Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 - Bukan Suami Pengganti
"Tapi bentar dulu, A!"
"Kenapa?"
"Shalat dulu, masa langsung," ucap Alisya menahan dada Hudzai yang mendadak mendekat dan bermaksud mengecup wajahnya.
Mendengar permintaan sang istri Hudzai mengangguk pelan dan segera turun dari atas tempat tidur. Terlalu semangat kejar target, Hudzai sampai segitunya.
Bukan karena dia tidak mengerti ilmu dan adabnya, tapi untuk kali ini memang benar-benar lupa. Ditambah lagi, sebelumnya memang sempat diuji dengan melihat penampilan seksi sang istri, mana mungkin dia bisa menahan diri.
Sebenarnya Hudzai bukan seorang santri dengan latar belakang pendidikan Agama yang mumpuni. Akan tetapi, dia banyak belajar dari berbagai hal yang kemudian dia praktekan di kehidupan sehari-hari.
Adab dan ketentuan dalam berhubungan suami istri sudah cukup lama dia pelajari. Mungkin sudah sejak SMA, belajarnya tidak sendiri, sesekali Hudzai akan datang untuk belajar secara langsung dari Om Sean juga keluarga Kiyai Husain, termasuk Ustadz Abrizam juga Ustadz Agam.
Kendati demikian, dia cukup mampu untuk memahami caranya. Sewaktu menunaikan shalat sunnahnya Hudzai masih khusyu, hingga selesai salam dan Alisya mengulurkan tangan baru jiwanya kembali seberisik itu.
Padahal sang istri masih dengan balutan mukena yang hanya memperlihatkan wajah saja, tapi pikiran Hudzai sudah kemana-mana.
Terlebih lagi, tatkala Alisya benar-benar mengecup punggung tangannya. Punggung tangan yang dikecup, tapi merinding sekujur tubuh sampai panas rasanya.
Sementara di sisi lain, Alisya juga sama iyanya. Balasan kecupan di kening dari sang suami seketika membuat wajahnya memerah, baru kecup, belum sampai ke titik silahturahmi bibir, apalagi jika nanti bergelut di atas tempat tidur.
Cukup lama Hudzai pandangi, wajah yang tadi memerah jelas semakin merah. Alisya tidak mengerti kenapa Hudzai menatapnya sampai sedalam itu. Tak hanya sekadar tatapan penuh damba dan makna, tapi juga ada sesuatu yang sulit Alisya artikan di balik tatapannya.
Setelah tadi dirinya amat kaku, Hudzai menunjukkan sisi romantis yang agaknya tidak pernah Alisya bayangkan sebelumnya. Begitu pelan Hudzai melepaskan mukena yang Alisya gunakan demi melihat surai hitam yang digerai begitu indahnya.
Senyuman di pipinya terbit, Hudzai merapikan rambut sang istri sebelum kemudian membopongnya ke atas tempat tidur. Padahal Alisya bisa berdiri dan berjalan sendiri, akan tetapi mendapat perlakuan sang suami dia juga mendadak manja dan spontan mengalungkan tangan di lehernya.
Pandangan keduanya tak saling melepas, seolah tengah berusaha membangun ikatan batin di antaranya sebelum kemudian memulai.
Irama jantung Alisya sama sekali tidak aman, semakin lama semakin kencang. Hingga, tepat dikala Hudzai membacakan doa tepat di ubun-ubunnya, Alisya kian gugup saja.
Pertanda saat itu akan semakin dekat, Alisya tidak hanya gugup, tapi juga takut. Berbagai pertanyaan mulai menghampiri otaknya, Alisya bingung bagaimana nantinya.
"Alisya ...." panggil Hudzai dengan suara serak, tatapan matanya sudah tertutup kabut gairah dan tak lagi kuasa untuk terus menahannya.
"Iya, A'?" Alisya mendongak, dia menyentuh punggung tangan sang suami yang sejak tadi mengusap pipinya.
Tak segera lanjut bicara, Hudzai masih terus menatap dirinya lekat-lekat. "Kamu ikhlas?" tanya pria itu memastikan dengan begitu lembut.
Alisya mengangguk, jika ditanya ikhlas atau tidaknya jelas saja iya, sangat-sangat ikhlas.
"Yakin?"
"Yakin, A'."
"Pikirkan lagi jawabanmu, karena setelah ini kamu tidak punya lagi kesempatan untuk pergi dariku sekalipun Abimanyu datang menjemputmu." Sekali lagi Hudzai menegaskan hal itu.
Walau sebelumnya memang sudah jelas, tapi rasanya dia ingin mendengar pengakuan Alisya lagi agar tidak ada rasa keraguan di sana.
Dan, takkan pernah Alisya membuat Hudzai ragu akan hal itu. Dia mengangguk mantap dan jauh dari dalam lubuk hati, dia memang tidak berniat kembali.
