Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengikuti
Seperti yang Ayu duga, putra keduanya itu menolak saat Ayu memintanya menemani menemui Rafi.
"Artha sudah ada janji, Ma, sama temen. Lain kali aja kenapa?"
Terdengar helaan nafas kasar dari Ayu. "Ya sudah, nggak papa."
Meskipun jawaban Ayu tidak apa-apa, tapi dari nada suaranya, terdengar kecewa. Tapi Artha yang memang usianya belum matang karena masih duduk di bangku SMA membuatnya tidak peka terhadap kekecewaan sang mama. Artha justru memilih pergi entah kemana.
Ternyata Artha datang ke sebuah cafe. Di sana sudah ada beberapa temannya duduk bersantai.
"Bro," panggil salah seorang teman Artha.
Artha mengangguk. Kemudian ia duduk dimana teman-temannya sudah datang lebih dulu. Ia memesan secangkir cappuccino. Beberapa temannya mengajaknya bercanda, tapi ia tidak menimpali sama sekali.
"Tha, Aya," tunjuk salah seorang teman Artha. Artha pun menoleh. Ia melihat seorang gadis cantik dengan blouse putih dan jeans biru membalut tubuhnya yang ramping. Ia berjalan masuk bersama temannya.
Melihat keberadaan Artha, gadis itu tersenyum dan segera menghampiri meja Artha.
"Tha, loe di sini juga?" tanya gadis itu ramah sambil tersenyum.
"Ya," jawab Artha yang juga tersenyum.
"Pingin gabung, tapi temen-temen gue udah booking di sebelah sana."
"Ya, nggak papa."
"Oh ya, btw gimana, dah ada kabar dari Abang Rafi? Dia beneran ganti nomor atau sengaja block nomor gue ya, Tha? Kok gue nggak bisa hubungi Bang Rafi lagi?" tanya gadis berparas Ayu tersebut. Mendengar sang gadis justru menanyakan tentang kakaknya membuat senyum yang tadi merekah seketika meredup.
"Nggak tau. Bro, gue pulang dulu ya!" ucapnya yang langsung mengalihkan pandangannya pada teman-temannya.
"Lho, kok pulang? Loe 'kan belum lama datang?"
"Udah nggak mood."
"Lho, Tha, kok kamu jadi ketus gitu sih? Kamu marah sama aku?"
"Nggak," jawabnya pendek sambil berdiri dan segera berlalu dari sana.
"Dia kenapa sih? Marah-marah mulu kerjaannya. Dari kecil jutek mulu. Beda banget sama Bang Rafi," omel gadis yang kerap disapa Aya itu kesal. Ia pun segera beranjak dari sana sambil berjalan menghentakkan kaki.
...***...
Lusa Yaya hendak kembali ke kota sebelah untuk mengurus pembangunan cabang restorannya. Sebelum itu, ia pun hendak mengambil beberapa barangnya dari apartemen Andrian. Saat hendak menyalakan mobilnya, entah kenapa mobilnya tidak mau menyala. Yaya lantas kembali masuk ke dalam restoran untuk meminjam mobil Alifa.
Setelah mendapatkan kunci mobil Alifa, Yaya pun segera masuk ke dalam mobil dan menjalankannya. Saat dalam perjalanan, ia melewati sebuah butik kenalannya. Ia pun berniat mampir sebentar ke sana. Namun niat itu ia urungkan saat melihat sebuah mobil yang ia kenali keluar dari dalam sana.
"Bukannya itu mobil Mas Rian ya? Kenapa dia ada di sini? Mau ngapain dia? Apa jangan-jangan ... " Yaya pikir mungkin Andrian hendak membelikan dia sesuatu sebagai ungkapan permintaan maaf. Yaya tersenyum. Entah mau senang atau sedih, ia sendiri bingung. Yaya pun kembali menjalankan mobilnya. Mobil mereka berjalan beriringan. Namun tiba-tiba Yaya mengerutkan kening.
"Mas Rian mau kemana? Jalan ini ... ini bukan jalan menuju ke apartemen apalagi rumah mama Nur," gumam Yaya heran.
Yaya yang awalnya berniat pulang untuk mengambil barang sekaligus berpamitan pun bertolak mengikuti mobil Andrian. Andrian yang tidak mengenali mobil yang Yaya gunakan pun tidak menyadari sama sekali kalau Yaya tengah mengikuti dirinya.
