Jia Andrea selama lima tahun ini harus bersabar dengan dijadikan babu dirumah keluarga suaminya.
Jia tak pernah diberi nafkah sepeser pun karena semua uang gaji suaminya diberikan pada Ibu mertuanya.
Tapi semua kebutuhan keluarga itu tetap harus ditanggung oleh Jia yang tidak berkerja sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 10
Jia ikut menatap ke arah Manda saat Ibu mertuanya menatap ke arah Manda.
"Kenapa kamu masih diam saja? Apa kamu tuli? Kamu tidak mendengar ucapan Mama. Sudah sana lakukan tugasmu." Bentak Rendi pada Jia.
Jia menatap ke arah Rangga dengan tatapan sendu.
"Bahkan kamu diam saja saat aku di bentak mas." Batin Jia saat melihat Rangga hanya diam saja.
Jia masih tidak bergeming dari tempatnya berdiri.
"JIA!! Lakukan apa yang di perintahkan Mama ku." Teriak Litta secara tiba-tiba, membuat Amira ketakutan mendengar teriakkan Litta.
Jia menoleh ke arah Amira dia mengusap rambut Amira dengan lembut.
"Jangan pernah berteriak di depan anak ku." Ucap Jia penuh penekanan terhadap Litta.
"Dan satu lagi, saya bukan babu di keluarga kalian. Jadi jika itu tamu kalian maka itu kewajiban kalian untuk menjadikan dia ratu di rumah kalian." Ucap Jia seraya melenggang pergi meninggalkan rumah Rangga, dan menggandeng tangan Amira.
Semua membeku melihat tingkah laku Jia yang sudah berani melawan keluarga mereka.
"Drama yang seru." Batin Manda yang sejak tadi hanya diam.
"Ah maaf Manda atas kekacauan yang di buat Jia tadi. Em mari kita mulai makan malamnya sekarang." Ajak Rangga pada Manda dan keluarganya.
Manda menganggukkan kepalanya dan berjalan mengikuti keluarga Rangga menuju meja makan.
***
Tok... Tok...
"Assalamualaikum Bu Arum." Teriak Pak Alan yang baru saja sampai.
"Siapa Ma? Mama mengundang tamu lain?" Tanya Rangga kepada Mamanya setelah mendengar ucapan salam dari seseorang.
Bu Arum menggelengkan kepalanya.
"Mama tidak mengundang siapa pun lagi untuk makan malam bersama." Jawab Bu Arum.
"Ck menganggu saja. Sudahlah biar aku yang menemuinya dulu." Ucap Rangga yang baru saja menyelesaikan makan malamnya dan meminum air.
"Mas aku ikut." Ucap Manda yang juga baru saja menyelesaikan makan malamnya.
Rangga pun mengangguk dan menunggu Manda. Mereka berjalan menuju pintu dengan tangan Manda merangkul tangan Rangga.
Setelah sampai di ruang tamu, Rangga terkejut melihat kedatangan keluarga Jia. Rangga langsung melepas tangan Manda yang sedang memeluk tangannya dengan mesra.
"Ck mas, kenapa di lepas sih? Lagian mereka siapa. Mereka kan tamu Mama, kenapa harus kamu yang menyambutnya." Ucap Manda yang emosi karena tangannya di lepas dengan kasar oleh Rangga.
Rangga yang tak mampu menjawab pun hanya tertunduk malu di depan keluarga Jia.
"Mas kenapa diam saja. Ayok kita pergi ke pasar malam saja, menemui istri mu, yang katanya mau kamu talak saat ini juga di hadapan aku. Aku menagih janji mu ya." Ucapan Manda sontak membuat Pak Alan, Bu Dinda dan Jio terkejut.
Rangga menoleh ke arah Manda dengan ekspresi yang tak bisa dimengerti oleh Manda.
"Kenapa sih mas? Kan aku cuma menagih apa yang kamu janjikan tadi pada ku." Ucap Manda yang masih belum mengerti.
"Jadi kamu akan menalak Jia?" Tanya Pak Alan, pura-pura tak tau.
Manda meneh ke arah Pak Alan dan menganggukkan kepalanya.
"Iya Pak, tadi Mas Rangga sudah berjanji pada ku, dan kita berdua akan segera melangsungkan pernikahan. Oh iya Bapak dan Ibu sedang mencari Bu Arum kan? Dia lagi di belakang. Nanti sebentar lagi dia ke sini kok." Jawab Manda tanpa rasa bersalah.
"Emmm Ma dan Pa silahkan masuk. Aku panggilkan Mama dulu." Ucap Rangga kepada Pak Alan, Bu Dinda dan Jio.
Pak Alan hanya menganggukkan kepala seraya melangkah masuk.
Rangga segera menarik tangan Manda menuju dapur untuk menemui Mamanya.
"Kalian kenapa sih? Kok tegang gitu?" Tanya Bu Arum yang heran melihat gelagat Rangga.
"I.. i.. itu Ma, yang jadi tamu Mama ternyata orang tuanya Jia." Ucap Rangga gugup.
Uhuk.. uhuk...
