menceritakan tentang seorang gadis yang berpindah ke dunia asing yaitu dunia kultivasi.
seperti apa kelanjutannya silahkan di baca
maaf sebelumnya banyak typo berterbangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 05
Keesokan harinya, Yara bangun sangat pagi. Sebelum menjalani hukuman, dia menyempatkan diri untuk berolahraga, mandi, dan sarapan. Setelah itu, dia berjalan menuju ruang belajar Sang Putra Mahkota.
Setibanya di sana, dia langsung memasuki ruangan, yang masih sepi karena sang kakak masih berada di pengadilan pagi. Tanpa menunggu, dia mengambil catatan yang kebetulan sudah tersedia di meja tepat di depan sang kakak.
Waktu berlalu. Saat matahari tepat berada di atas kepala, terdengar ketukan di pintu.
"Yang Mulia Raja Muda, makan siang Anda telah siap. Nubi akan meletakkannya di meja pojok, agar tidak mengganggu Yang Mulia saat ini!" Ucap seorang pelayan muda kepada sang yara.
"Baik, aku kebetulan sangat lapar..."
Jawab sang yara sembari melihat pelayan kecil itu sambil tersenyum kecil.
Tak lama setelah itu, Putra Mahkota tiba dan masuk dengan senyuman hangat yang hanya diberikan untuk orang terdekatnya. Dia bertanya, "Ya'er, apakah kamu sedari tadi di sini?"
Putra Mahkota berpikir bahwa adik nakal ini pasti masih merengek di kamarnya. Namun, saat melihat lembaran kertas yang tertata rapi di atas meja, dia terkejut. Di perkiraan, sudah ada 300 lembar yang tertulis, dan kilatan kagum serta bangga terlihat di matanya.
"Baik, adik ku telah tumbuh semakin dewasa," serunya sambil mengusap puncak kepala Yara dengan lembut. Dia kemudian duduk di meja belajar yang berhadapan dengan Yara dan mulai memeriksa tablet yang telah dikirimkan asisten pribadinya sejak pagi. Mereka pun sibuk dengan urusan masing-masing.
Sesekali, Putra Mahkota melirik ke arah sang adik, dan setiap kali, senyuman mengembang di wajahnya.
Menjelang sore, dia melihat bahwa kertas yang menumpuk semakin banyak, dan tidak ada satu pun kertas cacat yang terbuang. Dari banyaknya kertas sisa, diperkirakan Yara akan menyelesaikan semuanya sebelum jam makan siang besok.
Putra Mahkota terkejut. Namun, melihat ketekunan dan semangat sang adik, dia bertekad untuk mencabut hukumannya setelah Yara menyelesaikan tugasnya besok. Dalam hati, sang Putra Mahkota bersyukur atas kemajuan Yara.
Sebelum Yara pergi, dia berkata, "Ya'er, besok malam temani gege ke pelelangan tahunan di Gedung Long'san. Apakah Ya'er tertarik untuk menonton lelang?"
"En, baiklah. Ya'er akan pergi denganmu, Ge," jawab Yara tanpa berpikir panjang.
Sejujurnya, di dunia modern dulu, Yara gemar berburu barang langka di pelelangan!
Setelah mengatakannya, Yara pamit untuk kembali ke kediamannya.
Setelah kepergian Yara, Putra Mahkota mengambil selembar kertas catatan yang ditulis adiknya. Dia mengamati isi dan gaya penulisan yang sangat elegan, mencerminkan karakter si penulis.
"Sejenak, Putra Mahkota tertegun, seolah dia melihat sosok yang berbeda melalui tulisan ini. Bait demi bait dibacanya, dan setiap kata seakan membawa siapapun yang membacanya masuk ke dalam cerita."
"Bukan hanya itu, tulisannya tak pernah membosankan. Semakin lama, semakin nyaman untuk dibaca."
Putra Mahkota berpikir, seandainya dia tidak melihatnya sendiri, dia akan percaya bahwa ini ditulis oleh seorang sastrawan terkenal.
"Ini luar biasa!! Ya'er ternyata sangat berbakat dalam menulis!" serunya penuh rasa bangga. "Paman, Bibi, sepupu, apakah kalian bisa melihat ini? Ya'er telah tumbuh menjadi wanita yang luar biasa. Kesampingkan kenakalannya, dia sama luar biasanya seperti kalian."
Ucap Putra Mahkota lirih, tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. Demi menjaga reputasinya, dia hanya bisa mendongak dan menyesuaikan suasana hatinya.
"Tidak perlu memeriksa lagi, aku percaya bahwa setiap lembar kertas yang menumpuk ini memiliki isi yang sama." Pikir putra mahkota.
Keesokan harinya, setelah mengulangi rutinitasnya, Yara kembali menuju ruang belajar Putra Mahkota. Seperti hari sebelumnya, sang kakak belum tiba. Dia langsung melanjutkan pekerjaannya.
