Marriage Is Scary...
Bayangkan menikah dengan pria yang sempurna di mata orang lain, terlihat begitu penyayang dan peduli. Tapi di balik senyum hangat dan kata-kata manisnya, tersimpan rahasia kelam yang perlahan-lahan mengikis kebahagiaan pernikahan. Manipulasi, pengkhianatan, kebohongan dan masa lalu yang gelap menghancurkan pernikahan dalam sekejap mata.
____
"Oh, jadi ini camilan suami orang!" ujar Lily dengan tatapan merendahkan. Kesuksesan adalah balas dendam yang Lily janjikan untuk dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Syndrome, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setetes Darah
Isaac duduk di kursi kayu di bawah naungan pohon yang terletak di halaman rumahnya, menikmati angin malam yang sepoi-sepoi sambil menatap langit yang mulai gelap. Suasana begitu tenang, hanya terdengar suara jangkrik yang bersahutan dan sesekali suara kendaraan yang melintas di jalan depan rumahnya.
Suasana yang begitu tenang sangat bertolak belakang dengan hati Isaac yang begitu kacau. Hidupnya dihantui oleh rasa bersalah dan penyesalan. Dia ingin kembali ke masa lalu untuk mencegah semuanya.
“Margaret, maafkan aku,” batin Isaac seraya menatap langit dengan tatapan kosong dan hampa. Kekacauan di masa lalu ini membuat emosi Isaac tidak stabil.
“Lily, aku harus gimana?” lirihnya lagi. Hatinya yang tidak menentu ini membuat sikapnya juga berubah-ubah. Dia terkadang sangat baik kepada Lily, namun juga sangat jahat.
Kini pikiran Isaac beralih pada Lily, dia ingin menikmati malam yang indah bersama istrinya. Dia ingin mengajak Lily, makan malam di restoran favorit mereka, sebuah tempat yang menjadi saksi dimana Isaac melamar Lily.
Isaac menghela nafas panjang, senyumnya mengembang saat membayangkan wajah Lily yang begitu cantik.
Lampu mobil menyinari halaman rumah mereka, menandakan Lily sudah tiba di rumah. Isaac segera bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Lily untuk menyambutnya.
Ketika Lily keluar dari mobil, Isaac merentangkan tangan dan memeluknya lembut.
"Selamat datang di rumah, Sayang," kata Isaac sambil mencium kening Lily.
Perlakuan Isaac yang begitu manis sukses membuat Lily meleleh. Kupu-kupu di perutnya berterbangan kesana kemari, membuatnya ingin ikut terbang bersama kebahagiaan.
“Gimana hari ini?” sambung Isaac.
Lily membalas senyuman suaminya, namun Isaac bisa melihat guratan kelelahan di wajahnya. "Cukup berat," jawab Lily sambil melepaskan tas kerjanya dan berjalan masuk ke dalam rumah. Isaac mengikutinya, lalu menutup pintu.
Mereka duduk di sofa, dan Lily mulai bercerita tentang harinya yang melelahkan.
“Aku ditegur Pak Hilmi,” ucap Lily pelan, ada nada kesal dalam suaranya.
"Waktu lagi siaran, aku bikin kesalahan. Aku salah ngucapin beberapa kata gitu."
Isaac meraih tangan Lily dan menggenggamnya erat. "Nggak apa-apa sayang, semua orang pasti pernah bikin kesalahan. Kamu udah berusaha sebaik mungkin kok."
Lily menunduk, matanya berkilat sedikit oleh air mata yang tertahan. Dia mendadak jadi lemah dan ingin dimengerti.
Isaac menarik Lily kedalam pelukannya, dia menepuk-nepuk punggung istrinya dengan lembut. Pelukan yang tampak sederhana itu, sukses membuat rasa lelah Lily hilang seketika. Dia merasa energinya terisi kembali.
"Makasih, sayang. Rasa capekku mendadak hilang," lirih Lily.
"Kalo ada apa-apa cerita aja, aku selalu ada disampingmu."
"Sekarang, mending kamu mandi dan bersiap-siap. Aku mau ajak kamu makan malam di tempat yang spesial."
Lily terkejut mendengar ajakan Isaac, namun senyumnya semakin lebar. Tanpa bertanya sedikitpun, Lily langsung menghilang dari hadapan Isaac untuk bersiap-siap
***
Setelah mandi dan berganti pakaian, Lily keluar dari kamar dengan mengenakan gaun putih sederhana yang mengalir indah di tubuhnya. Rambutnya yang panjang berwarna coklat diurai. Isaac yang sudah menunggu di ruang tamu, terpaku melihat kecantikan istrinya. Lily tampak begitu memukau, bak bidadari yang turun dari langit.
"Wow, kamu cantik banget," ucap Isaac dengan takjub.
Lily tertawa pelan, "Makasih sayang, istrinya siapa dulu," sahut Lily sumringah. Seketika dia lupa dengan sikap kasar Isaac beberapa waktu lalu. Dia hanya ingat saat dimana dirinya benar-benar diratukan oleh suaminya.
Mereka berdua kemudian keluar rumah dan menuju tempat tujuan. Selama perjalanan, mereka saling bercanda dan tertawa, seolah-olah semua masalah yang ada lenyap begitu saja.
