Laila, seorang gadis muda yang cerdas dan penuh rasa ingin tahu, tiba-tiba terjebak dalam misteri yang tak terduga. Saat menemukan sebuah perangkat yang berisi kode-kode misterius, ia mulai mengikuti petunjuk-petunjuk yang tampaknya mengarah ke sebuah konspirasi besar. Bersama teman-temannya, Keysha dan Rio, Laila menjelajahi dunia yang penuh teka-teki dan ancaman yang tidak terlihat. Setiap kode yang ditemukan semakin mengungkap rahasia gelap yang disembunyikan oleh orang-orang terdekatnya. Laila harus mencari tahu siapa yang mengendalikan permainan ini dan apa yang sebenarnya mereka inginkan, sebelum dirinya dan orang-orang yang ia cintai terjerat dalam bahaya yang lebih besar.
Cerita ini penuh dengan ketegangan, misteri, dan permainan kode yang membawa pembaca masuk ke dalam dunia yang penuh rahasia dan teka-teki yang harus dipecahkan. Apakah Laila akan berhasil mengungkap semuanya sebelum terlambat? Atau akankah ia terjebak dalam jebakan yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faila Shofa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jejak yang hilang
Hari sudah mulai sore, tetapi Laila masih menatap kertas berisi kode itu dengan ekspresi penuh teka-teki. Keysha dan Rio duduk di sofa kecil di ruang belajarnya, masing-masing dengan ekspresi kebingungan yang sama.
“Jadi… kita nggak tahu apa-apa soal ini?” Rio memecah kesunyian, menatap bolak-balik antara Laila dan Keysha. “Kode ini nggak mungkin cuma kebetulan. Pasti ada artinya.”
Laila menghela napas. “Aku juga tahu itu. Tapi, ini... terasa terlalu acak. Aku bahkan nggak tahu mulai dari mana. Nggak ada petunjuk lain selain ini.”
Keysha mencondongkan tubuhnya ke depan, menatap kode itu lebih dekat. “Kalau ini benar-benar kode yang sengaja ditinggalkan, kemungkinan ada kunci lain yang tersembunyi. Kamu nemuin ini di file lama, kan? Ada yang lain nggak di sana?”
Laila menggeleng. “Cuma ini. Aku sudah periksa semua file lainnya. Isinya cuma dokumen biasa yang nggak ada hubungannya dengan ini.”
“Mungkin ada sesuatu di luar kertas ini,” Rio menebak. “Kamu yakin nggak ada jejak lain? Siapa tahu ini petunjuk untuk menemukan sesuatu yang lebih besar.”
Laila mulai merasa sedikit frustrasi. “Aku sudah periksa semuanya! Kalau memang ada sesuatu yang lain, aku pasti sudah menemukannya. Tapi... ini satu-satunya yang aneh.”
Keysha berdiri dan berjalan ke arah jendela, menatap langit yang mulai berubah oranye. “Kalau begitu, mungkin kita harus mulai mencari tahu apa arti kata ‘Raven’. Tapi nggak di internet. Kita butuh lebih dari sekadar teori.”
“Dan gimana caranya?” Laila bertanya, nada suaranya sedikit tajam karena frustrasi.
Keysha menoleh dengan senyum kecil, penuh tantangan. “Kita harus mencari tahu dari orang-orang yang mungkin terhubung dengan ini.”
Rio langsung mengangkat tangan, seperti ingin menghentikan ide itu. “Tunggu, maksudmu apa? Siapa yang harus kita tanya? Kita bahkan nggak tahu ini punya siapa.”
Laila tiba-tiba teringat sesuatu. “Tunggu... aku ingat sesuatu.” Ia bergegas ke lemari di sudut ruangan, menarik keluar sebuah kotak kayu kecil yang terlihat usang. Membukanya, ia mengeluarkan sebuah foto tua.
“Apa ini?” Keysha mendekati Laila, melihat foto tersebut. Di dalam foto itu, ada seorang pria muda yang memegang sesuatu yang tampak seperti buku catatan dengan tulisan tangan di atasnya.
“Ini... ayahku,” Laila berkata dengan suara pelan. “Aku pernah melihat buku itu, tapi aku nggak pernah tahu apa isinya. Dan... aku nggak yakin apakah buku itu masih ada.”
Rio dan Keysha saling berpandangan, lalu Keysha bertanya, “Kamu yakin ini ada hubungannya?”
Laila mengangguk ragu. “Aku nggak tahu pasti. Tapi... aku punya firasat. Kalau kode ini memang sesuatu yang penting, mungkin ada hubungannya dengan buku itu.”
“Kalau gitu, kita harus cari buku itu,” Rio berkata, berdiri dengan penuh semangat. “Di mana terakhir kali kamu melihatnya?”
Laila menggeleng. “Itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Mungkin ada di rumah lama kami. Tapi... rumah itu sudah nggak ditinggali lagi.”
Keysha mengernyit. “Rumah lama? Maksudmu rumah yang... itu?” Nada suaranya berubah, terdengar sedikit cemas.