Rendi dan Mayang terbatuk bersamaan, begitu juga Manda, ia turut terkejut mendengar penuturan Rangga.
"Jadi mereka keluarga Jia, Mas?" Tanya Manda pelan.
Rangga menganggukkan kepalanya.
"Iyaa!! Tadi kenapa kamu sangat bodoh ngomong seperti itu sih. Aduh gimana ini Ma." Ucap Rangga, merasa frustasi.
"Memangnya Mbak Manda ngomong apa Mas di depan keluarga Mbak Jia?" Tanya Litta yang sama kagetnya.
"Manda bilang kalau aku akan menalak Jia dan kita berdua akan segera menikah." Jawaban Rangga membuat kedua mata Bu Arum membola.
Bu Arum yang sudah tidak bisa berfikir jernih pun segera melangkah meninggalkan meja makan dan berjalan menuju ruang tamu di ikuti oleh semuanya.
"Eh ada besan. Tumben tiba-tiba datang kemari?" Ucap Bu Arum basa basi.
"Iya Bu Arum. Tadi Jio ada kerjaan di dekat sini. Jadi kami sekalian mampir, kami juga kangen sama Jia dan Amira" Ucap Bu Dinda, masih berusaha menahan amarahnya.
"Kalian baru selesai makan malam bersama?" Tanya Pak Alan saat menatap mereka satu per satu.
Bu Arum hanya menganggukkan kepalanya.
"Iya Pak, kita kedatangan sepupu jauh kita yang menginap di sini. Jadi kita makan malam bersama. Oh iya Pak Alan, Bu Dinda dan Nak Jio sudah makan. Jika berkenan kalian bisa makan malam bersama di sini kebetulan tadi kita masak banyak ." Ucap Bu Arum masih dengan dramanya.
Pak Alan dan Bu Dindan pun mengerutkan dahi, sepupu jauh. Tadi perempuan itu mengaku akan menjadi istri Rangga. Tapi, sekarang Bu Arum mengaku kalau wanita itu sepupu jauh.
Berbeda halnya dengan Jio yang sejak tadi diam saja. Dia sudah mengetahui semuanya, mulai dari tempat kerja Rangga, rencana Rangga untuk menceraikan Kakaknya bahkan sampai Rangga yang berselingkuh dengan perempuan di hadapannya saat ini.
Jio tipe orang yang tidak akan bisa menahan amarahnya jika bersangkutan dengan keluarganya, maka dari itu dia lebih memilih diam saja dari pada amarahnya meledak saat itu juga.
"Emmm kalau gitu, kita lanjutkan makan malamnya saja." Ucap Rendi, tiba-tiba saja menimpali percakapan mereka untuk mengurangi rasa canggung.
"Kalian makan malam tanpa Anak dan Cucu ku?" Tanya Pak Alan yang kebingungan karena tak melihat Jia dan Amira.
"Emmm mereka lagi jalan-jalan sebentar Pa. Amira tadi rewel dan merengek meminta jalan-jalan ke pasar malam." Kali ini Rangga yang menjawab.
"Terus kamu gak ikut? Mereka kan tanggung jawab kamu?" Tanya Pak Alan, membuat Rangga kebingungan untuk menjawabnya.
"Eee...." Rangga bingung harus menjawab apa.
"Rangga baru saja pulang dari kerjanya Pak, dia lembur tadi. Jadi tidak sempat ikut Jia dan Amira yang sudah lebih dulu pergi." Jawab Bu Arum masih berdrama.
Pak Alan menganggukkan kepalanya mengerti.
"Pintar sekali ternyata mereka beralasan dan berdrama." Batin Jio yang masih berpura-pura tidak peduli dengan keadaan.
"Saya menunggu anak dan cucu saya saja kalau begitu." Jawab Pak Alan yang langsung di angguki oleh Bu Arum.
"Litta, Mayang tolong buatkan minuman untuk mereka" Ucap Bu Arum pada Litta dan Mayang.
Litta Dan Mayang pun segera beranjak dari ruang tamu menuju dapur.
"Ck ganggu orang lagi makan saja." Gumam Litta yang masih di dengar Mayang dan langsung di angguki.
Tanpa mereka sadari, sejak tadi Manda diam-diam memperhatikan Jio yang hanya diam.
"Siapa sebenarnya Jia, kenapa dia bisa memiliki Adik setampan Jio. Dan dilihat dari penampilan dia juga seperti bukan orang sembarangan. Sangat rapi dan berwibawa. Berbeda jauh dengan Mas Rangga." Batin Manda yang sejak tadi memperhatikan Jio.
Gelagat Manda tak luput dari perhatian Rangga. Rangga pun segera menepuk punggung Manda.
Manda yang terkejut pun langsung menoleh ke arah Rangga, dengan raut wajah penuh tanya.
"Kenapa kamu menatap Jio seperti itu. Aku cemburu tahu." Bisik Rangga.
"Perasaan kamu saja kali Mas. Orang sejak tadi aku diam, karena memikirkan ucapan ku yang salah tadi." Jawab Manda turut berbisik.
*******
*******
kenp gak tegas .buat mereka kapok