"Cuma karna I-Phone, kamu sampai rela jual diri.?" Kalimat julid itu keluar dari mulut Xander dengan tatapan mengejek.
Serra memutar malas bola matanya. "Dengar ya Dok, teman Serra banyak yang menyerahkan keperawanannya secara cuma-cuma ke pacar mereka, tanpa imbalan. Masih mending Serra, di tukar sampa I-Phone mahal.!" Serunya membela diri.
Tawa Xander tidak bisa di tahan. Dia benar-benar di buat tertawa oleh remaja berusia 17 tahun setelah bertahun-tahun mengubur tawanya untuk orang lain, kecuali orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Berkali-kali Xander melirik jam dinding di ruang keluarga. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, dia memikirkan Serra yang masih ada di kamarnya. Gadis itu pasti ingin pulang. Tapi Xander tidak berani mengeluarkan Serra dari kamarnya karna masih ada sang Mama.
"Mama nggak pulang.? Sudah malam, nanti Papa nyariin Mama." Xander bermaksud mengusir Mamanya secara halus. Kalau tidak seperti itu, bisa-bisa Mamanya malah ingin menginap.
Wanita paruh baya bernama Alice itu memutar malas bola matanya. Anak kalau sudah besar memang seperti itu, dulu waktu kecil tidak bisa jauh-jauh dari orang tua, setelah dewasa malah menjauh dan tega mengusir orang tua sendiri.
"Nggak perlu ngusir Mama, ini juga Mama mau pulang." Sahut Alice. Wanita dengan pakaian serba branded itu beranjak dari duduknya. "Ingat, putuskan Lucy secepatnya. Sejak awal Mama nggak pernah setuju kamu mau nikahin dia. Jadi wanita kok murahan.!" Alice mencibir geram pacar putranya yang kemarin kedapatan masuk ke hotel bersama seorang pilot di salah satu hotel Singapura.
"Hmm," Xander tidak begitu peduli dengan aduan Mamanya. Lagipula sudah jadi rahasia umum di dunia penerbangan, meski tidak semuanya seperti itu. Xander juga sebenarnya sudah berfikir ke arah sana. Sebab Lucy cukup agresif, dulu mereka selalu melakukannya setiap kali bertemu dan selalu Lucy yang memintanya. Jadi ketika bertahun-tahun dia tidak bisa memberikan kepuasan pada Lucy, Xander sudah menduga Lucy akan bermain gila di belakangnya.
"Kamu ini di kasih tau jangan cuma ham hem ham hem saja, lakuin yang Mama bilang.!" Gerutu Alice. Xander malah tertawa kecil melihat Mamanya seperti ingin keluar tanduk di kepala.
"Iya, nanti Xander akhiri hubungan dengan Lucy. Ayo, Xander antar ke bawah." Xander mendorong pelan bahu Mamanya dan di tuntun keluar dari apartemen. Dia mengantar Lucy sampai ke depan, supir pribadi keluarga mereka sudah menunggu di sana bersama mobilnya.
...****...
Xander membuka pintu kamar sedikit keras karna tergesa-gesa. Kondisi kamar masih sama seperti saat terakhir kali ditinggalkan. Pria bertubuh tinggi itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia mendekati ranjangnya dan berjongkok, mengintip di sela-sela kolong ranjang. Tangan Xander reflek menepuk jidatnya sendiri.
"Astaga, bocah ini bisa-bisanya malah tidur." Gumamnya. Xander mengulurkan tangan, mengguncang pelan bahu Serra untuk membangunkannya.
"Serra, bangun.! Kenapa malah tidur." Suara yang sedikit keras itu membangunkan Serra dari tidur nyenyaknya. Kepalanya hampir saja terbentur karna reflek bangun, untung saja Xander sigap menggunakan tangannya untuk melindungi kepala Serra.
Gadis itu mengerucutkan bibir ketika sadar dirinya dibiarkan bersembunyi di bawah kolong sampai berjam-jam. "Pasti sekarang sudah pagi kan.?" Tanyanya menyindir.
Serra keluar dari persembunyiannya dengan wajah yang di tekuk. Dia membuang selimut yang menggulung tubuhnya. Bola mata Xander seketika melotot melihat tubuh polos Serra. Apalagi ketika Serra memakai br@ dan celana dal am di depan matanya. Seandainya saja milik Xander bisa berfungsi, sudah pasti Serra akan dijadikan santapan menggiurkan malam ini.
"Dasar bar-bar.!" Xander mengacak pucuk kepala Serra dan memilih duduk di tepi ranjang sampai gadis itu selesai memakai baju lengkap.
"Mamanya Dokter sudah pulang.? Apa tidur di kamar sebelah.?" Tanya Serra.
"Pulang. Kamu mau pulang juga kan.? Ayo saya antar." Xander beranjak dari duduknya untuk mengantar Serra pulang, tapi gadis cantik itu malah menggeleng cepat.