Laila mengangguk. “Ya. Rumah itu. Aku nggak pernah ke sana lagi sejak keluargaku pindah. Tapi kalau memang buku itu ada di sana, aku harus menemukannya.”
Rio tampak bingung. “Apa yang salah dengan rumah itu? Kenapa kamu terdengar ragu?”
“Karena rumah itu... punya sejarah buruk,” Keysha menjawab untuk Laila. “Rumah itu sering disebut ‘Rumah Tanpa Suara’. Banyak yang bilang ada hal-hal aneh di sana.”
“Serius?” Rio tertawa kecil, meskipun jelas terlihat dia tidak nyaman. “Kamu percaya cerita-cerita seperti itu?”
Keysha hanya mengangkat bahu. “Aku nggak bilang aku percaya, tapi aku juga nggak mau mengabaikannya. Kalau ada sesuatu yang memang nggak beres di sana, kita harus hati-hati.”
Laila menatap mereka dengan serius. “Aku tahu ini berisiko, tapi aku nggak punya pilihan lain. Kalau kita nggak menemukan buku itu, kita nggak akan pernah tahu arti kode ini.”
Setelah beberapa saat keheningan, Rio akhirnya berkata, “Oke, kalau gitu kita pergi ke sana. Tapi aku nggak mau ada yang main-main. Kita cuma cari buku itu, dan langsung pergi.”
Keysha mengangguk setuju. “Sepakat. Tapi kita harus pastikan kita nggak membahayakan diri sendiri.”
Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah lama Laila keesokan harinya. Malam itu, Laila sulit tidur, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan tentang apa yang akan mereka temukan. Kode R4V3N terus berputar-putar di benaknya, seperti teka-teki yang menolak untuk dipecahkan.
---
Keesokan harinya, mereka tiba di depan rumah lama itu. Bangunan tua itu terlihat suram dan penuh debu, dengan jendela-jendela yang sebagian besar sudah pecah. Pintu depannya sedikit terbuka, berderit pelan saat angin bertiup.
“Aku nggak percaya kita benar-benar di sini,” Rio berkata, suaranya terdengar tegang.
Laila menelan ludah, mencoba menenangkan dirinya. “Ayo masuk. Kita nggak punya banyak waktu.”
Ketiganya masuk ke dalam rumah, berjalan melewati ruang tamu yang penuh dengan perabotan tua yang tertutup kain putih. Suasana di dalam rumah itu terasa dingin dan mencekam, seperti ada sesuatu yang mengintai dari kegelapan.
“Buku itu seharusnya ada di ruang kerja ayahku,” Laila berkata, memimpin jalan. Mereka berjalan perlahan, setiap langkah mereka memecah kesunyian rumah itu.
Saat mereka sampai di ruang kerja, Laila langsung menuju ke rak buku tua di sudut ruangan. Ia mulai memeriksa buku-buku yang tersusun rapi di sana, mencari sesuatu yang tampak familiar.
“Apa ini?” Keysha tiba-tiba menarik sebuah buku kecil dari rak lain. Buku itu berwarna hitam, dengan simbol burung gagak di sampulnya.
Laila mengambil buku itu dari tangan Keysha dan membukanya. Di halaman pertama, ada tulisan tangan yang tampak familiar: R4V3N.
“Itu dia!” Laila berseru, meskipun ia masih bingung dengan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Namun, sebelum mereka bisa membaca lebih jauh, terdengar suara keras dari lantai atas, seperti sesuatu yang jatuh. Ketiganya membeku, saling menatap dengan wajah pucat.
“Apa itu?” Rio bertanya, suaranya hampir berbisik.
“Entahlah,” Laila menjawab dengan suara gemetar. “Tapi aku rasa kita harus pergi sekarang.”
Namun, sebelum mereka bisa bergerak, suara itu terdengar lagi, kali ini lebih dekat. Ketegangan mulai menyelimuti mereka, dan mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian di rumah itu.
Rio melangkah mundur dengan cepat, hampir tersandung kursi yang sudah lapuk. “Kita harus keluar dari sini. Sekarang juga!” bisiknya tajam.
Keysha menggenggam lengan Laila, yang masih memegang erat buku hitam dengan tulisan R4V3N di tangannya. “Aku setuju. Apapun itu, kita nggak bisa ngabaikan suara itu.”
Laila menoleh ke arah tangga yang mengarah ke lantai atas. Suara itu berhenti, meninggalkan keheningan yang justru membuat mereka semakin gelisah. Namun, sebuah perasaan mendesak membuatnya tetap bertahan.
“Kita nggak bisa pergi sekarang,” katanya tegas. “Buku ini mungkin petunjuk. Kalau kita pergi sekarang dan sesuatu terjadi, kita mungkin kehilangan jejak selamanya.”
“Kamu serius?” Rio menatap Laila seperti dia sudah gila. “Kita nggak tahu siapa atau apa yang ada di atas sana!”
