Janetta, gadis empat puluh tahun, berkarier sebagai auditor di lembaga pemerintahan. Bertahan tetap single hingga usia empat puluh karena ditinggalkan kekasihnya yang ditentang oleh orang tua Janetta. Pekerjaan yang membawanya mengelilingi Indonesia, sehingga tanpa diduga bertemu kembali dengan mantah kekasihnya yang sudah duda dua kali dan memiliki anak. Pertemuan yang kemudian berlanjut menghadirkan banyak peristiwa tidak menyenangkan bagi Janetta. Mungkinkah cintanya akan bersemi kembali atau rekan kerja yang telah lama menginginkan Janetta yang menjadi pemilik hati Janetta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arneetha.Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10
Selesai makan pria ini langsung pergi dan aku pun menyusulnya keluar dari restoran. Aku jalan-jalan di lingkungan hotel menikmati angin malam. Udara sangat dingin dan aku merapatkan sweater yang kupakai. Aku menuju pinggiran danau yang kebetulan masih dalam lingkungan hotel ini juga. Kulihat ada beberapa kursi dengan atap rumbia di atasnya, yang pastinya bertujuan sebagai tempat duduk memandang danau dan menikmati angin malam.
Aku menuju ke salah satu kursi dan duduk disana. Aku mereka ulang kejadian tadi pagi di kepalaku. Pertemuanku dengan Antonio dan anaknya yang sungguh tidak pernah kuduga. Jantungku masih berdegup kencang ketika ditatap intens oleh Antonio. Sebegitu besarkah cintaku untuknya? Dan kini dia sudah menduda, apakah ini membuka jalanku untuk kembali bersamanya. Tapi memikirkan itu, aku teringat kembali orangtuaku yang tidak pernah menyetujui hubunganku dengan Antonio. Apa mungkin setelah lima belas tahun mereka akhirnya bisa menyetujuinya? Dan entah mengapa aku begitu yakin jika Antonio juga masih mencintaiku. Bahkan anaknya diberi nama yang mirip denganku.
Di tengah lamunanku tentang Antonio, tiba-tiba saja pria yang duduk makan malam bersamaku tadi telah berdiri di sampingku.
“Ternyata kamu juga sendirian ya,” sapanya dengan senyum dan mengulurkan tangannya kepadaku.
“Aku Tristan,” ucapnya dengan ramah.
“Janetta,” jawabku sambil menjabat tangannya.
“Boleh aku duduk dan menjadi teman ngobrol?” tanyanya sopan.
“Silahkan,”jawabku. Dia duduk lalu menyalakan rokoknya.
“Indah ya? Sering kemari?” tanyanya.
Aku memandangnya dan ragu untuk menjawab. Dia seolah tahu apa yang aku pikirkan lalu tersenyum.
“Tenang saja, aku bukan penipu atau orang jahat atau buaya darat,”katanya sambil mengeluarkan kartu nama dan menyerahkannya padaku.
TRISTAN DAMANIK. Branch Manager PT BUMN Cabang Medan. Tertulis demikian di kartu namanya.
“Aku baru pertama kali ke tempat ini. Asalku dari Manado.” Jawabku jujur karena aku merasa dia orang baik-baik dan hanya butuh teman berbicara.
“Oh ya, orang jauh ternyata. Mengapa kamu bisa sampai disini dan sendirian?” tanyanya heran.
“Aku pindah tugas ke Medan dan kebetulan aku single dan ini weekend, jadi nggak salah kan kalau aku berwisata kesini sendirian,” jawabku.
“Oh begitu. Ternyata kita mirip,” ucap Tristan.
“Mirip dimananya?” tanyaku dengan serius.
“Iya mirip meski tak sama. Aku lahir di Medan dan bekerja di Medan. Dan aku single serta berkunjung kesini tanpa teman atau keluarga, hanya untuk melepas penat dari rutinitas sehari-hari,” ucapnya lagi dan tersenyum. Dan aku pun mengangguk mengiyakan pendapatnya.
Tanpa terasa kami berbincang sampai tengah malam seolah kami sudah lama mengenal. Tristan adalah pribadi yang menyenangkan, banyak bicara dan bercanda tapi tidak terkesan menggurui atau tinggi hati. Berkali-kali aku tertawa terbahak-bahak dibuatnya.
Angin malam yang semakin menusuk akhirnya memaksa kami menyudahi perbincangan malam yang mengasyikkan itu. Tak kuduga solo tripku kali ini membawaku bertemu dengan orang lama dan orang baru yang menorehkan cerita dalam kehidupanku.
Keesokan pagi aku turun untuk sarapan dan Tristan telah tiba lebih dahulu. Melihatku masuk restoran, dia melampaikan tangannya dan memanggilku untuk duduk didekatnya.
“Selamat pagi. Tak kusangka bang Tristan sudah lebih dahulu bangun daripada aku,” ucapku padanya.
“Hahaha.. Ya bisalah. Kan ada alarm.”katanya dengan senyum lebar.
Kami menikmati sarapan sembari berbincang lagi. Kami telah bertukar nomor telepon dan status pribadi kami masing-masing. Entah mengapa aku begitu mudah percaya padanya. Semoga memang dia bukan orang jahat.
Aku memang tidak pernah takut untuk solo trip, karena aku pemegang sabuk hitam karate. Tidak banyak yang tahu, tapi setidaknya itu membuatku merasa aman meski pergi sendiri dan jauh dari keluarga. Dari perbincangan kami, aku tahu jika Tristan berusia empat puluh lima tahun. Lima tahun lebih tua dariku. Sama halnya denganku, dia masih melajang karena berulangkali gagal menikah. Penyebabnya macam-macam, ada yang karena mahar tidak mencukupi, ada yang karena ibunya tidak suka, dan ada juga yang meninggalkan Tristan karena calon istrinya memiliki kekasih lain.
Tristan sebenarnya tidak suka solo trip, namun kali ini terpaksa sendiri karena teman-teman yang harusnya pergi bersama Tristan tiba-tiba ada urusan lain. Karena kesal akhirnya dia memutuskan pergi sendiri. Masuk akal sih, tipe talkactive seperti Tristan nggak mungkin suka dengan kesendirian sepertiku.
Tadinya aku ingin langsung kembali ke Medan, namun Tristan mengajakku ke Tomok dengan kapal sebelum pulang ke Medan. Seharian kami bersama berjalan-jalan di sekitar Tomok. Kami tidak bisa berkeliling jauh karena kami memutuskan untuk meninggalkan mobil masing-masing di hotel dan menaiki kapal biasa untuk menyeberang ke Tomok, karena takut terlalu capek, sementara besok sudah masuk kerja lagi.
Tidak banyak kegiatan yang kami lakukan di Tomok, hanya makan siang dan menikmati tarian patung Sigale-gale. Sejenak juga melihat-lihat merchandise yang banyak dijual di sekitar pasar Tomok. Aku cuma membeli beberapa kaos santai dengan bahan rayon untuk dipakai tidur. Tristan juga hanya membeli sebuah topi bertuliskan Toba Lake.
Sebenarnya ia ingin membelikanku topi juga, namun kutolak dengan paksa karena aku sudah memakai topi. Aku tidak mau repot memegang topi lain, apalagi tas yang kubawa adalah tipe mini yang hanya muat dompet dan handphone.