Saat waktu makan siang tiba, Putra Mahkota bergegas ke ruang belajarnya.
"Huff... Ya'er, apakah kamu sudah makan siang? Jika belum, ayo makan bersama!" teriaknya tergesa-gesa.
Putra Mahkota melihat matahari sudah berada di atas kepala, menandakan waktunya makan siang. Setibanya di sana, dia melihat Yara sudah selesai menuliskan hukumannya dan bersiap untuk makan siang.
Yara mengangguk dan menjawab, "Ayo makan bersama."
Setelah selesai makan siang, Putra Mahkota melirik kembali ke meja sang adik. Benar saja, Yara telah menyelesaikan semua tugasnya.
"Luar biasa! Ya'er, jika kamu sudah menyelesaikannya, kamu bisa kembali dan beristirahat. Nanti malam, Gege akan menjemputmu. Kita akan pergi bersama ke Rumah lelang." Ucap putra mahkota kepada sang yara.
"Ok, aku sudah selesai," Yara menjawab sambil mulai berkemas. "Gege, aku akan kembali dan beristirahat sampai berjumpa nanti malam." Dia memberi hormat kecil dan berbalik pergi.
Mengingat statusnya yang setara dengan Putra Mahkota, anggukan kecilnya sudah dianggap sopan.
Malam pun tiba. Sang Yara mengenakan pakaian berwarna hitam, dengan garis tepi kerah berwarna emas. Di bagian tengah, pinggiran tangan dan rok bawah hanfu terdapat sulaman bordir benang emas bergambarkan awan dan matahari, serta sepatu berwarna senada.
Kini, penampilan Sang Yara terlihat sangat elegan dan maskulin. Tingginya relatif standar untuk anak laki-laki berusia 14 tahun, dengan tinggi 1.7 meter, dia benar-benar tidak terlihat sebagai seorang wanita, melainkan seorang pemuda dengan postur layaknya Raja Muda yang agung.
Hanya saja, bagi keluarga dekatnya, penampilan asli Sang Yara tetap terlihat. Namun bagi orang luar, hanya mereka yang memiliki tingkatan kultivasi lebih tinggi yang dapat melihatnya.
Tanpa ragu, dia akan berpenampilan sesukanya. Di depan orang luar, dia hanya ingin dianggap sebagai pria tampan, setidaknya sesuai dengan standar di dunia bawah.
Tok tok tok.
"Ya'er, apakah kamu sudah bersiap?" tanya Putra Mahkota dari depan pintu kamar Sang Yara.
"Yah, Gege, aku sudah selesai!" jawabnya sambil membuka pintu dan berjalan keluar untuk membukakan pintu untuk Putra Mahkota.
Di paviliun, hanya ada beberapa pelayan, dan di bagian kamar pribadinya, tidak diperbolehkan ada pelayan tanpa panggilan dari Sang Yara. Karena identitasnya sebagai seorang putri, tidak ada pelayan yang bebas berkeliaran di sekitar paviliun Raja Muda di dalam Istana Matahari.
Kembali ke Putra Mahkota, dia tertegun melihat adiknya. Meskipun tidak terpesona, di hadapannya adalah adik kecilnya. Mengulurkan tangan, dia menepuk ringan surai sang adik dan berkata, "Ayo, sudah waktunya berangkat!"
Dua puluh menit berlalu. Setibanya di depan pintu Gedung Long'san, Putra Mahkota turun terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh Yara. Mereka berjalan beriringan menuju Gedung Long'san, di mana Putra Mahkota memberikan undangan kepada penjaga di depan pintu gedung. Pelayan wanita pun membawa mereka ke ruang VIP di tingkat dua.
Melihat ke sekitar dan menilai struktur bangunan gedung, ini memiliki tiga tingkatan.
Tingkat pertama adalah toko sekaligus tempat menjual dan membeli bahan herbal dan benda pusaka lainnya.
Tingkat kedua adalah untuk pajangan koleksi bahan dan barang langka kualitas menengah.
Tingkat ketiga adalah koleksi bahan pil, tumbuhan, pemurnian senjata, dan jimat tingkat bawah sampai menengah.
Untuk bagian belakang adalah tempat inti pelelangan, mulai dari tingkat satu sampai tiga. Bentuk ruangan berbentuk huruf U, dengan bagian kosong di tengah sebagai panggung bagi pembawa acara untuk memamerkan barang lelang.
Lantai pertama khusus untuk warga biasa dan para turis yang hendak berkunjung ke Kekaisaran Matahari.
Lantai kedua memiliki 20 kamar pribadi khusus untuk tamu VIP, seperti penguasa daerah, pejabat tingkat satu dan dua, serta petinggi akademi.
Sementara itu, tingkat ketiga dikhususkan untuk pemegang token hitam VIP, di mana hanya ada lima kamar pribadi, termasuk kamar pemilik Gedung Long'san.
Kembali ke Sang Yara dan Putra Mahkota...
---