Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan - Aku Kira Kamu?
“Ehh ... ja—jangan sekarang, Pak! Saya sedang masak, masa sambil masak?” Asyifa sudah panas dingin didekati Adrian, apalagi sampai Adrian memeluk dirinya dari belakang dan mengambil spatula di tangan Asyifa lalu menaruhnya di tempat tirisan minyak.
“Kenapa kalau sambil masak? Biar ada sensasinya, Asyifa? Ayo, layani saya sekarang.” Adrian tambah membuat Asyifa makin panas dingin, padahal Adrian hanya ngerjain Asyifa saja, bagaimana reaksinya saat diperlakukan seperti itu oleh Adrian.
“Aduh, Pak ... tubuh saya bau bumbu, nanti saja, ya? Mandi dulu, masa mau melayani suami bau begini, Pak? Ja—jangan deh, Pak?” ucapnya gugup dan wajahnya semakin merah merona, karena Asyifa bisa merasakan desah napas Adrian yang lembut dan hangat di tengkuknya.
“Kenapa? Katanya sudah siap? Kok gugup gini? Jangan tegang dan takut dong wajahnya? Rileks, oke?” bisik Adrian di telinga Asyifa dengan lembut. Sesekali Adrian mencium tengkuk Asyifa. Entah ada dorongan apa Adrian bisa-bisanya menyesap aroma wangi tubuh Asyifa, dan tiba-tiba mencium lembut tengkuknya.
“Uhmp ... Pak ...,” desis Asyifa.
“Iya, bagaimana? Mau dilanjutkan?” bisik Adrian. Lalu membalikkan tubuh Asyifa supaya menghadap dirinya.
“Na—nanti saja, Pak. Sa—saya ... lanjut ....,” ucap Asyifa terbata-bata. “Uhmmpp ....” Adrian membekap bibir Asyifa dengan bibirnya. Entah kenapa dia gemas melihat Asyifa yang begitu.
Asyifa kaget bibirnya dicium oleh Adrian. Tidak ia sangka Adrian akan mengecup bibirnya. Asyifa hanya diam dengan mata membulat sempurnya merasakan kecupan pertama dari suaminya. Adrian semakin rakus melahap bibir tipis Asyifa, tapi Asyifa tidak ada respon sama sekali, hanya diam dan kaku, karena tidak pernah ia melakukan ciuman dengan laki-laki.
“Kenapa gak balas ciuman saya, Asyifa?” tanya Adrian.
Asyifa hanya menggeleng menatap Adrian yang baru berhenti menikmati bibir ranumnya. Ternyata Adrian begitu menikmatinya, padahal ia ingin mengerjai Asyifa, tapi dirinya yang terperangkap sendiri oleh jebakannya. Senjata makan Tuan!
“Ayamnya gosong, Pak!” Asyifa menjauhkan tubuh Adrian, namun tetap saja Adrian masih merengkuh tubuh mungil Asyifa.
“Tadi kan sudah kamu balik, mana ada gosong? Apinya saja sudah saya kecilkan?” Ucapnya dengan menyeringai, bak singa yang ingin menerkam mangsanya, membuat Asyifa begitu gugup dan ketakutan.
“Ma—masakannya sudah hampir matang, Pak. Sebentar lagi waktu makan siang, Ba—Bapak harus makan, lalu ke kantor. Nanti bos Bapak nyariin bapak, katanya siangnya berangkatnya?” ucap Asyifa gugup.
“Biar bos saya mencari-cari saya, kita lanjutkan saja,” bisik Adrian.
“Ja—jangan sekarang, Pak! Katanya tadi Bapak tidak mau menyentuh perempuan selain Mbak Naura?” ucap Asyifa semakin takut.
“Karena kau menggodaku, Asyifa!” jawabnya.
Asyifa tersenyum genit menggoda suaminya. Mendengar Suaminya mulai tergoda Asyifa malah semakin berani menampakkan wajah genitnya, menghilangkan rasa gugup dan takutnya. Namun, itu hanya siasat Asyifa, supaya Adrian takut dan menjauh saat dirinya bersikap genit seperti wanita penghibur.
Jari lentik Asyifa menyentuh dada Adrian dengan lembut. Lalu mendekatkan wajahnya di depan wajah Adrian. “Tergoda juga, nih? Katanya gak bisa sentuh perempuan yang tidak bapak cintai? Ah laki-laki ternyata sama saja, ya?” bisiknya lembut.
“Kau menggodaku, Asyifa!” ucapnya dengan tatapan tajam seperti ingin memangsa Asyifa hidup-hidup.
“Makan dulu saja, Pak. Bapak harus ke kantor, kalau mau begituan nanti malam, saya tunggu bapak ke sini lagi. Masa iya saya melayani bapak dengan keadaan begini? Tubuh bau bumbu, sedang masak, keadaan kotor, gak enak dong, Pak?” ucap Asyifa dengan masih menggoda Adrian.