Di restoran, mereka duduk di meja yang sama seperti dulu, meja di mana Isaac melamar Lily. Makan malam itu diisi dengan obrolan hangat tentang banyak hal.
Isaac dan Lily mengingat kembali betapa bahagianya mereka saat itu, saat mereka mengucapkan janji setia di depan keluarga dan sahabat.
"Inget nggak waktu kita lagi tuker cincin, tiba-tiba mau jatuhin cincinnya?" tanya Isaac seraya tertawa mengenang momen tersebut.
Lily ikut tertawa, "Inget banget. Aku gugup setengah mati,” jawab Lily sambil ikut tertawa. Para tamu undangan sampai ikut terkejut, membuat jantung Lily tambah berdegup kencang karena gugup.
“Aku beruntung bisa dapetin kamu,” ucap Isaac dengan suara lirih, namun mampu menggetarkan hati terdalam Lily. Buih cinta bermekaran, menyelimuti jiwa dengan penuh bahagia.
Suasana malam itu terasa hangat, diiringi dengan suara alunan musik yang lembut dari piano di sudut ruangan.
Namun, tiba-tiba suasana berubah. Seorang pelayan yang terburu-buru melayani meja lain tidak sengaja menabrak seorang perempuan paruh baya yang sedang duduk di dekat pintu masuk. Perempuan itu terjatuh dengan keras, dan gelas yang dipegangnya pecah berhamburan di lantai. Salah satu pecahan kaca itu melukai tangannya, membuat darah mengalir dengan cepat.
Isaac yang sedari tadi menikmati momen bersama Lily, tiba-tiba terdiam. Pandangannya terpaku pada darah yang menetes dari tangan perempuan itu. Wajahnya pucat seketika, dan ingatannya mendadak terlempar jauh ke masa lalu. Dia teringat akan insiden mengerikan yang pernah terjadi, suatu peristiwa yang melibatkan darah yang begitu banyak hingga membuatnya trauma hingga saat ini.
Lily awalnya tidak menyadari perubahan pada suaminya. Dia sibuk melihat ke arah perempuan yang terluka itu, merasa prihatin. Namun, ketika Lily menoleh ke arah Isaac, dia melihat wajah suaminya yang kini penuh ketakutan. Isaac gemetar hebat, seolah-olah tubuhnya tidak bisa dikendalikan.
"Isaac, kamu kenapa?" tanya Lily dengan nada panik. Dia belum pernah melihat Isaac seperti ini sebelumnya. Ketakutan yang terpancar di wajah suaminya begitu jelas, hingga membuatnya bingung dan cemas.
Isaac tidak menjawab, hanya bisa memandang kosong ke arah darah di lantai. Keringat dingin mulai mengalir di dahinya, dan nafasnya semakin tidak teratur. Lily semakin khawatir. Dia tidak tahu bahwa Isaac takut akan darah, dan kini suaminya terlihat seperti akan pingsan.
Melihat kondisi Isaac yang semakin memburuk, Lily memeluk Isaac, mencoba menenangkannya sambil berkata lembut, "Isaac, kamu takut darah? Kita keluar dari sini, oke? Aku di sini. Kita pergi sekarang."
Tanpa menunggu jawaban, Lily berdiri dan membantu Isaac berdiri dari kursinya. Dia melingkarkan tangan di pinggang suaminya yang masih gemetar, dan dengan perlahan-lahan membawanya keluar dari restoran. Perhatian pengunjung lain sempat tertuju pada mereka, tapi Lily tidak peduli. Prioritasnya saat ini hanya satu, membawa Isaac menjauh dari pemandangan yang membuatnya ketakutan.
Mereka akhirnya sampai di mobil yang terparkir di luar restoran. Lily membuka pintu mobil dan membantu Isaac masuk ke dalam. Setelah memastikan Isaac duduk dengan aman, Lily masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi dengan tenang. Di dalam mobil, Lily melihat Isaac masih gemetar, wajahnya masih pucat dan nafasnya tersengal-sengal.
Dia meraih tangan Isaac dan menggenggamnya erat. "Isaac, aku di sini. Kamu aman sekarang," bisik Lily sambil menatap Isaac dengan penuh kekhawatiran.
Perlahan-lahan, Isaac mulai tenang. Gemetarnya berkurang, meskipun wajahnya masih tampak tegang. Lily tahu ini bukan hal yang mudah bagi Isaac, dan dia tidak akan memaksa suaminya untuk berbicara sekarang.
Setelah beberapa menit yang terasa begitu panjang, Isaac akhirnya membuka mulutnya, suaranya pelan dan bergetar. "Kita pulang."
Tanpa menunggu lama, Lily segera menyalakan mobil dan melesat di jalanan. Banyak sekali pertanyaan yang bersangkar di kepalanya, namun dia tahan. Setidaknya, mereka harus sampai rumah terlebih dahulu.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE, TAMBAHKAN FAVORIT, DAN BERI HADIAH UNTUK NOVEL INI ❤️ TERIMAKASIH
kenalin yahhh aku author baru 🥰
biar semangat up aku kasih vote utkmu thor