That'S My Girl
"Berani lo sama gue, hah?! Jongkok! Jongkok gue bilang! Lompat kayak katak sambil keliling lapangan! Cepat!"
Mata Dealova melotot menatap seorang cowok yang tadi berani menggodanya. Dia sangat anti dengan cowok seperti itu.
"Pilih jongkok keliling lapangan atau gue tendang burung lo?!" gertak gadis itu lagi.
Semua orang juga tau, ancaman yang diucapkan Lova akan selalu menjadi kenyataan alias bukan main-main. Jadi, cowok bernama Gibran itu lebih baik memiliki jongkok sambil lompat katak keliling lapangan dari pada merasakan masa depannya hancur.
Sudah tau Lova seperti itu, masih saja nekat menggoda.
"Satu keliling aja, kan?" tanya Gibran. Wajahnya sangat masam.
"Oh, lo mau ditambahin? Oke, 5 keliling aja!" jawab Lova selalu di luar dugaan.
"Va, lo tega sama gue?" Gibran memasang wajah memelas.
"Kenapa harus gak tega? Emang lo siapa gue? Itu hukuman buat lo karena udah berani godain gue!" ketus Lova sambil mengipasi wajahnya dengan kipas angin mini miliknya. Bagi Lova, harga diri itu lebih penting.
"Buruan! Tunggu apalagi?!" sentak si gadis.
Teman-teman Gibran bersorak heboh. Bukannya membela, mereka malah ikut-ikutan menistakan Gibran.
"Jongkok yang bener, Gib. Biar burung lo gak ditendang!" seru Venus mengejek sang teman, setelahnya dia tertawa ngakak.
Gibran mulai berjongkok dan melompat mengelilingi lapangan sekolah. Seketika dia menjadi pusat perhatian semua orang. Lova tetap mengawasi dari pinggir lapangan seraya menghitung.
Baru setengah lapangan saja sudah membuat pinggang Gibran encok.
"Ampuni gue, Lova... Lo tega lihat gue mati gara-gara encok, hah?" Gibran memohon masih dengan menjalani hukumannya.
Lova tak merespon, tatapan matanya menuju seseorang yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Si tua itu lagi," gumamnya sambil memutar bola matanya malas.
"Ada apa ini?" Suara berat idaman para siswi itu membuat Gibran menghentikan lompat nya dan segera beranjak mendekati si empu.
"Pak, tolongin saya, Pak. Si Lova bikin saya encok!" adu Gibran.
"Berisik lo!" sentak Lova.
"Padahal cuma gara-gara saya sapa dia doang loh, Pak," tambah Gibran semakin menjadi.
Aksara Ganendra, guru muda tampan nan gagah yang menjadi idaman para siswi di sekolah ini, kecuali Dealova. Aksa adalah musuh Lova, karena pria itulah yang sering menghukum Lova saat gadis itu membuat masalah.
"Kamu gak bosan cari masalah terus?" tanya Aksa. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya membuat para siswi gigit jari karena terpesona.
"Suka-suka saya, lah!" jawab Lova acuh. Dia beranjak meninggalkan guru menyebalkan itu.
"Lah, kok Bapak biarin dia pergi, sih? Dia udah bikin pinggang saya encok loh, Pak!" kesal Gibran kala Aksa hanya diam membiarkan Lova pergi begitu saja.
Aksa menatap datar muridnya, lalu tanpa membalas ucapan Gibran, Aksa pergi menyusul langkah Lova yang sudah jauh.
"What?! Serius gue diginiin?" Gibran berdecak kesal.
"Miris banget nasib lo, Gib," celetuk Venus meledek.
"Diem lo Virus!" sentak Gibran.
****
"Dealova, karena kamu tidak mengerjakan tugas, sekarang kamu saya hukum membersihkan toilet siswi! Jangan coba-coba kabur karena Pak Aksa akan mengawasi kamu!"
"Saya mau melaksanakan hukumannya asal si tua itu gak ngawasi saya!" tolak Lova mentah-mentah.
"Heh! Si tua siapa yang kamu maksud? Saya juga tua!" Pak Toni mengelus kumisnya sambil menatap kesal anak muridnya tersebut. Para murid yang ada di kelas pun menahan tawa mendengar ucapan Pak Toni.
"Pokoknya saya gak mau diawasi sama si Aksa!" balas Lova selalu ngegas. Kalau berhubungan dengan Aksara, dia selalu ngegas, karena dia sangat dendam dengan pria tampan itu.
"Emangnya kamu siapa? Saya gurunya, bukan kamu! Kamu ini sama orang tua gak ada sopan-sopannya, dia itu guru kamu, panggil dia dengan hormat! Cepat keluar sana! Pak Aksa udah nunggu kamu di luar." Pak Toni mengibaskan tangannya menyuruh Lova segera keluar.
Lova menghentakkan kakinya dengan kesal sebelum beranjak keluar dari kelas. Dan benar saja, saat dia sudah keluar, Aksa sudah menunggu.
Tanpa mengucapkan sepatah kata, Lova pun melanjutkan langkahnya menuju toilet.
