Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode sembilan
Garren mencoba menghubungi Septy, namun ia urungkan. Kemudian ia menyimpan ponselnya kembali.
Garren mengerjakan dokumen yang bertumpuk diatas meja. Tapi pikiran nya saat ini sedang kacau, jadi ia tidak konsentrasi dalam melakukan pekerjaan.
Lalu ia memutuskan untuk menghubungi Septy. Ia mencari kontak nomor Septy di ponselnya lalu menghubunginya.
"Keruangan ku sekarang!"
"Ba ...." Belum sempat Septy menjawab, panggilan sudah dimatikan secara sepihak.
Septy mengerutkan keningnya, ia kemudian bangkit dari duduknya dan merenggangkan otot-otot tubuhnya.
Septy mengetuk pintu, lalu kemudian masuk. "Ada yang bisa saya bantu Tuan?"
"Kamu bisa mengerjakan berkas ini?"
Septy melihat berkas tersebut, kemudian iapun menjawab. "Saya akan usahakan Tuan."
"Bagus, nanti bonusnya akan aku transfer kepadamu. Oya, jika kamu tidak sanggup, kamu bagi dua dengan Tomi. Karena ini harus selesai hari ini juga."
Septy terdiam sejenak, kemudian mengangguk perlahan. Lalu ia keluar dari ruangan tersebut. Namun baru saja hendak memegang handle pintu, Septy menghentikannya.
"Nanti malam kamu ada waktu?"
"Sepertinya tidak Tuan, nanti setelah pulang kerja aku bertemu seseorang."
"Ya, sudah kalau begitu." Garren terlihat tenang mengucapkan itu. Namun dalam hatinya merasa ada yang mengganjal.
Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya kuat dibawah meja. Ia berpikir jika Septy akan menemui seorang pria, mungkin pacar atau apalah.
"Oya Tuan, maaf mungkin makan malam nanti aku tidak bisa masak untuk Tuan. Tuan makan diluar saja ya."
Garren tidak menyahut, ia merasakan sedikit perubahan pada diri Septy. Biasanya Septy selalu mengutamakan dirinya terlebih dahulu. Tapi kali ini Septy juga seperti ingin menghindarinya.
Garren bangkit dari duduknya dan berjalan masuk ke ruang pribadinya. Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang. Karena ruangan itu dilengkapi dengan fasilitas seperti di rumah pada umumnya.
"Aku tidak mencintainya, tapi mengapa aku merasa sakit saat dia ingin ketemu seseorang," batin Garren.
Garren melihat kalender yang ada disitu, ia mendekati dan menghitung hari dimana nanti proses perceraiannya dengan Septy diresmikan.
"Tinggal 22 hari lagi. Apa aku akan benar-benar kehilangannya?" gumam Garren.
Kemudian ia kembali ke ranjang dan berbaring di sana. Ia memejamkan matanya membayangkan Septy tertawa lepas bersama pria lain.
Kemudian ia membuka matanya dan segera bangkit. "Tidak! Ini tidak boleh terjadi," gumamnya.
Waktu terus bergulir, hingga menit demi menit pun berganti. Namun Garren masih dengan pikiran kotornya tentang Septy yang berpacaran dengan pria lain.
"Jangan sampai dia mencemari nama baik keluarga Henderson. Tidak akan ku biarkan," gumam Garren.
Garren kembali ke meja kerjanya, namun ia melihat paper bag yang tadi Septy bawa. Kebetulan sekarang sudah waktunya makan siang. Jadi Garren pun berinisiatif untuk makan.
Entah mengapa Garren kepikiran untuk membuka ponselnya dan memantau cctv di lantai bawah.
Hatinya semakin panas saat melihat Septy didekati oleh seorang pria. Yang juga karyawan di perusahaan ini.
Hingga Garren menghentikan makannya dan segera menghubungi Tomi. Tomi yang sedang makan pun terpaksa menghentikan makannya.
"Tuan memanggil saya?" tanyanya.
"Siapa pria ini?" Garren menunjukkan rekaman cctv tersebut.
"Adnan, Tuan. Dia bekerja dibagian marketing."
"Apa Tuan cemburu dengan pria itu?" batin Tomi. Padahal jika dilihat-lihat dari pengamatan Tomi, keduanya tidak dekat-dekat amat.
"Sekarang pindahkan pria itu ke perusahaan cabang, aku tidak ingin dia di perusahaan pusat!"
Tomi bisa apa? Selain hanya mengikuti keinginan bosnya itu. Kemudian Tomi langsung keluar dari ruangan bosnya dan menemui pria itu.
