"Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu. Kamu adalah milikku. Kita akan bersatu selamanya. Maukah kamu menjadi ratu dan permaisuri ku, Lia?" ucap Mahesa.
Dia di lamar oleh Mahesa. Pemuda tampan itu dari bangsa jin. Seorang pangeran dari negeri tak terlihat.
Bagimana ini...?
Apa yang harus Lia lakukan...?
Apakah dia mesti menerima lamaran Mahesa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minaaida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kantong Ajaib.
Dahlia terbangun di pagi buta saat waktu subuh dan mendapati suami nya itu sudah duduk di sisi tempat tidur.
"Bangun, Dinda, karena sudah masuk waktu subuh. Ayo kita solat berjamaah," ajak Mahesa.
"Apakah bangsa jin juga sholat, Kanda?" tanya Lia. Dia pun bingung karena tidak pernah melihat bangsa jin solat berjamaah.
"Astaghfirullah,...kami pun beriman pada Allah. Jadi tentu saja kami pun melaksanakan kewajiban solat layaknya seorang muslim," ujar Mahesa.
Lia tersipu malu dan bergegas turun dari tempat tidur. "Hm,... kalau begitu, kanda tunggu sebentar karena Dinda hendak mandi junub dulu,"
"Baik, ratuku.. Tapi bergegaslah, karena waktu subuh sudah hampir habis." ujar Mahesa.
Lia bergegas mandi dan berganti pakaian dengan cepat dan ikut sholat subuh berjamaah di mushala yang terdapat di sebelah istana kediaman keluarga Mahesa.
Sangat aneh rasanya sholat subuh berjamaah di kelilingi oleh para jemaah yang semua adalah Jin. Rasanya sama saja solat di kalangan manusia kecuali mata merah yang berbeda dengan mata manusia pada umumnya karena biji mata bangsa jin terdapat warna kuning di tengah - tengah bola hitam yang menjadi ciri khas mereka.
Pagi hari nya, Mahesa mengajak Lia sarapan pagi bersama keluarga. Mereka hanya menyuguhkan buah - buahan dan air minum yang khusus di ambil ibu ratu dari mata air di pegunungan. Lia dilarang keras makan dan minum semua makanan dan minuman yang tersedia di sana kecuali buah - buahan dan air minum di kendi yang sudah ibu ratu siapkan.
Lia tak mengerti mengapa dia dilarang makan dan minum di sini kecuali makan buah dan minum air kendi itu.
Padahal semua makanan dan minuman yang tersedia di atas meja itu terlihat sangat lezat. Tapi Lia harus patuh karena kata ibu ratu, itu semua demi kebaikan nya.
Hari ini, Mahesa akan mengantarnya kembali ke alam manusia. Sebenarnya Lia enggan jika harus kembali karena dia sudah mulai betah berada di alam tersembunyi ini. Sepertinya dia merasa tenang dan terlindungi.
"Kanda, boleh kah jika aku tidak usah kembali pulang ke duniaku? kanda,... Dinda merasa betah tinggal di sini. Di sini enak dan tentram," rengek Lia pada Mahesa.
"Tidak bisa, Dinda. Kamu harus menjalani dulu kehidupan di dunia manusia baru menjalani kehidupan di sini. Sudah yuk, ... pamit dulu sama ayahanda raja dan ibu ratu." ujar Mahesa.
Mau tak mau, Lia terpaksa mengikuti apa yang dikatakan oleh Mahesa. Beberapa saat kemudian mereka sampai di ruangan yang sangat luas. Ruangan itu dikelilingi oleh pemandangan alam yang indah karena tidak memiliki dinding.
"Aih,... indah sekali tempat ini. Aku semakin betah berada di tempat ini," gumam Lia yang terkagum-kagum akan keindahan tempat itu.
"Sini, Anakku," panggil ibu ratu.
Dahlia menghampiri ibu mertua nya itu dan duduk di samping nya.
"Anakku,....ini ada bekal untukmu nanti." ujar ibu ratu sembari menyerahkan sebuah kantung yang Lia tak tahu apa isinya.
"Apa ini, ibu ratu?" tanya Lia. Dia sedikit takut dan juga malu.
"Terima saja, wahai anakku. Ibu tahu kamu akan membutuhkan nya suatu saat nanti. Jangan di buka sebelum kamu sampai di alam dunia manusia. Sembunyikan dengan baik dan bawalah kantung ini jika kamu sedang bepergian ke mana saja.." ujar ibu ratu lebih lanjut.
Dahlia mengangguk patuh seraya menelan ludah kasar. Jujur saja, dia jadi takut dan cemas mendengar ucapan ibu ratu. Dia bisa menduga pasti ibu ratu sudah melihat sesuatu di masa depan tentang dirinya sehingga sampai wanita jin yang cantik itu berkata demikian.