Aksara adalah guru BK, itu sebabnya dia menjadi musuh seorang Dealova, karena memang Aksa lah yang sering menghukum Lova ataupun mengawasi Lova saat dihukum, seperti saat ini.
"Tunggu di luar!" ketus Lova.
"Saya ditugaskan untuk mengawasi kamu bukan menunggu," balas Aksa tak mau kalah.
Mata Lova menyipit curiga sambil menatap guru tersebut.
"Bapak mau macam-macam sama saya?" tudingnya.
Aksa tersenyum miring, terkesan meremehkan. "Macam-macam? Kamu pikir saya nafsu lihat tubuh kamu?"
"Maksud Bapak apa, ya?!" Lova yang tadinya hendak masuk toilet pun kini berbalik menantang Aksa. Bisa-bisanya pria itu mengatakan hal seperti itu di depannya. Harga diri Lova seakan diinjak-injak.
Aksa mengendikkan bahunya acuh, "Gak ada maksud apa-apa. Cepat kerjakan hukuman kamu."
"Nyebelin banget!" kesal Lova. Dia menginjak kaki Aksa sebelum masuk ke dalam toilet siswi.
Aksa mendengus, "Apa itu? Gak sakit sama sekali," cibirnya bergumam kala merasakan injakan kaki Lova.
Aksa memilih menunggu di depan pintu toilet siswi sambil memperhatikan Lova yang sedang menyiram sana sini dengan raut wajah tak ikhlas.
"Muka kamu selalu cemberut. Kalau melakukan apa-apa itu harus ikhlas, Lova," ujar Aksa.
"Suka-suka saya, lah! Bapak kenapa ikut campur mulu, sih?!" kesal Lova. Lama-lama ia siram juga si tua ini.
"Bukan ikut campur. Saya sebagai guru berhak menegur murid," kata Aksa.
"Wajar kalau sekali dua kali, lah Bapak malah berkali-kali!" ketus Lova.
"Karena itu tugas saya. Kalau kamu ulangi, maka saya akan peringati lagi," balas Aksa.
"Pokoknya Bapak yang salah!" pekik Lova. Dia berdiri sambil memegang gayung kecil, matanya menatap kesal ke arah sang guru.
"Kita gak akrab, ya, Pak. Bukan keluarga apalagi teman, jadi, Bapak gak boleh atur-atur saya!" lanjutnya.
"Oke," putus Aksa mengakhiri perdebatan mereka. Lebih baik mengalah untuk kali ini.
Lova menghembuskan nafas kasar sebelum lanjut membersihkan toilet.
Aksa tersenyum tipis melihat bahu mungil muridnya itu. Sepertinya Lova benar-benar kesal dan dendam dengannya. Namun, bukan Aksa kalau menyerah. Dia akan membuat Lova berubah menjadi gadis baik agar tidak dicemooh oleh kawan-kawannya.
Beberapa memang ada yang baik dengan Lova, ada juga yang tidak menyukai Lova dan juga yang netral. Tapi, selama ini Aksa lebih sering mendengar gosip buruk tentang Dealova. Andai Lova tau, pasti dia akan marah besar karena sudah dijadikan bahan gosip.
Dirasa sudah selesai semua, Lova mencuci wajah dan tangannya, setelah itu dia kembali memoles lip balm dan sunscreen yang sering dia letakkan di kantong seragamnya. Lip balm dan sunscreen itu kemasannya kecil, jadi tidak terlalu mencolok jika diletakkan dalam kantong.
"Kamu bawa make up?" tanya Aksa, dia berjalan mendekati Lova.
"Ini bukan make up, tapi, skincare," koreksi Lova.
"Tetap aja. Sini, saya sita," ujar Aksa. Dia masih berdiri di belakang Lova.
"Enak aja! Ini doang Bapak sita, sedangkan siswi yang lebih menor dan sering bawa make up malah gak dirazia!" ucap Lova tak terima.
"Bawa sini, Lova. Itu tetap tidak diperbolehkan," ucap Aksa.
"Gak mau!" Buru-buru Lova memasukkan kedua benda itu ke dalam kantong bajunya.
"Nih, ambil aja kalau berani!" tantang si gadis. Dia menatap Aksa dengan tatapan angkuh.
"Kamu nantangin saya?" Sebelah alis Aksa terangkat. Cukup kagum dengan keberanian siswinya itu.
"Kalau iya, kenapa?"
"Kita ada di toilet kalau kamu lupa," ujar Aksa memperingati.
Masalahnya, sunscreen dan lip balm Lova dimasukkan ke dalam kantong baju bagian dada yang terdapat lambang OSIS. Kalau Aksa nekat mengambil, bukankah itu terlalu runyam?
"Ya terserah Bapak. Kalau mau sita ini ya ambil sendiri," balas Lova. Dia hendak melangkah keluar, namun Aksa menahan lengannya.
"Oke, kalau kamu nantang saya, akan saya ambil sendiri."
***
Semua ceritaku konfliknya sangat ringan, alur mudah ditebak, cocok buat kalian yang malas mikir🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
🧸fre_love❦
lanjut kak cuman masih kurang kak soalnya masih gak terlalu jelas latar belakang si tokoh utama dan tokoh pendamping
2024-07-29
4