Demi menjaga nama baiknya sendiri Aylin sampai rela terjerat dosennya yang galak.
"Pak Aland = Sialand." Aylin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TDG Bab 17 - Hanya Menempel
Glek! Aylin sontak menelan ludahnya dengan susah payah ketika mendengar ucapan sang dosen. Rencananya seperti berantakan saat ini juga, bukannya dicium, sialnya Aylin malah ditantang untuk mencium.
Jantungnya makin berdegup tidak karuan, apalagi ketika secara otomatis kedua matanya menatap ke arah bibir pak Aland yang merah dan nampak tebal.
TIDAK!! Aylin rasanya sampai ingin berteriak, geli sendiri saat membayangkannya.
Sial, sial sial, maki Aylin di dalam hati.
"Aku tidak akan menciu mu, tapi jika ingin menciumku silahkan," kata Aland lagi, dia mengikis jarak sampai hidung mereka yang mancung nyaris menempel.
Aylin yang terkejut sampai memundurkan kepalanya dan lagi-lagi menelan ludah kasar.
"Kenapa? Takut? Karena itulah jangan kelewat batas," kata Aland lagi, sudah dia duga jika sebenarnya Aylin tidak akan pernah berani mencium dia.
Hubungan mereka selama ini hanya sebatas hubungan profesional antara dosen dan mahasiswi. Sedikitpun tak ada percikan asmara, jadi ketika secara mendadak memiliki hubungan seperti ini mereka berdua sama-sama merasakan kecanggungan yang sama.
Tapi Aylin memiliki tekad yang kuat untuk segera mengakhiri semuanya sementara Aland juga bertekad untuk tetap menjerat Aylin di sampingnya, apalagi alasannya jika bukan karena perjodohan yang tak pernah dia inginkan.
Dan mendengar kata-kata sang dosen, membuat ego Aylin kembali meninggi. Pada akhirnya gadis cantik tersebut tersenyum miring. "Aku atau Bapak yang takut?" balas Aylin.
Dahi Aland sampai berkerut saat mendengar pertanyaan itu.
"Selama ini Bapak tidak pernah terlibat dengan seorang wanita, sekarang aku sangat yakin jika sebenarnya Bapak sedang gugup. Bapak pasti takut tidak akan bisa berhenti menyentuhku ketika kita sudah berciuman, iya kan?" balas Aylin lagi, meskipun dia belum pernah memiliki hubungan dengan seorang pria tapi untuk hal-hal seperti ini Aylin sudah banyak tahu.
Sebuah pengetahuan yang tidak perlu dia pelajari, naluri yang semakin dewasa telah membuatnya mengerti.
Aland masih terdiam, ingin tahu sejauh mana Aylin akan bertindak.
Dan setelah mengucapkan semua kata itu, Aylin pun secara perlahan mengikis jarak. Menunjukkan pada sang dosen seolah dia tak akan pernah mundur, bahwa dia akan mencium bibir sang dosen apapun yang terjadi.
Meskipun di dalam hati sebenarnya Aylin merasa takut sekali, dia memang tahu semua materi, tapi tidak dengan prakteknya.
Sedangkan Aland tak ingin lagi menutup mata, dia justru menatap begitu dalam kedua mata Aylin yang nampak gusar. Sampai akhirnya Aylin benar-benar menempelkan bibirnya pada bibir sang dosen.
Deg! Jantung Aylin seperti berhenti berdetak saat itu juga, tubuhnya berdesir dengan aliran darrah yang terasa mengalir lebih cepat.
Tak sanggup berlama-lama, jadi dia segera menarik diri.
"Sudah puas?" tanya Aland.
Sumpah, Aylin benci sekali pria ini. Jadi untuk meluapkan semua kebenciannya akhirnya Aylin mengigit lengan sang dosen. Dia gigit denga sangat kuat.
"Awh! sakit Aylin!!" pekik Aland, tapi bukannya mendorong tubuh Aylin, dia justru memeluk tubuh sang mahasiswi dengan erat.
Di atas sofa itu mereka justru terlihat saling memeluk dengan mesra, padahal aslinya sedang bertarung.
"Aylin! Lenganku bisa terluka."
Biar saja! itu ciuman pertama ku! Maki Aylin, namun hanya mampu dilakukan di dalam hati, sementara yang dia tunjukkan hanyalah menatap sang dosen dengan tatapan tajam.
