kisah cinta seorang gadis bar-bar yang dilamar seorang ustadz. Masa lalu yang perlahan terkuak dan mengoyak segalanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon uutami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
"Udah, tenang aja, nanti ke warung Madura, ninggal KTP."
"Yah, KTP baru bikin mau ditinggal."
Satu jam perjalanan, akhirnya Adiba dan Yana sampai di desa Pakis.
"Kamu ini terniat banget balikin jaket sampai sini," celetuk Yana.
"Ini nggak cuma balikin jaket Yana, ada misi penting."
"Misi apaan lagi?"
Adiba mengulas senyuman.
*****
Adiba dan Yana bersembunyi dibalik tembok rumah dekat playgrup, dan mengintip ke arah sana. Melihat para bocah-bocah yang bermain bersama, titik pandang Adiba berpusat pada Faraaz.
Terlintas dengan ucapan bundanya jika Faraaz punya trauma, tapi di sini bocah itu terlihat sangat normal.
"Kita ngapain sih, malah ngintipin bocah-bocah main? Ntar disangka mau nyulik kita," gerutu Yana yang bingung dengan Adiba ini. "Ini misi yang kamu maksud? Ngintipin bocah."
"Adiba berdecak, "Enggaklah."
"Lah, terus?"
Di belakang, tiba-tiba Satria muncul dari sebuah bangunan. Tertegun melihat sosok wanita yang ia kenal sedang mengintip di balik tembok. Ia tergerak mendekat, berdiri dibelakang kedua gadis itu dan melihat ke arah yang sama.
"Kalian lihat apa?"
Adiba dan Yana terlonjak kaget, tiba-tiba muncul suara Satria dari belakang.
"Iisshh, mas Satria bikin kaget aja!" omel Adiba menepuk lengan pria berlesung pipi itu.
Satria tersenyum, membuat debaran di dada Adiba tiba-tiba muncul. "Ish apa sih?" Omelnya dalam hati.
"Ada apa kemari?"
Adiba berdeham, entah malah jadi salah tingkah.
"Ini." Seraya mengulurkan kantong berisi jaket Satria.
"Apa ini?" tanya Satria menerima.
"Jaketnya mas Satria, udah di cuci, udah bersih."
"Makasih ya," ucap Satria tersenyum lagi."Ke sini mau balikin jaket?"
"Enggak, ada yang mau Adiba bicarakan."
Akhirnya, satria mengajak Adiba dan Yana pulang. Di teras kedua gadis itu duduk, seraya melihat mengedar di sekitar rumah bergaya joglo itu. Banyak tanaman hias dan beberapa pohon mangga yang membuat semakin teduh dan nyaman, semilir angin menambah syahdu.
Tak lama Satria muncul dari dalam, membawa baki berisi minuman dan kue lumpur.
"Ini kue lumpur bikinan umi," katanya menyimpan di atas meja. Lalu duduk agak jauh.
"Umi ke mana?"
"Umi temani Abah di pasar." Abahnya Satria ini juga seorang pedagang.
"Mas Satria nggak ikut?" Adiba asal tanya saja, sebagai basa-basi.
Satria terkekeh, "Kenapa mas harus ikut? Kayak Faraaz aja, ngrengek minta ikut."
"Ya bantu-bantu apa kek."
"Mas harus kontrol beberapa toko di sini, Diba," ucap Satria lembut," jadi nggak bisa ikut. Mau ngomongin apa?" tanyanya mengganti topik.
Adiba melirik Yana, temannya itu asyik memainkan ponselnya, sebenarnya cuma pura-pura aja, karena serasa jadi obat nyamuk.
Adiba membenahi posisi duduk nya agar nyaman.
"Kemarin Adiba bilang kalau udah punya pacar kan?"
"Katamu udah putus," sahut Satria tanpa beban, membuat Adiba jadi kesal saja.
"Iya udah putus," ketus gadis itu.
"Terus?"
"Diba putus dari dia karena udah dikecewain, dia selingkuh dengan wanita lain. Jadi, maksud kedatangan Adiba kemari untuk.... Kasih persyaratan buat mas Satria..."
"Ya Alloh, Diba." Seketika Yana menoleh dan memotong Adiba. "Ini mas Satria loh, atitude good, Agama good, pendidikan good, orang terpandang, pekerjaan ada, tanah ada, warisan juga ada. Apa lagi yang mau disyaratkan?"
"Semua ini cuma titipan kok, aku nggak punya apa-apa, jangan terlalu menyanjung, nanti jadi besar kepala," ucap Satria tersenyum.
"Nah, benar tuh." Adiba menjentikan jari. "Bisa besar kepala dia," timpalnya merasa puas.
Yana malah geram sendiri pada sahabatnya ini.
"Apa syaratnya? Kalau mas sanggup, mas akan penuhi."