Rere jatuh cinta pada pria buta misterius yang dia temui di Sekolah luar biasa. Ketika mereka menjalin hubungan, Rere mendapati bahwa dirinya tengah mengandung. Saat hendak memberitahu itu pada sang kekasih. Dia justru dicampakkan, namun disitulah Rere mengetahui bahwa kekasihnya adalah Putra Mahkota Suin Serigala.
Sialnya... bayi dalam Kandungan Rere tidak akan bertahan jika jauh dari Ayahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa Sebenarnya Utusan Peri?
Bab 10 -
Di tengah hiruk-pikuk kamp yang sedang bersiap untuk kembali ke Taewon, Arion berjalan dengan langkah yang mantap menuju tempat di mana utusan peri-Rere-berada. Sejak peristiwa semalam, pikirannya terus dipenuhi oleh sosok perempuan itu. Ada sesuatu yang begitu akrab tentang dirinya, sesuatu yang tak dapat dia pahami namun tidak bisa diabaikan.
Arion berhenti di depan tenda yang sederhana namun kokoh, tempat Rere mengurus prajurit yang terluka. Dia ragu sejenak sebelum masuk, tak sepenuhnya yakin dengan apa yang akan dia tanyakan, tetapi dorongan untuk mengetahui lebih jauh tentang perempuan ini mengalahkan keraguannya.
Di dalam tenda, Rere tengah merapikan perban seorang prajurit yang terluka. Meski tubuhnya masih terasa lelah setelah malam yang panjang, dia tetap memaksa dirinya untuk terus membantu. Pikiran tentang bayinya, tentang Arion, terus menghantui batinnya. Setiap kali Arion berada dekat, kehangatan itu kembali-aliran mana yang menghubungkan mereka, bukan hanya melalui dirinya, tapi juga bayi yang dikandungnya.
Suara langkah kaki yang familiar membangunkan Rere dari lamunannya. Tanpa perlu melihat, dia tahu siapa yang masuk ke dalam tenda. Jantungnya berdebar cepat, rasa was-was memenuhi hatinya. Batinya memohon agar pertemuan ini tak berlangsung lama.
"Utusan peri, suara Arion terdengar tenang namun dalam, menggetarkan udara di sekitar mereka. "Aku ingin berbicara denganmu."
Rere menggigit bibir bawahnya, merasakan ketegangan yang perlahan membanjiri tubuhnya. Dia tak ingin bertatapan langsung dengan Arion, takut pandangan matanya akan mengkhianati rahasia besar yang sedang dia sembunyikan. Namun, dia tidak bisa menghindari pria ini selamanya.
"Apa yang ingin Anda bicarakan, Yang Mulia?" jawab Rere tanpa menoleh, suaranya terdengar datar meski ada keraguan yang tersirat.
Arion maju selangkah lebih dekat, tatapannya tajam. "Aku ingin tahu... apakah kita pernah bertemu sebelumnya?"
Pertanyaan itu menghantam Rere seperti badai yang tak terduga. Dadanya sesak, dan dia berusaha keras menenangkan detak jantungnya yang liar. Tentu saja, dia mengenal Arion-lebih dari yang bisa pria itu bayangkan. Namun, tidak mungkin dia bisa mengatakan kebenaran itu sekarang. Tidak ketika bayi dalam kandungannya harus tetap menjadi rahasia, bahkan dari ayahnya sendiri.
"Tidak, Yang Mulia," jawab Rere dengan cepat, terlalu cepat, sambil akhirnya berbalik menghadapi Arion. Tatapannya penuh dengan tekad untuk menutupi kebenaran. "Kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Saya hanya seorang utusan peri, tidak lebih."
Arion memperhatikan wajah Rere dengan cermat, matanya menyipit sedikit. "Kau berbicara seperti seseorang yang mengenalku. Ada sesuatu tentangmu... sesuatu yang tidak bisa kujelaskan." Dia berhenti sejenak, membiarkan kata-katanya menggantung di udara, berharap ada reaksi dari Rere yang akan memberi petunjuk.
Namun, Rere tetap teguh dalam posisinya, meski hatinya bergejolak. Aku tidak bisa membiarkan dia tahu... pikirnya. Arion, kau tidak boleh tahu tentang bayi ini. Bukan sekarang, bukan saat dunia masih dalam bahaya besar. Kehidupan anak kita terikat dengan takdir yang lebih besar dari kita berdua.
"Apa yang Anda rasakan hanya kebetulan, Yang Mulia," kata Rere sambil berusaha mengontrol nada suaranya. "Tidak ada yang spesial tentang saya. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan-membantu dan melindungi."
Arion mendekat sedikit lagi, jarak mereka kini hanya beberapa langkah. Ada sesuatu dalam tatapan pria itu yang tak bisa ditolak Rere, sesuatu yang menembus lapisan kebohongannya. Namun, dia harus tetap tegar.