Setelah berpamitan pada mertuanya, Mahesa mengantar Lia kembali ke dunia manusia. Namun sebelum pulang, Mahesa membawa Lia ke kamar mereka.
"Kok kita kesini lagi, kanda?" tanya Lia bingung.
"Iya, aku akan mengantarmu pulang Dinda. Tapi tunggulah dulu sebentar," ucap Mahesa.
Mahesa memeluk tubuh Lia dan mendekapnya erat.
"Kanda,.."
"Hem,... pejamkan matamu Dinda." ujar Mahesa.
Lia menuruti perkataan Mahesa. Dia memejamkan matanya sembari memeluk tubuh kekar Mahesa.
Beberapa saat kemudian,... keduanya lenyap dari tempat itu. Lia merasakan tubuhnya berputar menembus lorong waktu, menembus kabut pekat dan kemudian berakhir di suatu tempat. Dia seperti menginjak sesuatu. Itu seperti... tanah.
Suasana terasa hening. Perlahan-lahan Lia membuka matanya. Melonggarkan sedikit pelukannya dan menatap Mahesa.
"Kanda,... kita ada di mana?"
"Kita sudah sampai, Dinda. Berjalanlah lurus ke depan sampai kamu menemukan seberkas cahaya. Ikuti terus cahaya itu maka kamu akan sampai di tempat kita terakhir berada."
ujar Mahesa.
"Kanda,... tapi ini sangat gelap. Aku takut." ucap Lia.
"Jangan takut, Dinda. Percayalah pada kanda. Kamu akan baik - baik saja.." ujar Mahesa menyakinkan Lia.
"Mengapa kanda tidak ikut bersama ku?"
"Dinda,... belum saat nya. Bila saat nya telah tiba, kita akan bersama selamanya. Berjalanlah sampai kamu menemukan cahaya dan yakinlah jika aku akan selalu bersama mendampingimu walaupun kamu tidak melihat wujud ku,"ucap Mahesa sembari mendekap tubuh Lia dan mencium bibir istrinya itu dengan mesra lalu kemudian melepasnya lagi.
"Pergilah, Dinda,.."
Lia mematuhi perkataan suaminya. Tubuhnya melayang ringan berjalan di jalanan yang sunyi dan gelap itu, seorang diri.
Ada yang terasa janggal dan aneh di rasakan oleh Lia. Meskipun dia berjalan tapi dia tidak menyentuh tanah. Tubuhnya seperti melayang ringan seperti kapas hingga akhirnya dia melihat seberkas cahaya yang bersinar terang. Lia terus berjalan melewati cahaya itu hingga dia kemudian mendengar suara bising dan gaduh di depannya.
Lia mendengar suara orang berbicara dan berbincang. Juga suara ribut kendaraan yang lalu lalang.
Lia memandang sekelilingnya. Lia tersadar dirinya ada di terminal. Sepertinya Mahesa sengaja mengantar Lia hanya sampai di terminal karena takut Iteung akan curiga jika Mahesa mengantar nya sampai ke tempat teman nya itu.
Beberapa orang terlihat berseliweran di dekat Lia. Lia merogoh kantong celana nya. Dia masih ingat, dia menyimpan alamat tempat tinggal Iteung di jakarta dan juga uang pemberian Mak Emah. Tiba-tiba tangan Lia terhenti. Dia teringat kantung yang di berikan ibu ratu yang dia sembunyikan di balik bajunya.
Cepat - cepat Lia mencari tempat sepi dan mengeluarkan kantung tersebut dari balik bajunya.
Mata Lia terbelalak tak percaya setelah melihat isi kantong tersebut. Isinya adalah beberapa gepok uang pecahan ratusan ribu, dan beberapa perhiasan emas dan intan.
Lia merasa jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Dia tidak pernah melihat uang dan perhiasan sebanyak itu. Sehingga dia pun bingung harus bagaimana.
Cepat Lia memasukkan kembali uang dan perhiasan tersebut ke dalam kantong dan menyimpannya kembali di balik bajunya sebelum ada yang melihat nya. Dia takut jika ada preman atau penjahat yang melihat dia dan uang itu, bisa berabe, pikir nya.
Lia hanya mengambil beberapa lembar uang tersebut untuk bekal dia selama di perjalanan menuju ke tempat kerja Iteung.
Hari masih pagi sekali. Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Lia memutuskan untuk sarapan sebelum pergi ke tempat Iteung.
Pagi itu untuk pertama kali dalam hidupnya, dia bisa selepas itu membelanjakan uang tanpa berpikir panjang dan takut akan hari esok.
Dia bisa makan apapun karena uang yang diberikan oleh mertuanya.
oiya kapan2 mampir di ceritaku ya..."Psikiater,psikopat dan Pengkhianatan" makasih...