnya. Mungkin Mila memang mantan istri, tapi Saga tetaplah anaknya. Bagaimana bisa pria itu tak pernah menemui Safa sekalipun?
"Bukan tak mau tahu lagi. Lebih tepatnya, dia tak tahu ada Saga diantara kami."
"Maksudnya?" Billi kian bingung plus penasaran.
"Dia menjatuhkan talak sebelum tahu aku hamil."
"Dan kamu tidak memberitahunya tentang kehamilan kamu?" Billi tampak syok.
"Tidak." Jawab Mila sambil menggeleng lemah.
Bila membuang nafas kasar lalu menyadarkarkan punggungnya di sandaran kursi. Wanita secantik Mila disia siakan, sungguh pria yang bodoh, batinnya.
"Dia pasti seorang bajingan hingga kamu merahasiakan ini semua agar tak lagi berhubungan dengannya." Tebak Billi yang entah kenapa mendadak menjadi geram.
"Dia gak seperti itu. Dia orang baik, hanya saja, jodoh kami hanya sampai disitu saja." Billi makin bingung dibuatnya. Kalau memang dia orang baik, lalu kenapa mereka berpisah?
...----------------...
Aden membatalkan niatnya untuk mengetuk ruangan Elgar. Bisa dia dengar dengan jelas bosnya itu marah marah pada Dina, sekretarisnya. Dengan sabar dia menungu didekat pintu hingga Dina keluar dengan wajah kusut.
"Sabar." Celetuk Aden yang bersandar didinding sebelah pintu.
"Huft." Dina malah membuang nafas kasar sambil memelototinya.
Aden mengelus dada. Niatnya ngasih dukungan, eh malah dipelototin, apes bener. Tak mau pusing karena Dina, Aden mengetuk pintu ruangan Elgar lalu masuk.
"Gimana, udah beres?" Tanya Elgar.
"Sudah Pak. Semua pesanan Bu Dirga sudah saya belikan dan antar langsung ke TK Sinar Mentari. Sesuai permintaan Ibu, saya memilih kualitas yang paling bagus." Jawab Aden sambil berjalan kearah meja Elgar.
Melihat meja Elgar yang awut awutan, tanpa disuruh, Aden langsung merapikannya. Bos nya itu tampak pusing. Menyandarkan punggung di sandaran kursi sambil memijit pilipisnya.
"Bapak sepertinya butuh healing." Celetuk Aden.
"Tidak ada healing dalam kamus hidupku Den. Bagiku, hidup ini hanya untuk kerja dan kerja."
Aden menghela nafas mendengar jawaban bosnya. Sejak di bekerja dengan Elgar, sekalipun pria itu tak pernah minta jadwal cuti. Padahal banyak uang dan punya istri cantik, tak inginkah dia bercuti, jalan jalan kesuatu tempat dengan istrinya? Kenapa hanya kerja dan kerja yang ada dikepalanya. Untuk apa punya uang banyak jika tak tahu cara menikmatinya.
"Kerjaan Dina makin gak bener aja." Ujar Elgar sambil menegakkan kembali badannya lalu meraih sebuah laporan.
"Lihat ini." Dia menyerahkan laporan itu pada Aden. "Dia bukan orang baru, tapi kerjaannya amburadul."
Dulu Dina tak seperti ini. Tapi sejak dia punya anak, jadi sering cuti dengan alasan anak sakit. Pekerjaannya juga jadi sering terbengkalai dan amburadul.
"Apa Bapak tak ingin mengganti Dina dengan yang baru. Saya tadi bertemu Bu Salamah, kepala HRD. Beliau bilang, besok ada 10 orang karyawan baru. Mungkin saja Bapak ingin mengambil salah satu untuk menggantikan Dina?"
"Orang baru artinya mulai dari nol lagi. Takutnya dia malah gak becus. Apalagi kalau belum berpengalaman." Elgar mendesahh pelan.
"Menurut Bu Salamah, salah satu dari mereka, ada yang lulusan luar negeri. Bahkan pernah kerja di perusahaan besar di Singapura. Dia juga masih single. Jadi kemungkinan tak akan direpotkan masalah anak, tak sering cuti seperti Dina."
"Aku sedang tak ingin mengadu nasib. Orang baru belum tentu bagus. Biarlah Dina dulu sementara ini. Oh iya, kamu sudah kosongkan jadwal saya untuk besok pagi hingga jam makan siangkan?"
"Sudah Pak."
"Baguslah kalau begitu." Meskipun enggan pergi, tapi mengecewakan mamanya jelas bukan suatu hal yang bisa dia lakukan. Hanya ke sekolah untuk beberapa jam saja, rasanya tak ada salahnya.