"Jika itu benar, kenapa aku merasa ada yang kau sembunyikan?" tanya Arion dengan lembut tapi penuh intensitas. "Setiap kali aku berada di dekatmu, ada sesuatu yang tak bisa kujelaskan. Seperti kita terhubung... lebih dari sekadar pertemuan singkat ini."
Rere menundukkan kepalanya, menatap tanah, mencoba menghindari tatapan tajam Arion. Dia tidak bisa membiarkan dirinya terbawa perasaan, tidak bisa membiarkan dirinya melemah di depan pria ini. Batin Rere kembali berperang dengan perasaannya, mencoba menutupi kebenaran yang terus mendesak untuk keluar.
Maafkan aku, Arion, batinnya berbisik. Aku harus melindungi bayi kita. Aku harus memastikan bahwa tidak ada yang tahu tentang anak ini, bahkan kau.
Rere mengangkat pandangannya, memaksa senyum kecil yang samar. "Yang Mulia," katanya dengan nada lembut namun tegas, "tidak ada yang perlu Anda pikirkan tentang saya. Bantuan saya hanyalah tugas dari Raja Peri. Itu saja."
Klaim
Arion terdiam, matanya masih mengunci tatapan Rere. Jelas dia tidak puas dengan jawaban itu, namun Rere tidak memberikan ruang bagi keraguan. Akhirnya, Arion menghela napas panjang, merasa bahwa untuk saat ini, dia harus menerima apa yang dikatakan Rere, meskipun jauh di dalam hatinya, dia tahu ada yang lebih dari sekadar kata-kata ini.
"Baiklah," katanya akhirnya, nada suaranya lebih tenang namun tetap dipenuhi kebingungan. "Jika itu yang kau katakan, aku tak akan mendesakmu lagi. Tapi ingat, utusan peri... aku berhutang nyawa padamu."
Rere tersenyum kecil, meski di balik senyuman itu ada perasaan sakit yang tertahan. "Anda tidak perlu memikirkan hal itu, Yang Mulia. Saya hanya melakukan apa yang harus saya lakukan."
Arion mengangguk pelan, meski raut wajahnya masih dipenuhi rasa ingin tahu yang belum terpuaskan. Dia membalikkan badannya dan berjalan keluar tenda, meninggalkan Rere yang berdiri dengan perasaan campur aduk di dalam tenda yang mulai sunyi.
Saat Arion menghilang dari pandangan, Rere menghela napas panjang, lututnya hampir goyah. Tubuhnya terasa berat, dan dia menyentuh perutnya dengan lembut. Batin Rere kembali berbicara dengan anak yang sedang dikandungnya.
Ayahmu terlalu cerdas, Nak. Tapi aku tidak bisa membiarkan dia tahu sekarang. Kebenaran ini... aku harus menyimpannya sampai waktu yang tepat. Maafkan aku.
Di tengah keheningan, Undine yang tersembunyi di balik kalung Rere berbisik lembut, "Kau kuat, Rere. Waktu yang tepat akan datang. Sementara itu, aku akan membantumu melindungi anak ini
Rere mengangguk pelan, bersyukur atas keberadaan Undine, namun dalam hatinya, rasa bersalah terus menghantui. Dia hanya bisa berharap bahwa ketika kebenaran akhirnya terungkap, Arion akan mengerti.
Setelah Arion pergi, tenda kembali sunyi. Rere berdiri di sana, masih terjebak dalam gejolak emosinya. Tangannya dengan lembut mengelus perutnya yang membulat kecil, mencoba menenangkan dirinya sekaligus bayinya. Namun, di balik kekuatan yang dia tampilkan di hadapan Arion, ada pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuinya. Mengapa dia harus menyembunyikan kebenaran ini dari Arion? Mengapa anak ini, buah cinta mereka, harus diselubungi rahasia begitu dalam?
Perlahan, Rere mendekati sebuah cermin kecil yang berkilau di sudut tenda. Cermin itu adalah pemberian kakeknya, Raja Peri Acros, sebagai penghubung antara mereka. Cermin itu bukan sekadar alat komunikasi biasa, tapi juga cara untuk menyampaikan pesan-pesan penting dari dunia peri.
Rere menatap cermin itu, berharap jawaban yang sudah lama dia tunggu akan segera terungkap. Ketika tangannya menyentuh permukaan kaca, cahaya lembut memancar darinya, dan bayangan Raja Peri Acros mulai muncul. Sosoknya tampak agung dengan sayap bercahaya yang menjulang di belakangnya, mata penuh kebijaksanaan menatap ke arah cucunya.
"Rere," suara lembut namun tegas Raja Acros terdengar dari cermin, seperti angin lembut yang membawa pesan dari masa lalu.
"Ada apa, cucuku?"
Rere menghela napas pelan, berusaha mengumpulkan keberanian untuk bertanya. Sudah lama dia menahan pertanyaan ini, tetapi setelah bertemu Arion lagi, dorongan untuk mengetahui kebenaran semakin kuat. "Kakek... kenapa aku harus menyembunyikan keberadaan bayiku dari Arion?" tanyanya dengan suara pelan, tetapi jelas.
