Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8: Kejutan di Antara Kegilaan
Matahari pagi bersinar lembut melalui jendela penthouse, membawa sedikit kehangatan yang berusaha menyusup ke atmosfer yang selama beberapa hari terakhir terasa begitu tegang. Elle bangun dengan kepala berat. Semalam, pikirannya terus berputar dengan semua informasi yang ia temukan. Namun, pagi ini, ia bertekad untuk mencoba menjalani harinya dengan normal... atau setidaknya mencoba.
Saat ia keluar dari kamar, ia mendapati pemandangan yang tidak biasa. Nichole, pria dingin yang biasanya terlihat seperti poster mafia hidup, sedang berdiri di dapur mengenakan celemek *Hello Kitty*.
Elle menghentikan langkahnya, menatap Nichole dengan ekspresi bingung sekaligus ingin tertawa. "Aku tidak percaya. Aku pikir aku sedang bermimpi. Apakah itu... celemek?"
Nichole mendongak dari panci yang sedang ia aduk dan menatap Elle dengan datar. "Aku mencoba membuat sarapan. Jangan banyak komentar."
Elle mencoba menahan tawa. "Aku hanya ingin memastikan aku tidak salah lihat. Seorang bos mafia, lengkap dengan celemek merah muda. Ini pemandangan yang akan kuingat seumur hidup."
Nichole mengabaikan ejekan Elle dan kembali fokus pada pancinya. "Aku bisa memasak. Dan aku tidak mau mendengar komentar lain soal ini."
"Memasak? Serius?" Elle berjalan mendekat, mengintip isi panci. "Jadi... apa yang kau buat?"
"Telur orak-arik." Nichole menjawab singkat, dengan nada seolah-olah ia sedang menyusun strategi perang.
Elle memiringkan kepalanya, memperhatikan tekstur telur di panci. "Hmm... aku benci mengatakan ini, tapi telurmu lebih terlihat seperti bubur. Kau yakin tidak butuh bantuan?"
Nichole menatap Elle dengan tatapan penuh tantangan. "Aku tidak butuh bantuan untuk membuat telur."
"Tentu saja." Elle mengangkat kedua tangannya menyerah, sambil menahan senyum.
Namun, hanya beberapa menit kemudian, alarm asap berbunyi. Bau gosong segera memenuhi dapur. Elle tertawa terbahak-bahak sementara Nichole buru-buru mematikan kompor, wajahnya gelap karena rasa malu.
"Aku rasa kau memang butuh bantuan," kata Elle di antara tawa. Ia dengan sigap mengambil alih dapur, membersihkan kekacauan yang dibuat Nichole, dan mulai membuat telur orak-arik yang sebenarnya.
Ketika akhirnya sarapan siap, Nichole duduk di meja makan, menatap Elle dengan tatapan tajam namun sedikit bercampur rasa malu.
"Jangan bilang apa-apa," ujarnya sambil mengambil garpu.
"Tentu saja, Tuan Bos Besar," balas Elle sambil menyeringai.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah makan, mereka berdua duduk di ruang tamu. Elle, masih berusaha mengatasi ketegangannya dari semua ancaman dan teka-teki sebelumnya, memutuskan untuk mengajukan sebuah pertanyaan yang sudah lama ia pikirkan.
"Nichole," katanya sambil menatapnya dengan serius. "Apa kau pernah mencoba... hidup normal?"
Nichole mendengus pelan. "Apa maksudmu?"
"Kau tahu, hidup tanpa semua ini. Tanpa urusan geng, tanpa ancaman, tanpa... celemek Hello Kitty," kata Elle sambil menyeringai kecil di akhir kalimat.
Nichole mengangkat alis. "Hidup normal tidak cocok untukku. Aku lahir untuk ini."
Elle bersandar di sofa, memutar matanya. "Kau bahkan tidak mencoba, kan? Kau terlalu sibuk menjadi pria paling menakutkan di ruangan mana pun."
"Menakutkan?" Nichole menyeringai kecil, bersandar dengan santai. "Jadi, aku menakutkan untukmu?"
Elle merasa pipinya memerah sedikit. "Bukan itu maksudku. Maksudku, kau menakutkan *bagi orang lain*. Aku... yah, aku sudah terbiasa."
"Benarkah?" Nichole mendekat sedikit, senyum menggoda menghiasi wajahnya. "Jadi kau tidak takut padaku sama sekali, Elle?"
Elle mendadak merasa gugup. Wajah Nichole begitu dekat hingga ia bisa melihat sorot mata tajamnya dengan jelas. Ia menelan ludah, berusaha untuk tidak menunjukkan kelemahan.
"Y-ya," jawabnya akhirnya, meski suaranya sedikit bergetar. "Aku tidak takut padamu."
"Bagus." Nichole menyeringai lebih lebar, sebelum tiba-tiba bersandar ke belakang lagi, membiarkan ketegangan yang ia ciptakan menghilang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Namun, ketenangan itu hanya berlangsung sebentar.
