Dealova, gadis cantik dengan segala kesedihannya. Dipaksa menjadi orang sempurna membuat Lova tumbuh menjadi gadis yang kuat. Dia tetap berdiri saat masalah datang bertubi-tubi menghantamnya. Namun, sayangnya penyakit mematikan yang menyerang tubuhnya membuat Lova nyaris menyerah detik itu juga. Fakta itulah yang sulit Lova terima karena selama ini dia sudah menyusun masa depannya, tapi hancur dalam hitungan detik.
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Aksara mengenal Dealova lebih dulu sebelum dia mengajar di sekolah gadis itu.
Dari rasa penasaran hingga meluas menjadi rasa obsesi ingin memiliki. Entah apa yang merasuki pikiran Aksa sampai dia bisa melakukan hal tersebut. Dia hanya mengikuti apa kata hatinya saja.
Ini terlalu cepat, tapi, faktanya memang benar adanya.
Aksa terobsesi dengan Lova sampai membuat boneka manusia yang sangat mirip dengan wajah Lova hanya karena untuk menemaninya di apartemen. Tak jarang pula Aksa berbicara pada boneka itu seolah-olah dia berbicara dengan Lova. Memeluk, bahkan mencium pun pernah Aksa lakukan pada boneka manusia itu.
Semua itu berawal dari Lova yang selalu mengabaikannya dan bersikap galak. Bukannya kesal, Aksa malah menyukainya. Selain itu juga, sebelum dia mengajar, Aksa pernah bertemu dengan Lova. Bukan bertemu tatap mata, melainkan hanya Aksa saja yang melihat.
Saat itu Aksa melihat Lova yang sedang berbagi makanan pada anak-anak jalanan. Hatinya tersentuh melihat Lova seperti itu. Hingga pada akhirnya Aksa memutuskan untuk mencari tau semua tentang Lova.
Aksa yang memang seorang guru pun memilih mencari lokasi sekolah Lova. Tidak sampai di sana, Aksa juga menguntit saat Lova pulang sekolah. Ibaratnya, dia itu menjaga Lova dari jauh, tapi caranya yang memang salah.
Dari hanya kagum biasa, kini menjadi obsesi. Apalagi saat Aksa tau kalau Lova itu kurang kasih sayang keluarga.
Demi bisa mengetahui semuanya, Aksa menyadap CCTV rumah Lova dan handphone gadis itu. Jadi, apa yang Lova lakukan dan Lova ucapkan, Aksa tau semuanya.
"Lepasin saya, Pak...," lirih Lova.
"Untuk hari ini, saya gak akan lepasin kamu," balas Aksa. Sedari tadi dia memeluk Lova, jika gadis itu memberontak, dia akan marah dan membentak Lova.
Mata Lova sudah sembab dan sedikit bengkak. Dia tidak suka jika Aksa seperti ini. Lebih baik menjadi Aksa yang suka menghukumnya di sekolah saja.
"Kamu tau? Jadwal les kamu selama ini, saya yang mengatur semuanya, bukan papa kamu," jelas Aksa tiba-tiba. Dia mengelus rambut Lova dengan lembut.
Rahang Lova mengeras, dia marah, dia kesal, tapi yang bisa ia lakukan hanya diam. Lova sadar, Aksa bukanlah tandingannya.
"Semua peraturan yang saya buat juga tidak saya serahkan pada atasan saya. Dan yang paling penting adalah, kamu tidak membaca semua peraturan itu, Lova." Aksa tersenyum miring.
Lova masih diam.
"Mau tau lagi?" tawar Aksa. Namun, Lova memilih diam.
"Saya dan papamu, punya perjanjian," bisik Aksa. "Tapi, saya gak bisa jelaskan sekarang."
Perjanjian apa? Batin Lova.
Lihat, bahkan papanya juga ikut terlibat.
"Sekarang kamu tidur. I want to always hug you," bisik Aksa. Dia semakin mempererat pelukannya sesekali mencium kening Lova.
Terlihat seperti sepasang suami istri, tapi beda versi. Lova sulit memejamkan mata karena dia takut pada Aksa. Siapa yang tidak takut jika berhadapan dengan pria macam ini?
"Tidur, Lova. Jangan buat saya marah," peringat Aksa.
"Saya mau pulang, Pak...," lirih Lova.
Dia ingin pulang dan mengadu pada Bang Kai nya.
"No. Gak boleh. Kamu punya saya dan kamu harus tetap di sini."
Terdengar manis tapi mengerikan. Di mana-mana, obsesi itu adalah hal yang paling tidak baik.
"Pak—"
Tiba-tiba Aksa mencengkram dagu Lova sampai membuat gadis itu meringis kesakitan.
"P-pak Aksa, sakit..."
