Hanzel Faihan Awal tak menyangka jika pesona janda cantik penjual kue keliling membuat dia jatuh hati, dia bahkan rela berpura-pura menjadi pria miskin agar bisa menikahi wanita itu.
"Menikahlah denganku, Mbak. Aku jamin akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ujar Han.
"Memangnya kamu mampu membiayai aku dan juga anakku? Kamu hanya seorang pengantar kue loh!" ujar Sahira.
"Insya Allah mampu, kan' ada Allah yang ngasih rezeky."
Akankah Han diterima oleh Sahira?
Yuk pantengin kisahnya, jangan lupa kasih bintang lima sama koment yang membangun kalau suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BTMJ2 Bab 10
Sahira dan juga Cia kini sudah berada di kediaman Pratama, keduanya bahkan sudah ada di dalam kamar Sahira dulu. Kamar itu ternyata tidak berubah sama sekali, semua barang barang miliknya masih tersusun dengan sangat rapi.
Ada foto prewedding dirinya dengan Dion, ada foto kebersamaannya dengan Dion saat pacaran. Ada foto-foto masa kecilnya dan semua barang-barang kesayangannya tetap tersusun di tempatnya.
Sahira menangis karena walaupun orang tuanya mengusir dirinya, tetapi dia sangat yakin kalau kedua orang tuanya begitu menyayanginya. Karena buktinya, barang-barang miliknya tidak dibuang sama sekali.
Cia tentunya sejak tadi memperhatikan foto-foto yang ada di sana, dia kini yakin kalau pria yang mendatangi ibunya dan meminta dirinya secara paksa adalah ayah kandungnya. Pria yang dulu tidak mau mengakuinya saat dikandung oleh ibunya.
Anak itu memang masih berusia 7 tahun, tetapi anak itu sudah paham tentang pahitnya kehidupan. Dia benar-benar merasa sedih dan sakit hati, karena dia tentunya mendengar obrolan Dion dan juga Sahira.
Dia juga mendengar obrolan ibunya dengan kakek dan neneknya tentang Dion yang tidak mau mengakui dia, Dion bahkan berusaha untuk membuang Sahira dari keluarga Pratama dan keluarga pria itu.
"Bu, jadi pria ini beneran ayah kandung aku?" tanya Cia sambil menunjuk foto kebersamaan Dion dan juga Sahira.
"Ya, dia ayah kandung kamu. Maaf, karena selama ini Ibu tidak pernah memberitahukan ayah kandung kamu. Karena ibu sangat membencinya," ujar Sahira dengan jujur.
Awalnya dia tidak ingin membuat Cia membenci ayahnya, tetapi dia tidak bisa menyembunyikan perasaan bencinya itu terhadap Dion.
"Cia paham, sekarang mari kita jalani kehidupan yang baru. Ibu nggak boleh sedih lagi, karena kita sekarang sudah tinggal di rumah nenek sama kakek."
"Iya, Sayang. Ibu tidak akan sedih lagi," ujar Sahira yang langsung memeluk anaknya dengan penuh kasih.
Dia merasa menyesal sekali karena putrinya harus mengerti pahitnya kehidupan di usianya yang masih begitu kecil, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa karena memang Cia hidup kesusahan sejak dia dilahirkan.
Saat malam hari tiba, setelah Cia tidur Sahira langsung membuang semua foto kenangan dirinya dan juga Dion. Dia membuang foto-foto itu ke dalam drum lalu membakarnya di belakang rumah
"Selamat tinggal masa lalu," ujar Sahira sambil menyusut air matanya yang berlinang
"Kayaknya ada yang masih cinta hih, sama Dion."
Sahira yang sedang membakar foto-foto kenangan dirinya bersama Dion sampai kaget, tentunya karena tiba-tiba saja ada yang menegur dirinya.
"Han, ngapain kamu malam-malam di sini?" tanya Sahira karena tiba-tiba kini ada Hanzel di dekatnya dan entah sejak kapan.
"Mau nemuin calon istri aku, udah seneng belum karena udah bisa pulang ke rumahnya?"
"Aku paham, tapi kamu datangnya ngagetin kayak hantu. Masa tiba-tiba datang nggak pakai ucap salam," protes Sahira.
"Sorry ya, Cantik. Assalamualaikum," ujar Hanzel dengan begitu sopan.
"Waalaikumsalam, lain kali kalau mau namu jangan malam-malam kayak gini. Ini udah jam sembilan loh, udah waktunya istirahat."