Sementara di lantai bawah, lebih tepatnya lobby perusahaan. Septy dan Adnan sedang ngobrol. Sedangkan Amara sibuk memotret mereka berdua.
Adnan sudah beberapa tahun bekerja di perusahaan ini. Namun Garren tidak bisa mengenali karyawannya satu persatu.
Kecuali karyawan yang dapat posisi penting di perusahaan, barulah Garren mengenalinya.
"Ini bisa ku jadikan berita hangat dan menggemparkan seluruh perusahaan," guman Amara tersenyum puas.
Sementara Septy yang hendak ke kantin pun menyudahi obrolan mereka berdua. Dan Septy pun melangkah pergi. Namun baru beberapa langkah, langkahnya terhenti.
"Septy, malam ini kamu ada waktu gak? Aku ingin mengajakmu makan malam," ucap Adnan.
"Maaf kak, aku sudah janji dengan seseorang, sekali lagi maaf ya," ujar Septy kemudian meneruskan langkahnya.
Adnan tertunduk lesu, ia sudah menyukai Septy sejak waktu pertama masuk kerja. Namun ia tidak berpeluang untuk bertemu walau sekedar ngobrol.
Meskipun mereka satu gedung perusahaan, tapi beda divisi jadi jarang bisa bertemu. Jika tidak janjian ataupun kebetulan.
Bahkan saat istirahat makan siang pun mereka tidak bertemu, karena tempat pria dan wanita dipisah.
Tomi keluar dari dalam lift, langsung menemui Adnan yang masih berdiri mematung ditempatnya.
"Kamu yang bernama Adnan?" tanya Tomi.
"Iya Tuan, saya sendiri," jawabnya.
"Saya menyampaikan perintah dari dari bos, mulai besok kamu tidak perlu datang ke perusahaan pusat."
"Tuan, apa salah saya? Tolong jangan pecat saya Tuan. Saya ada tanggungan ibu dan adik saya yang harus dinafkahi."
Adnan berlutut dilantai agar dirinya tidak dipecat. Ia menangis memikirkan nasibnya, nasib ibunya dan adiknya yang masih butuh biaya untuk sekolah.
Tomi menepuk pundak Adnan. "Bangunlah, jangan seperti ini. Kamu dipindahkan ke perusahaan cabang. Tuan Garren memberimu fasilitas kendaraan bermotor untuk kamu berangkat kerja. Dan juga gajimu akan naik dari 10 juta menjadi 12 juta."
Mendengar hal itu, Adnan semakin menangis. Tidak apa-apa jika ia dipindahkan ke perusahaan cabang asal dia masih tetap bisa bekerja.
Tapi peluangnya untuk bertemu Septy semakin tidak ada kesempatan. Karena memang itu yang diinginkan oleh Garren. Agar Adnan tidak bisa dekat dengan istrinya.
(Egois memang si Garren.)
Kemudian Tomi kembali ke ruang kerjanya. Ia terpaksa melanjutkan makannya meskipun sudah dingin. Sayang dong jika dibuang, begitulah menurutnya.
Pintu ruangannya diketuk, Garren masuk dan membuat Tomi menghentikan makannya. Terpaksa ia harus menundanya lagi makan nya.
"Tuan?" Tomi segera bangkit dari duduknya dan memberi hormat.
"Sudah kamu laksanakan tugasmu?"
"Sudah Tuan, saya sudah melakukan seperti yang Tuan inginkan."
"Bagus, lanjutkan makan mu."
Garren pergi tanpa merasa bersalah sedikitpun. Akhirnya Tomi pun sudah hilang selera untuk makan.
Tiba di ruangannya Garren tersenyum, ia ingin tahu siapa orang yang ingin Septy temui nanti malam.
Garren kemudian menghubungi Septy. Septy yang sedang makan pun terpaksa menjawab panggilan telepon dari Garren.
"Assalamualaikum, Tuan ada apa?"
"Wa'allaikum sallam, dimana kamu?"
"Saya sedang makan bersama Sierra. Dan sebentar lagi selesai kok."
Sierra memperhatikan interaksi antara Septy dengan tuannya, terlihat Septy tidak seperti bawahan pada umumnya. Namun ia tidak curiga, dan juga ia tidak ingin berprasangka buruk.
"Ya sudah, setelah itu langsung ke ruangan ku."
"Baik Tuan!"
Kemudian panggilan telepon pun terputus secara sepihak, Septy hendak menjawab salam dari Garren pun tidak sempat.
semngat thor..
itu sih yg aq tau dari ceramah nya UAS