"Sudah saya bilang, jangan pernah membantah ucapan saya, Lova. Saya bisa berbuat lebih jika saya mau," ujar Aksa menggertak dengan cara halus.
Harusnya Lova sadar kalau Aksa ini adalah laki-laki yang bisa berbuat semaunya. Apalagi kekuatan mereka memang beda jauh.
"Paham?"
Lova mengangguk kaku. Setelahnya dia bernafas lega saat Aksa melepas cengkraman nya. Dari pada membangunkan singa tidur, lebih baik dia menurut dengan perintah Aksa.
Lova diam saat Aksa kembali memeluk dan menepuk-nepuk punggungnya.
Pelukan inilah yang sedari dulu Lova inginkan, tapi, sekarang bukanlah sesuatu yang patut disyukuri, karena saat ini, apapun yang Aksa lakukan sangat menyeramkan bagi Lova.
****
Selamat atas bertambah nya masalah hidup kamu, Lova.
Entah apa yang akan terjadi kedepannya, Lova tak mau memikirkan hal itu. Rasanya kepalanya akan pecah ketika memikirkan itu semua.
Sejak awal, Lova pun tau kalau Aksa yang membuat hari-harinya buruk. Sebab apa? Sebab pria itu selalu menghukumnya. Tapi, Lova tak pernah berpikir jika Aksa akan membuat hari-harinya semakin buruk dengan satu fakta saja.
Apa yang harus dia lakukan? Patuh.
Hanya satu, tapi itu sangat sulit sekali.
Mengingat Lova adalah gadis yang keras kepala, ia merasa kesulitan kalau Aksa mengancam ini itu saat dia tak menurut.
"Wake up, baby." Bisikan seksi bak iblis itu membuat Lova menggeliat kecil.
"Lova..."
Lova yang sadar itu suara Aksa pun langsung membuka matanya lebar-lebar.
"M-maaf...," ucap Lova reflek. Itu benar-benar reflek. Saking takutnya, Lova selalu ingin meminta maaf meskipun tak salah.
"Kenapa minta maaf? Bangun, kamu harus makan."
Lova segera duduk. Dia membiarkan Aksa mengambilkan makanan untuknya.
"Setelah makan, aku boleh pulang?" Lova bertanya dengan nada ragu-ragu.
Aksa menatap gadis itu sekilas, lalu berkata, "No. Mulai sekarang kamu tinggal sama saya."
Terkejut? Tentu saja!
"M-maksud Bapak apa?" tanya Lova bingung dan takut.
"Kamu tinggal bersama saya, di sini. Gak usah khawatir, barang-barang kamu sudah saya belikan, masih baru juga," ucap Aksa seraya tersenyum tipis, seolah apa yang dia lakukan adalah sesuatu paling benar.
Lova terdiam. Apa-apaan ini? Kenapa semakin merambat?
"Nanti papa cariin aku, gimana?" Lova kembali bertanya, berharap Aksa berubah pikiran.
"Justru papa kamu yang menyuruh saya menjaga kamu. Karena beliau ada tugas di luar kota," jawab Aksa dengan bangga.
Lova meremat seprei abu-abu itu. Dia tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Vincent.
"Tapi aku mau pulang."
Raut wajah Aksa berubah datar dan tak enak dipandang. Dia berbalik menatap Lova dengan tatapan tajamnya.
"Apa kamu bilang?"
Lova meneguk ludahnya susah payah. Apa dia salah? Bukankah wajar kalau dia menolak?
"Maaf..." Pada akhirnya Lova kembali meminta maaf, padahal dia tidak salah.
Dan seketika wajah Aksa pun sudah tak se-datar tadi. Dia mendekati Lova dengan sepiring makanan di tangannya.
"Jangan membantah ucapan saya, paham?" Tangan Aksa terulur mengelus rambut Lova. Bukannya romantis, malah terkesan seram.
"I-iya..."
"Sekarang kita makan. Satu piring berdua," ucap Aksa.
Lova tersenyum tipis yang terlihat terpaksa.
Aksa adalah pria yang sulit ditebak. Buktinya Lova sampai terjebak. Dan sekarang, Lova tak tau bagaimana caranya agar lepas dari manusia seperti Aksa. Apakah dia harus lapor polisi? Tapi bagaimana caranya? Ponselnya saja dibuang Aksa. Lova tak memiliki benda apapun yang bisa dimanfaatkan untuk saat ini.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?"
Lova tersentak kecil, dia menatap wajah Aksa dengan gugup.
"Nggak ada kok," jawabnya.
Aksa tak membalas lagi. Tapi dia tau kalau Lova sedang memikirkan sesuatu yang berhubungan dengannya.
***
up up up! CRAZY UP!
oiya janlup up ya kak