"Iya, maaf. Habisan tadi seharian ngurusin berkas untuk pernikahan kita, jadinya sibuk banget. Nggak sempat nemuin kamu," ujar Hanzel.
"Eh? Kok gitu? Kamu datang ngelamar aku aja belum Loh! Aku-nya juga belum ucap kata setuju, kenapa kamu udah ngurusin berkas-berkas untuk pernikahan kita aja?"
"Hehe, biar cepet. Sekalian aku ke sini mau bilang, besok aku mau datang untuk melamar kamu, Mbak."
"Kok apa-apanya ngedadak banget? Emangnya kedua orang tuaku setuju?"
"Setuju dong, setuju banget malah."
"Masa sih?" tanya Sahira dengan tidak percaya.
Wanita itu tahunya Hanzel hanya seorang pengantar kue, bukannya merendahkan profesi pria itu, tetapi sangat aneh rasanya jika kedua orang tuanya bisa setuju begitu saja.
Dulu saat dia pacaran. dengan Dion saja, butuh waktu untuk mendapatkan restu. Padahal, Dion saat itu adalah seorang pengusaha muda yang tampan dan berdompet tebal.
"Iya, masa aku bohong. Perlu aku panggilkan kedua orang tua Mbak?"
"Nggak usah," ujar Sahira. "Tapi, kamu beneran siap nikahin aku dan nafkahin aku sama Cia?"
"Insya Allah, aku siap. Terus, Mbak siap gak jadi istri aku?"
"Insya Allah," jawab Sahira.
Sebenarnya dia belum mau menikah lagi, masih ada rasa trauma dengan pernikahannya yang terdahulu. Namun, dia sudah berjanji akan menikah dengan Hanzel kalau pria itu mampu membersihkan namanya dan mampu mendamaikan dirinya dengan kedua orang tuanya.
"Kalau gitu, tunggu besok aku datang."
"Hem," jawab Sahira.
Keesokan harinya Hanzel datang dengan keluarga besarnya, dia membawa hantaran yang banyak dan juga memberikan cincin tunangan yang sangat indah.
Hanzel dan keluarganya disambut dengan hangat oleh kedua orang tua Sahira, wanita itu sampai merasa heran karena Hanzel sangat dihargai dan kedua orang tuanya memperlakukan pria itu dengan hangat.
"Papih sama Mamih kok baik banget sama Han? Dia hanya pengantar kue loh, yakin mau nikahin aku sama dia?"
"Yakin dong, tapi kayaknya kamu salah sangka deh."
"Salah sangka kenapa?" tanya Sahira bingung.
"Hanzel Faihan Awal, itu nama calon suami kamu yang sekarang. Coba deh searching sendiri siapa pria itu," ujar Ibunda Sahira.
Sahira yang merasa penasaran akhirnya mengambil ponselnya, lalu dia mengetik nama calon suaminya pada mesin pencarian yang ada di ponselnya tersebut.
"Ya ampun! Calon laki gue ternyata brondong tajir, cucu pemilik perusahaan Pramudya Grup. Gila, dibuang Dion malah nemu berlian." Sahira dengan cepat menutup mulutnya setelah mengatakan hal itu.
Pantas saja Hanzel bisa langsung mendamaikan dirinya bersama dengan kedua orang tuanya, karena ternyata anak muda itu adalah cucu orang terpandang di ibu kota.
"Ada apa, Mbak? Kok kaya orang kaget gitu?" tanya Hanzel.
"Eh? Nggak, cuma mau nanya. Kalau kita udah nikah, mau tinggal di mana?"
"Di rumah sederhana milik aku, mau?"
"Mau," jawab Sahira yang merasa kalau pria muda di sampingnya itu merupakan pria yang bertanggung jawab.
"Insya Allah kalau nanti usaha aku udah maju, kita beli rumah yang besar."
"Oke," jawab Sahira.
Setelah acara pertunangan digelar, kedua orang tua Sahira langsung mengumumkan pertunangan putrinya dengan cucu dari keluarga Pramudya itu.
Mereka juga mengumumkan kembalinya Sahira dan mengumumkan jika anaknya akan menikah satu minggu lagi, kebahagiaan begitu terpancar dari kedua keluarga besar itu.
Lain halnya dengan Dion, pria itu terlihat begitu marah sekali saat melihat berita yang kini sedang berlangsung di televisi.
"Sial! Kenapa semuanya bisa langsung baik dalam sekejap? Kenapa bisa Sahira dilamar oleh cucu dari keluarga Pramudya? Nanti, bagaimana aku mengambil Cia dari Sahira?"