"Serra mau nginep aja, boleh kan Dok.?" Sambil menyengir kuda, Serra naik ke atas ranjang sebelum mendapat persetujuan dari Xander.
"Terserah kamu saja, asal kaki sama tangan kamu dikondisikan. Pertama kali kamu tidur disini, badan saya sakit semua gara-gara kamu nggak bisa tenang tidurnya.!" Omel Xander. Dia berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
...*****...
Serra turun dari motor Omnya dan berlari kencang menuju gerbang sekolah yang hampir di tutup oleh satpam.
"Pak Udin,, jangan di tutup dulu.!!" Teriak Serra. Pria paruh baya itu berhenti mendorong gerbang, dia melihat Serra berlari terengah-engah dan berhenti tepat di depan Gerbang.
"Huh,, selamat." Gumam Serra dengan nafas ngos-ngosan. Satpam sekolah itu menggeleng dengan kelakuan murid di sekolah itu.
"Makanya jangan terlambat kalau nggak mau kejar-kejaran sampai pager." Ujar Pak Udin.
Serra menyengir kuda. "Serra kesiangan Pak Udin. Makasih Pak, Serra ke kelas dulu."
Gadis berseragam putih abu-abu itu kembali berlari ke kelas. Suasana di lapangan sudah ramai karna pagi ini ada upacara yang dilaksanakan setiap hari senin. Serra menjadi murid terakhir yang masuk ke barisan kelasnya.
Manda menyikut Serra yang baris di sampingnya. "Tumben telat." Bisiknya.
Serra mendekat dan berbisik ditelinga Manda. "Sumpah demi apa.?!" Seru Manda reflek. Beberapa temannya langsung menoleh kebelakang, menatap keduanya dengan lirikan tajam.
Serra hanya menyengir kaku dan menepuk lengan sahabatnya. "Bisa diem nggak.!" Tegurnya pelan.
"Sorry, reflek. Dia masih single kan Ser.? Jangan-jangan dia naksir sama kamu. Gila, duitnya lancar terus." Bisik Manda iri. Sahabatnya benar-benar beruntung mendapatkan sugar daddy yang masih single dan royal. Setiap kali bertemu, Serra selalu diberi uang. Padahal Serra sudah mendapatkan I-Phone mahal.
Beda dengan sugar daddy Manda, dia hanya memberikan I-Phone di awal, lalu 2 bulan kemudian baru memberinya uang. Jadi jasa Manda selama 2 bulan dibayar menggunakan I-Phone seharga 30 juta.
Serra berdecak. "Nggak usah ngadi-ngadi, sekelas dokter ahli bedah mana mungkin suka sama remahan rengginang." Sahut Serra merendah. Memang tidak pernah ada orang yang menghina fisiknya, namun type Xander pasti jauh diatasnya.
"Asal kamu tau, rasa suka itu nggak bisa dicegah. Yang ada malah tumbuh karna terbiasa bertemu." Sahut Manda.
...*****...
Serra bersama tiga sahabatnya melenggang masuk ke dalam restoran di salah satu pusat perbelanjaan untuk mentraktir mereka. Semenjak menjadi wanita simpanan, isi atm Serra membengkak. Tidak ada salahnya sesekali dia mentraktir sahabatnya. Walaupun sebagian uangnya dia tabung untuk kuliah nanti.
"Eh lihat, laki-laki itu mirip Dokter Xander yang ada di hp kamu Ser." Marisa mengarahkan telunjuknya ke keluar restoran yang berdinding kaca transparan. Semua mata tertuju pada arah jari telunjuk Marisa.
"Beneran mirip. Apa memang dia orangnya.?" Manda bertanya pada Serra.
Serra mengangguk. "Iya, dia Dokter Xander." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari Xander yang sedang merangkul wanita cantik di sebelahnya.
"Ya ampun, cantik gitu pacarnya. Kok malah cari simpenan. Dia hyper atau gimana Ser.?" Tanya Nabil penasaran.
Serra hampir tertawa mendengar perkataan Nabil tentang Xander. Jangankan hyper, berdiri saja tidak mampu.
"Dari mukanya sih kelihatan hyper." Sambung Manda. Dia terus mengamati wajah Xander untuk sekedar mencari tau seperti apa sosok Xander.
"Bener. Kamu aman kan Ser.? Nggak takut sama yang hyper kagak gitu.?" Marisa kelihatan cemas.
Serra tidak tahan lagi dan langsung menyemburkan tawanya. Seandainya saja ketiga sahabatnya tau bagaimana kondisi Xander, mungkin mereka akan syok.
"Udah ah nggak usah ngomongin dokter itu, mending kita pesan makanan sekarang." Ujar Serra sembari mengangkat tangannya untuk memanggil pelayan.