Keysha menarik napas dalam, berusaha tenang. “Oke, Laila. Kalau memang kamu yakin, kita harus cepat. Kita ambil apa yang kita bisa dan keluar dari sini. Aku nggak mau ambil risiko lebih lama.”
Mereka sepakat untuk segera membuka halaman-halaman buku itu, berharap menemukan petunjuk langsung. Laila membuka halaman pertama, menemukan catatan singkat yang tertulis dengan tinta biru.
“Jika kau membaca ini, ketahuilah bahwa kebenaran selalu datang dengan harga.”
“Maksudnya apa?” gumam Keysha, mengerutkan kening.
“Aku nggak tahu,” jawab Laila pelan. Ia membalik halaman berikutnya, menemukan diagram yang terlihat seperti peta. Ada lingkaran besar di tengahnya dengan simbol burung gagak yang melingkar, serta tanda-tanda lain yang tidak mereka pahami.
“Peta ini… aku rasa ini petunjuk,” kata Laila. “Tapi aku nggak tahu apa artinya.”
Rio menunjuk sebuah tulisan kecil di bawah diagram itu. “Itu… itu bahasa Latin, ya? 'Ad noctem et veritatem'… artinya apa?”
Keysha, yang kebetulan mengambil pelajaran Latin di sekolah, mencoba mengingat. “Ke… malam dan kebenaran? Kayaknya begitu.”
Sebelum mereka bisa membahas lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari lantai atas. Kali ini, suara itu jelas dan mendekat.
“Cepat, sembunyi!” Rio mendesis, mendorong Keysha dan Laila ke balik lemari besar di sudut ruangan.
Mereka menahan napas, mendengarkan suara yang semakin mendekat. Detak jantung mereka terasa begitu keras, seolah-olah bisa terdengar oleh siapapun atau apapun yang sedang bergerak di rumah itu.
Langkah kaki itu berhenti tepat di luar pintu ruang kerja. Kemudian, mereka mendengar suara pelan, seperti seseorang berbicara. Tapi suara itu tidak jelas, hanya terdengar seperti bisikan.
“Ada orang lain di sini,” bisik Keysha dengan wajah pucat.
Rio mengangguk, matanya menatap pintu dengan waspada. Tapi Laila, meskipun ketakutan, merasa ada sesuatu yang aneh dengan suara itu. Seolah-olah suara itu… tidak sepenuhnya berasal dari seseorang. Lebih seperti gema dari masa lalu.
Setelah beberapa menit, suara itu perlahan menjauh. Langkah kaki terdengar kembali, kali ini bergerak ke arah lain. Tapi ketegangan belum mereda. Mereka tetap diam di tempat, menunggu sampai benar-benar yakin aman.
“Laila,” bisik Keysha akhirnya. “Kita nggak bisa terus di sini. Buku itu penting, tapi hidup kita lebih penting.”
Laila mengangguk pelan. “Oke. Kita keluar sekarang. Tapi aku tetap bawa buku ini.”
Mereka keluar dari persembunyian, bergerak perlahan ke arah pintu keluar. Namun, sebelum mereka bisa mencapai pintu depan, Laila berhenti tiba-tiba. Matanya tertuju pada sebuah meja kecil di ruang tamu.
“Apa itu?” Ia berjalan mendekati meja itu, meskipun Rio dan Keysha mencoba menghentikannya.
Di atas meja itu, ada amplop putih dengan tulisan tangan yang sama seperti di dalam buku hitam. Laila mengambil amplop itu, membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya, ada selembar kertas kecil dengan sebuah kalimat:
“R4V3N bukan akhir, hanya awal. Kebenaran ada di bawah kaki burung gagak.”
“Apa artinya ini?” Rio bertanya, terlihat bingung.
“Sesuatu di bawah gagak?” Keysha mengulang, mencoba memahami. “Mungkin… sesuatu yang tersembunyi di bawah simbol burung gagak di peta itu?”
Laila mengangguk. “Mungkin kita harus memeriksa tempat di peta itu. Tapi di mana lokasinya?”
Keysha mengambil buku itu, memeriksa lebih dekat peta yang mereka temukan. “Ini… ini terlihat seperti taman kota. Tapi aku nggak yakin.”
“Taman kota?” Rio mengernyit. “Kenapa ada sesuatu yang disembunyikan di sana?”
Laila menyimpan amplop itu di sakunya. “Aku nggak tahu. Tapi kita harus mencobanya. Kalau kita nggak mencari, kita nggak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi.”
Mereka bertiga akhirnya meninggalkan rumah itu, membawa buku dan petunjuk baru. Tapi meskipun mereka berhasil keluar dengan selamat, perasaan tidak nyaman tetap menyelimuti mereka.
Laila melihat ke arah rumah itu sekali lagi sebelum mereka pergi. Ia merasa seolah-olah rumah itu masih mengawasi mereka, menyimpan rahasia yang lebih dalam dari apa yang baru saja mereka temukan.
Dan di kejauhan, bayangan burung gagak terbang melintas di langit senja, seperti pertanda bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai.
apa rahasianya bisa nulis banyak novel?