Fakta bahwa Abimanyu meninggalkannya tepat di hari pernikahan sudah cukup untuk menjadi alasan kenapa tidak ragu dimiliki Hudzai.
Pria yang kala itu berjanji menerima semua kekurangannya, ternyata pergi begitu saja, dan itu cukup membuatnya patah.
"Kenapa Aa' masih ragu? Bukankah sebelumnya Neng pernah mengatakan hal ini?"
"Takut saja, seperti yang kamu tahu aku hanya suami pengganti, bisa jadi tidak kamu ingini," ungkapnya tanpa ditutup-tutupi, secara sadar Hudzai mengakui betapa dirinya merasa kecil dalam pernikahan yang mereka jalani.
"Jangan pikirkan hal itu, Neng bahkan mencoba menganggap pinangannya sama sekali tidak pernah terjadi ... jadi, tidak ada istilahnya suami pengganti, A'."
Lama terdiam, setelah pembicaraan dengan makna terdalam itu usai dan lampu sudah dalam keadaan remang-remang, Hudzai mulai mengikis jarak dan membenamkan bibirnya.
Mata Alisya sontak terpejam, jemarinya kaku mencari tempat untuk berpegang. Tangannya gemetar sampai Hudzai harus menggenggamnya demi memberikan ketenangan.
.
.
Begitu lembut Hudzai lakukan, karena sang istri tampak kaku sekali, sampai-sampai, ketika Hudzai berhasil melepas pakaian dan mulai menyusuri leher dan dadanya, Alisya mendadak dingin dan membeku.
Tidak seperti yang digambarkan beberapa temannya jika dicium akan mende-sah, Alisya begitu diam sampai Hudzai harus memberikan gigitan kecil di lehernya demi bisa mendengar suara sang istri.
"Aaaawwh!!
Hudzai tersenyum, sejak tadi itu yang dia mau dan kini baru terdengar. Anehnya, rintihannya tidak seperti menikmati, tapi memang karena sakit.
"Sya? Kamu kenapa?" tanya Hudzai sejenak menghentikan kegiatannya.
Walau gelora sudah membara, tapi dia memilih untuk tidak egois dan memastikan istrinya baik-baik saja lebih dulu.
"Tidak apa-apa, A', ka-kaget," sahut Alisya kikuk.
"Yakin?"
"Ehm, teruskan saja," pinta Alisya seolah mendesak dan meyakinkan jika dirinya memang baik-baik saja.
Hudzai kembali meneruskan kegiatannya yang sempat tertunda. Keduanya kini sudah dalam keadaan polos, jangan tanya siapa pelakunya jelas saja Hudzai sendiri.
Dia yang awalnya dikira tidak mampu meminta buka cadar ternyata mampu melucuti pakaian istrinya hingga polos tak berbusana bak bayi baru lahir dalam waktu beberapa detik saja.
Ternyata jika sudah disertai naf-su, semua akan begitu mudah bahkan Hudzai tidak sadar keduanya sudah dalam keadaan polos. Dia meraih selimut agar tidak terlalu terbuka sebelum kemudian mengambil ancang-ancang untuk melakukan penyatuan sesungguhnya.
"Aku akan melakukannya sekarang," ucap Hudzai memberikan aba-aba agar Alisya tidak begitu terkejut.
Alisya yang sejak tadi berada di bawah kungkungan sang suami hanya mengangguk pasrah. Hanya sekadar menunggu dan kini Alisya menggigit jemari tatkala merasakan benda tumpul itu mendarat di permukaan miliknya.
"Jangan gitu, nanti sakit jarinya," ucap Hudzai meraih jemari sang istri dan menguncinya di atas kepala.
Mungkin terkesan agak brutal untuk malam pertama, tapi jika tidak begini agaknya tangan Alisya akan kemana-mana.
"A' pelan-pelan ya, nanti sakit," pinta Alisya seperti akan menangis, padahal merasakannya saja belum, pikir Hudzai.
"Iya, pelan-pelan," bisik Hudzai seolah berjanji, sembari menggesekkan miliknya perlahan demi membuat Alisya terbiasa.
Hanya di luar, itu juga dia lakukan agar sang istri tidak ketakutan dan bisa tanpa hambatan.
Setelah dia pastikan sang istri terbawa suasana dan menggila seolah meminta dengan raut wajahnya, Hudzai tersenyum tipis seraya berucap. "Ini saatnya!!"
JLEB
"Aaaaaaaaarrrggghh!!"
.
.
- To Be Continued -
...Azka : Apaan tuh?...
Selamat hari senin, yang punya vote boleh lempar ke Hudzai dan Alisya ya ... eps selanjutnya menyusul, semoga ga ditilang🫠