Raja Acros memandangi Rere dengan tatapan penuh perhatian, seolah mempertimbangkan jawabannya sebelum berbicara. Cahaya di cermin sedikit bergetar, mencerminkan ketegangan di antara mereka. Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, Raja Acros akhirnya menjawab.
"Rere, cucuku, ada hal-hal yang lebih besar dari kita, lebih besar dari cinta antara dirimu dan Arion," kata Acros dengan nada lembut namun penuh makna. "Bayi yang kau kandung bukanlah anak biasa. Dia membawa kekuatan besar yang bahkan melebihi apa yang bisa dipahami oleh Arion atau siapapun di dunia ini saat ini."
Rere menggigit bibinya. Dia sudah mendengar hal ini sebelumnya, tapi kali ini dia butuh penjelasan yang lebih dalam. "Tapi Kakek, mengapa Arion tidak boleh tahu? Dia ayah dari anak ini... Tidakkah dia berhak mengetahui kebenaran?"
"Arion memang ayah dari anakmu, dan pada waktunya, dia akan tahu. Namun, untuk saat ini, semakin sedikit orang yang tahu tentang keberadaan anak ini, semakin baik. Dunia bawah Luminos retak, dan para monster jahat yang dipimpin oleh Iblis sedang mengincar setiap celah untuk keluar. Mereka mencari kekuatan besar yang bisa mengganggu keseimbangan dunia ini. Anakmu, cucuku, adalah kunci dari keseimbangan itu."
Mendengar kata-kata Raja Acros, Rere terdiam. Dia tahu bahwa bayinya memiliki kekuatan besar, tapi dia tidak menyadari betapa besar tanggung jawab yang dibebankan pada anak ini-bahkan sebelum dia lahir. Namun, ada satu hal yang masih membuatnya tidak tenang.
"Tapi Kakek, Arion telah melupakanku. Dia tidak ingat apapun tentang kita, tentang masa lalu kami. Tidakkah itu alasan yang lebih kuat untuk memberitahunya? Bagaimana jika sesuatu terjadi pada Arion sebelum dia tahu?"
Raja Acros tersenyum lembut, penuh kebijaksanaan. "Cucuku, takdir memiliki caranya sendiri untuk mengungkapkan kebenaran pada waktu yang tepat. Arion tidak melupakanmu karena keinginannya sendiri, tetapi karena ada kekuatan lain yang ikut campur. Namun, saat waktunya tiba, ingatannya akan kembali. Tapi untuk sekarang, kau harus tetap kuat, dan tetap merahasiakan keberadaan bayi ini." Rere mengangguk pelan, meski hatinya masih penuh keraguan. Dia tahu bahwa kakeknya tidak akan memintanya menyembunyikan sesuatu tanpa alasan yang sangat kuat. Tapi tetap saja, perasaan bersalah dan sedih membebani dirinya. Bagaimana dia bisa terus membohongi Arion, orang yang paling dia cintai, bahkan ketika anak mereka terhubung dengan ayahnya melalui mana?
"Dan ingat, Rere," tambah Raja Acros, "anakmu terlahir dengan takdir yang besar. Dia adalah harapan terakhir bagi kita semua. Jika musuh tahu tentang keberadaannya terlalu cepat, mereka akan melakukan apapun untuk menghentikan kelahirannya. Inilah mengapa kita harus menyembunyikan anak ini, bahkan dari ayahnya, sampai waktu yang tepat tiba."
Kata-kata itu membuat Rere terdiam, beban yang dia pikul semakin jelas. Dia tak hanya melindungi anaknya dari dunia, tapi juga dari ancaman yang tak terlihat-ancaman yang bahkan belum sepenuhnya dia pahami. Dengan berat hati, dia menerima kenyataan itu.
"Kakek, aku mengerti," jawab Rere akhirnya, meski suaranya sedikit bergetar. "Aku akan terus merahasiakannya, meski itu menyakitkan."
Raja Acros tersenyum penuh kebanggaan pada cucunya. "Kau melakukan yang terbaik, cucuku. Aku tahu ini sulit, tapi kau tidak sendiri. Kau memiliki Undine di sisimu, dan kekuatan peri ada bersamamu. Ketika waktunya tiba, semuanya akan menjadi jelas."
Dengan itu, cahaya di cermin perlahan memudar, dan sosok Raja Acros menghilang. Rere menatap cermin itu untuk beberapa saat lebih lama, merasakan kehangatan terakhir dari kakeknya sebelum semuanya kembali sunyi.
Di dalam dirinya, bayi yang dikandungnya memberikan sedikit kelegaan di tengah kekacauan hatinya. Rere tahu bahwa dia harus kuat-bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk bayi ini, dan untuk Arion, meskipun dia harus menyembunyikan kebenaran darinya untuk sementara waktu. Dengan napas
dalam, dia meneguhkan hatinya dan bersiap melanjutkan perjalanan rahasianya yang panjang.
pliz jgn digantung ya ...
bikin penasaran kisah selanjutnya
apa yg dimaksud dgn setengah peri dan manusia? apakah rere?