"Astaga, ini sakit sekali Aylin, bisa-bisa lenganku infeksi," kata Aland, saat Aland melihat lengannya Aylin pun melihat juga, ternyata ada noda merah di sana.
Saat ini Aland memang hanya menggunakan kemeja putih panjang, sementara jas nya masih berada di kantor bawah.
Aylin sontak terkejut sendiri, tak menyangka jika gigitannya akan benar-benar menyebabkan luka.
"Ya ampun Pak, kenapa bisa berdarrah?" tanya Aylin.
"Kamu tanya?" balas Aland.
"Aku tidak sengaja."
"Ambil kotak obat."
"Di mana?"
"Laci." Aland menunjuk lemari di ujung sana, Aylin sontak berlari dan mengambil kotak obat tersebut. Dia yang membuat luka dan kini dia yang mengobatinya.
Membekas jelas bekas-bekas giginya di lengan itu dan ada dua gigitan yang sampai terluka.
"Maaf Pak, Bapak sih tidak membalas ciumanku, aku kan jadi kesal," ucap Aylin, entah kenapa dia menggunakan alasan itu untuk meminta maaf. Aylin tak terpikirkan alasan yang lain.
Aland diam saja, membiarkan tangannya di obati oleh yang melukai.
Terakhir Aylin memasang plester luka di sana.
"Makanlah, sebentar lagi jam istirahat habis," kata Aland.
"Bapak tidak makan?"
"Aku nanti saja."
"Kenapa?"
"Tidak usah banyak tanya."
"Mau aku suapi?"
"Aylin."
"Kenapa sih marah-marah terus, kalau mau putus bilang saja."
Aland membuang nafasnya kasar, telinganya memang terasa ingin pecah, tapi hingga kini dia masih mampu untuk bersabar.
"Makanlah, ya?" ucap Aland lagi, dengan asap yang mulai muncul perlahan di atas kepalanya. Aland ingin menuju kamar mandi dan membasuh wajahnya agar tenang. Bersama dengan Aylin seperti ini terasa tak mudah baginya sekarang.
Bukan saja emosinya yang terpancing, namun hasrat di dalam dirinya juga.
Memang benar apa kata Aylin, dia telah lama tidak memiliki hubungan dengan wanita. Jadi ketika Aylin menggodanya, Aland begitu mudah untuk terangssang.
"Bapak mau kemana?" tanya Aylin ketika Aland sudah berdiri.
"Kamar mandi."
"Mau ikut," balas Aylin dengan cepat.
"Kamu mau apa ikut denganku ke kamar mandi?"
"Bapak sendiri mau apa?"
Astaga, kepala Aland rasanya benar-benar pecah. Pada akhirnya dia mengurungkan niat untuk ke kamar mandi dan kembali duduk di samping Aylin.
"Sekarang apalagi yang kamu inginkan dariku?" tanya Aland, suaranya dingin sekali, nampak jelas jika dia sedang kesal.
Tapi bukannya merasa takut, Aylin justru tersenyum. "Ayo makan sama-sama," ajak Aylin. Dia makan lebih dulu lalu menyuapi sang dosen.
Aland seperti tak punya pilihan untuk menolak, jadi dia membuka mulutnya dan menerima suapan dari Aylin.
Awalnya memang ada perasaan kesal di dalam hati Aland, namun lambat laun perasaan itu hilang dengan sendirinya. Sampai tak sadar dia lebih dulu membuka mulut sebelum Aylin siap untuk menyuap.
Aylin juga begitu, awalnya dia lakukan karena terpaksa. Lama-lama terbiasa mencari mulut pak Aland untuk disuapi makanan.
Sampai akhirnya dua porsi makan siang itu habis oleh mereka berdua. "Nanti pulangnya antar aku," ucap Aylin.
"Iya," balas Aland langsung setuju.
"Aku kembali ke meja kerjaku dulu ya?" pamit Aylin pula dan Aland mengangguk.
"Bapak tidak ingin menciumku lebih dulu?" tawar Aylin lagi dan kali ini Aland menggeleng.
"Kalau aku yang cium boleh?"
Astaga. Batin Aland. Untuk pertanyaan itu Aland tidak menjawab sepatah katapun. Namun Aylin benar-benar mengikis jarak dan kembali menempelkan bibir mereka berdua.
Ingat ya, hanya menempel, tapi bagi Aylin ini tetap lah ciuman.
Cup!