Sore itu, ketika Elle sedang membaca di ruang tamu, sebuah suara ketukan keras menggema dari pintu depan. Nichole, yang sedang berbicara di telepon, langsung menghentikan percakapannya dan berjalan menuju pintu dengan langkah waspada.
Ia membuka pintu, dan di sana berdiri seorang wanita cantik dengan rambut panjang yang tergerai sempurna. Ia mengenakan gaun elegan, dengan senyum penuh percaya diri yang langsung membuat atmosfer ruangan berubah.
"Hallo, Nichole," kata wanita itu dengan suara yang begitu lembut namun penuh kekuatan.
Nichole menghela napas panjang, jelas tidak senang melihatnya. "Katherine. Apa yang kau lakukan di sini?"
Katherine, yang kini dikenal sebagai mantan Nichole, melirik ke dalam penthouse dan langsung menangkap keberadaan Elle. Senyumnya berubah menjadi sesuatu yang lebih tajam, hampir seperti pisau yang siap menusuk.
"Jadi ini dia, ya?" Katherine melangkah masuk tanpa diundang, matanya tertuju pada Elle. "Gadis yang berhasil membuatmu... berubah."
Elle, yang sama sekali tidak siap menghadapi situasi ini, hanya bisa menatap Katherine dengan bingung. "Maaf, siapa kau?"
Katherine mendekat, menatap Elle dengan penuh penilaian. "Aku Katherine. Mantan tunangan Nichole."
Kata-kata itu membuat ruangan terasa lebih dingin. Elle menatap Nichole, mencari jawaban, tetapi pria itu hanya berdiri di sana dengan ekspresi datar.
"Apa kau tidak akan memperkenalkan kami?" Katherine bertanya kepada Nichole, meskipun tatapannya tidak pernah lepas dari Elle.
Nichole akhirnya membuka mulut. "Katherine, ini Elle. Elle, ini... Katherine."
"Kau sudah bilang itu," kata Elle pelan, masih bingung harus berkata apa.
Katherine menyeringai kecil. "Elle, ya? Aku yakin kau tahu, Nichole dan aku punya sejarah panjang. Jadi, apa rencanamu dengannya? Kau pikir kau bisa bertahan lama di dunia ini?"
"Aku... aku tidak tahu apa maksudmu," jawab Elle dengan jujur.
"Biarkan dia," potong Nichole dengan suara tegas, melangkah maju untuk berdiri di antara Katherine dan Elle. "Jika kau ingin sesuatu, bicaralah denganku. Jangan libatkan dia."
Katherine menatap Nichole sejenak, lalu tersenyum kecil. "Baiklah. Tapi aku akan kembali, Nichole. Dan aku yakin kau tahu kenapa."
Tanpa mengatakan hal lain, Katherine berbalik dan meninggalkan penthouse, meninggalkan ketegangan yang terasa seperti asap yang memenuhi ruangan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah Katherine pergi, Elle menatap Nichole dengan tajam. "Jadi... itu dia? Mantanmu?"
Nichole mengangguk pelan, terlihat enggan untuk membahas hal ini. "Dia... bagian dari masa laluku. Kau tidak perlu khawatir."
"Oh, aku tidak khawatir," kata Elle sambil mendengus. "Aku hanya merasa seperti sedang terjebak dalam opera sabun."
Nichole meliriknya dengan senyum tipis. "Jika ini opera sabun, kau yang jadi pemeran utamanya."
"Ya, dan aku tidak suka skripnya." Elle menyilangkan tangan di dada, mencoba mengabaikan rasa cemburu kecil yang tiba-tiba muncul di dadanya.
Nichole, entah bagaimana, menyadarinya. Ia mendekat dan menatap Elle dengan intensitas yang lebih lembut dari biasanya. "Elle, dengarkan aku. Katherine tidak penting. Yang penting sekarang... adalah kau."
Kata-kata itu membuat Elle tercengang. Ia ingin membalas dengan komentar sarkastik, tetapi kata-kata itu tidak keluar. Sebaliknya, ia hanya menatap Nichole dengan mata besar, mencoba mencerna apa yang baru saja ia katakan.
"Ya ampun," kata Elle akhirnya, memecahkan keheningan. "Kau benar-benar tahu bagaimana membuat seseorang bingung."
Nichole tersenyum kecil, lalu berjalan menjauh, meninggalkan Elle dengan pikirannya yang semakin kacau.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di tengah semua kekacauan itu, Elle tidak bisa mengabaikan sesuatu yang ia rasakan. Meskipun dunia di sekitar mereka penuh dengan bahaya, ancaman, dan rahasia, ada sesuatu yang mulai tumbuh di antara mereka. Sesuatu yang hangat, meskipun Nichole mungkin tidak akan pernah mengakuinya.
Namun, di sisi lain, bayang-bayang Katherine kembali terasa. Dan Elle tahu, ini bukan akhir dari cerita. Ini baru permulaan dari kekacauan yang lebih besar.
...To be Continued...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