“Terserah kamu deh, Fa!” tukas Adrian kesal dan melepaskan Asyifa.
Asyifa sedikit lega, dia langsung mengambil mangkuk dan piring untuk menyajikan masakannya yang sudah matang. Sedangkan Adrian, kepalanya mulai pusing menahan hasratnya. Salah sendiri menantang Asyifa, tapi dirinya yang tegang, dan tidak tahu harus bagaimana mengatasi ketegangan yang sedang Adrian rasakan sekarang. Buru-buru Adrian ke kamar, ia bingung sekali pada dirinya, apalagi dia sudah merasakan hasratnya naik saat tadi mencium Asyifa.
Selepas Adrian masuk kamar, Asyifa terpaku sejenak memikirkan apa yang baru saja ia lakukan dengan Adrian di dapur. Ciuman pertama, iya itu yang sedang Asyifa pikirkan. Asyifa menyentuh bibirnya, ia sekarang tidak penasaran lagi seperti apa rasanya saat bibirnya dikecup laki-laki, apalagi laki-laki tersebut sudah berstatus menjadi suaminya.
“Ya Allah ... seperti ini rasanya ciuman bibir? Gugup sekali, kenapa darahku rasanya mendidih, panas sekali rasanya di sekujur tubuhku saat tadi Pak Adrian melakukan itu? Ada apa dengan diriku? Kenapa panas dingin gini jadinya? Kamu bodoh, Asyifa! Salah sendiri nantangin Pak Adrian? Aduh ... bagaimana kalau nanti malam Pak Adrian beneran melakukannya? Aduh kata Linda sakit sekali kalau pertama kali, terus kalau Pak Adrian ketagihan seperti Suami Mbak Desti yang selalu ingin nambah terus dengan Linda bagaimana? Bisa-bisa sobek milikku? Aaahhh ... kok takut gini?” gumam Asyifa dengan berpikiran yang tidak-tidak.
“Arrgghhtt ... Asyifa!” Adrian menuntaskan hasratnya sendirian di kamar mandi karena tadi sudah tanggung.
Setelah melakukan pelepasan, Adrian segera membersihkan dirinya lagi. Tidak tahu kenapa dia bisa terpancing oleh Asyifa, dia bisa-bisanya malah menikmati bibir manis Asyifa, meskipun tanpa respon dari Asyifa.
“Kau buatku gila, Asyifa! Aku kira tidak akan terpancing oleh sikap bar-barmu itu, sial sekali kenapa aku bisa terpancing dengan keadaan tadi?” umpat Adrian.
Adrian merebahkan tubuhnya di tempat tidur yang biasanya dipakai Asyifa untuk tidur. Adrian masuk ke dalam kamar Asyifa, karena kamar utama yang memiliki kamar mandi di dalam, sedangkan kamar satunya tidak ada, makanya Adrian memilih masuk ke kamar Asyifa, itu juga kamar untuk dirinya bersama Asyifa.
**
Selesai menata masakannya, perut Asyifa merasa tidak enak rasanya. Buru-buru Asyifa masuk ke kamarnya, ingin menuntaskan rasa mulasnya di kamar mandi.
“Asyifa? Main nyelonong saja kamu masuk kamar?!” tegur Adrian.
“Aduh Bapak, bicaranya nanti deh, saya sudah tidak tahan!” jawabnya.
“Sudah tidak tahan? Apa kamu mau menuntaskannya sendiri? Tidak mau denganku?” tanya Adrian.
Langkah Asyifa terhenti, ia tidak jadi masuk ke kamar mandi, lalu memutar badannya melihat ke arah Adrian dengan menaikkan alisnya sembari mengangkat bahunya. Tidak mengerti apa maksud ucapan suaminya. Menuntaskan bersama? Untuk apa? Itu yang Asyifa pikirkan.
“Kenapa diam? Mau aku bantu di dalam? Atau di sini saja? Di ranjang?” tawar Adrian.
“Maksud Bapak dibantu bagaimana?” tanya Asyifa.
“Kamu sudah tidak tahan bukan? Ya sini biar saya bantu,” ucap Adrian.
“Ih gak tahu, ah! Sudah, saya sudah tidak tahan lagi, Pak!”
Buru-buru Asyifa mengambil handuk dan langsung masuk ke kamar mandi. Setelah menuntaskan semua isi dalam perutnya segera Asyifa keluar dari kamar mandi.
“Uh ... lega,” ucapnya sambil mengusap perutnya.
“Sudah selesai? Kok gak ada suara apa-apa saat kamu di kamar mandi?” tanya Adrian.
“Ya kali buang air besar harus teriak-teriak, Pak?” jawab Asyifa.
“Hah? Buang air besar? Aku kira kamu?”
“Dikirain apa sih, Pak?”