Setelah mengikuti beberapa saat, akhirnya mobil yang Andrian kendarai berhenti di depan sebuah rumah yang ada di komplek perumahan. Bukan komplek perumahan mewah, tapi Yaya tahu harga rumah di sana cukup tinggi karena memang lokasinya masih di tengah-tengah kota.
Tampak Andrian turun dari dalam mobil. Yaya penasaran rumah siapa itu. Yaya pun memilih menepikan mobilnya tak jauh dari sana. Mobilnya berhenti di depan sebuah ruko yang yang baru selesai. Sorot mata Yaya menajam saat melihat Andrian membukakan pintu mobil di sebelahnya. Sorot itu semakin menajam saat melihat siapa yang turun dari sebelahnya.
"Mama, Papa," pekik seorang anak kecil yang berlari dari dalam rumah bersamaan dengan seorang perempuan yang turun dari dalam mobil.
Degh ...
Jantung Yaya bagai ditikam sembilu saat melihat siapa perempuan itu.
"Mbak Marissa? Apa aku tadi tidak salah dengar? Papa? Apa-apaan ini?" gumamnya dengan gemuruh hebat di dada. Bahkan dadanya terasa panas bagai terbakar hebat. Tangannya bergetar. Dicengkeramnya erat-erat kemudi itu untuk meredam gejolak di dadanya.
Di depan matanya, Andrian meraih Tania ke dalam gendongannya. Lalu ia menciumi pipi bocah perempuan itu membuat tawa berderai dari bibir mungilnya.
"Nggak, nggak, itu nggak mungkin. Aku pasti salah melihat. Nggak mungkin Mas Rian mengkhianati aku. Aku pasti salah liat, iya 'kan?"
Yaya mengucek kedua matanya. Namun adegan di depan matanya terlihat nyata. Mereka bagai sepasang suami istri dengan anak kecil di tengah-tengah mereka. Andrian merangkul pundak Marissa masuk ke dalam rumah. Sungguh, apa yang Yaya lihat ini membuatnya terperanjat tak berdaya.
Yaya memejamkan matanya. Ia masih mencoba mencerna apa yang ia lihat barusan.
"Aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus melakukan sesuatu. Aku harus segera memastikan apa hubungan mereka sebenarnya," ujarnya dengan tubuh yang sesungguhnya panas dingin.
Siapa yang bisa tetap tenang dan baik-baik saja saat melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana suaminya memperlakukan perempuan lain layaknya seorang istri. Yaya hanyalah perempuan biasa. Melihat hal yang tak biasa itu, jelas saja membuatnya sakit luar biasa.
Sejujurnya tungkai Yaya terasa lemas. Rasanya ia sudah tak sanggup untuk melangkah. Namun karena tekadnya yang sudah kuat untuk mencari kebenaran hubungan antara suaminya dan Marissa, membuatnya menguatkan diri dan menegarkan hati. Ia melangkah dengan gemuruh yang kian menjadi-jadi. Berharap segala prasangka hanya kesalahpahaman diri.
"Bismillahirrahmanirrahim," gumamnya saat sudah berdiri di depan pintu yang terbuka. Dapat ia dengar suara Marissa meminta baby sitter-nya memandikan Tania. Yaya ingin mengucapkan salam, namun ia mengurungkan niatnya. Ia pun memberanikan diri masuk tanpa seizin si empunya rumah.
Namun apa yang dilihatnya saat kakinya sudah berada di ambang pintu membuat seluruh rasa di hatinya porak poranda. Matanya terbelalak dengan kecamuk yang kian berkobar. Dengan tangan yang gemetar, ia menyalakan ponselnya dan mengarahkan kameranya ke pada dua orang yang sudah menusuknya dari belakang.
"Oh, jadi ini yang kalian sebut hanya sekedar sahabat? Sahabat dalam hal apa? Sahabat apa yang saling bercumbu mesra, hah?" raung Yaya dengan suara bergetar saat melihat suami dan perempuan yang suaminya sebut sebagai sahabat sedang bercumbu mesra di ruang tamu rumah itu.
"Ya---Yaya, ke---kenapa kau ada di sini?" ucap Andrian terkejut saat menyadari keberadaan Yaya di rumah itu.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰...