Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Rencana
Matahari bersinar terik, kali ini Rein dan Luca terlihat sedang menggarap ladang kentang yang ditanaminya tempo hari. Mengeluarkan beberapa beri liar untuk dijadikan bibit. Hanya didekat pekarangan saja yang ditanami beri liar. Agar anak-anak lain tidak perlu pergi terlalu jauh untuk memetiknya saat berbuah nanti. Mereka tetap sibuk menggarap ladang kecil mereka diantara luasnya tanah.
"Kenapa dulu ladang ini tidak pelnah di tanami? Padahal sangat luas dan tellihat subul." tanya Elise suatu waktu pada Carla.
"Hmmm, coba ku ingat lagi. Waktu pertama kali aku tiba disini saat umurku 17 tahun, tanah itu sangatlah tandus bahkan hingga kalian datang pun itu masih tandus sekali. Tidak ada tanaman yang bisa dihidup diatasnya." begitu jawaban Carla yang telah tinggal selama delapan tahun di panti.
Elise merasa jika Luca lah yang membuat tanah ini menjadi subur. Itulah sebabnya Elise senang sekali dengan adanya Luca yang pandai bertani. Rein yang pandai sihir. Rasanya hidupnya dipermudah melakukan segalanya. Tapi alangkah baiknya dirinya juga memiliki keahlian khusus. Elise kembali termenung memikirkannya.
"Hei! Yang suruh kamu melamun siapa! Ayo cepat siram tanamannya." Elise terkejut mendengar teriakan Rein.
"Dasar pengganggu!!" teriak Elise sebagai balasan. Elise kembali bekerja menyirami tanaman kentang sambil berharap mereka tumbuh dengan subur.
Waktu berjalan cepat apabila kita bekerja, Elise tidak percaya pepatah itu tapi ternyata waktu sudah menjelang sore. Matahari sudah condong ke barat. Mereka bergegas mandi dan pergi ke kamar. Ada yang perlu mereka bicarakan.
...****...
"Kita butuh informasi untuk tahu apa yang laku dipasar." jelas Rein membuka pembicaraan begitu mereka sampai di kamar bersamaan.
"Hei! Kamu kila itu mudah?" Elise menggelengkan kepalanya heran dengan otak Rein akhir-akhir ini.
"Tapi Rein benar. Jika kita mau pergi ke hutan lagi. Kita perlu tahu apa saja yang bisa kita dapatkan lalu laku terjual." Luca duduk dengan tatapan antusias.
"Baiklah. Jika kalian setuju ayo kita ke pembuangan besok. Aku dengar mereka akan pergi ke pasar besok." Rein mendapatkan informasi berharga kali ini.
"Aku setuju dengan Rein. Aku yakin banyak buku bekas disana." Luca terlihat antusias. Ini kesulitan kesekian mereka disini. Tidak adanya buku. Mereka disadarkan bahwa buku dan pengetahuan hanya diperuntukan untuk kaum bangsawan dan kaya raya. Jadilah mereka tidak bisa mendapatkan pengetahuan apapun selain dari kehidupan Elise di masa lalu atau buku rongsok yang sudah usang, rusak dan tidak terpakai dipembuangan yang sering kali dibawa oleh Carla untuk dijadikan bacaan. Carla sendiri bisa membaca karena diajari oleh Bu Violet sejak lama. Sedangkan Bu Violet entah belajar darimana. Mereka tidak tahu karena tidak ada cerita apapun mengenai hal itu dari Carla ataupun yang lainnya. Elise menghela nafas berat. Memikirkan Dimasa ini hal yang paling sulit adalah makanan, ilmu pengetahuan dan kebebasan.
"Baiklah. Kita sepakat ya." Tanya Rein. Mereka menganggukkan kepala mantap. Elise sudah kalah suara, walaupun dirinya menolak.
...****...
Malam sudah tiba, bulan sudah bersinar terang dilangit malam penuh bintang. Seperti ada yang menumpahkan jutaan bahkan milyaran bintang dilangit demi Elise hari ini yang sedang memandanginya. mereka belum mengantuk setelah selesai makan malam bersama. Sehingga Rein dan Luca membahas apa saja yang mereka perlu tahu dan perlu cari. Dimana tempatnya dan sebagainya. Beberapa kali Elise menguap lebar dan mulai tertidur saat rencana besar mereka selesai dibuat. Sudah dicatat oleh Luca keseluruhan rencana disebuah kertas kaku hasil daur ulang kertas yang tempo hari Elise ajarkan.
"Wow, aku baru tahu ada cara membuat kertas baru dengan ini?" teriak salah satu anak bernama Loren saat pertama kali melihat proses daur ulang kertas. Umurnya lebih tua 2 tahun daripada Elise.
"Darimana kau tahu Elise?" tanya yang lainnya membuat Elise gugup. Bagaimana mengatakannya jika dirinya tahu pengetahuan ini dari kehidupan sebelumnya.
"Aku selama ini tidak hanya belmain-main. Aku melakukan ekspelimen." Elise mengarang alasan yang tidak masuk akal. Bahkan Rein dan Luca juga tahu bahwa Elise lebih suka bermain daripada melakukan hal melelahkan itu.
"Wah!! Elise kamu sangat keren." terdengar seruan pujian serupa bersahutan. Elise tersipu malu. Setidaknya tidak akan ada yang menyadari kebohongan kecilnya.
"Jangan berbohong Elise, penemu pengetahuan itu akan marah mendengarnya." bisik Luca saat Elise sudah tidak di tengah kerumunan karena yang lain sibuk melakukan hal serupa.
"Kami tahu kamu bohong." Rein ikut berbisik didekatnya.
"Haha Sok tau!!" teriak Elise canggung kemudian kabur.
Elise mengabaikannya saat itu. Kejanggalan Rein dan Luca yang terjadi. Rasanya mereka seperti memiliki pengetahuan yang sama dengan yang dimilikinya. Seperti Pengetahuan dasar seperti membaca dan menulis. Kebanyakan anak-anak panti tidak mengetahuinya. Mengenal huruf dan angka adalah sebuah kemewahan bagi orang miskin. Lagi-lagi Elise mengabaikannya seperti yang sudah-sudah. Kini Elise terlalu mengantuk untuk memikirkannya. Rein dan Luca sudah tertidur diatas ranjang masing-masing. Elise meniup lilin yang sejak tadi menemani membiarkan cahaya bulan yang temaram menemani dan tertidur lelap bersamaan dengan mereka.
...****...
Matahari kembali bersinar cerah seperti tahu bahwa Elise akan memulai harinya dengan hal baik. Elise pun tersenyum senang karena dirinya tahu hari yang telah ditunggunya tiba. Saat semalam mendengar tanggal Carla pergi ke pasar Elise sudah menunggu dengan tidak sabaran. Carla akan pergi ke kota membeli beberapa keperluan sehingga bisa membawa beberapa anak keluar panti.
Melihat pasar, jalan-jalan desa dan membeli beberapa permen dari uang saku yang tidak seberapa. Itupun jika mereka memiliki uang saku. Karena kebanyakan anak-anak panti tidak memiliki uang sama sekali kecuali mereka yang sudah bekerja di sekitar desa ataupun membantu orang desa dan diberi upah yang seperti sedekah ala kadarnya. Setidaknya walaupun tidak bisa membeli apapun anak-anak panti yang dibawa tetap bisa berkeliling bebas didesa dan melihat-lihat area pertokoan ataupun pasar-pasar.
Ini merupakan kebahagiaan kecil yang dinanti oleh anak panti yang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua, kemewahan hidup dan kebebasan. Jadinya anak-anak rusuh merengek mendaftarkan diri agar dirinyalah yang dipilih agar bisa diajak pergi. Karena kuota terbatas malah hari ini rusuh sejak pagi hari. Carla dan yang lainnya kewalahan dengan tingkah anak-anak.
"Carla bawa aku!!" rengek anak yang lebih kecil dari Elise dalam dekapan Carla yang terus menangis.
"Ehem. Biar ibu yang memilih." Bu Violet menengahi kerusuhan itu.
Hening sejenak, Disusul dengan tatapan cemas anak-anak. Takut tidak dipilih maka harus menunggu entah kapan lagi. Karna tidak selalu hari seperti ini akan datang. Ditambah lagi dengan keuangan yang menipis apa pula yang harus dibeli di pasar nanti. Maka akan semakin jarang pula kesempatan seperti ini terjadi. Bu Violet menatap sekitar dan mulai menyebutkan beberapa nama anak-anak. Sayangnya baik Elise, Luca dan Rein tidak dapat pergi keluar hari ini. Elise menatap Bu Violet sedih.
"Anggap saja ini hukuman kalian atas tindakan kalian tempo hari." Ucap Bu Violet seolah tahu apa yang ada di fikiran Elise kemudian sibuk berbincang dengan Carla untuk melist kebutuhan yang perlu dibeli. Meninggalkan Elise dan anak lainnya yang bersedih karena tidak dipilih. Sedangkan yang dipilih tentu saja bersorak gembira. Beberapa anak lainnya bahkan ada yang menangis, merajuk serta berguling-guling tidak terima jika dirinya tidak dipilih.
"Hei sudah teman-teman. Nanti kubawakan oleh-oleh." Ucap Loren menengahi.
"Benar ya Loren." Sahut beberapa anak dan mulai melist daftar keinginan.
"Hei jika sebanyak itu aku tidak ada uang. Bagaimana jika aku belikan yang aku bisa beli saja." Usul Loren.
"Setujuuuu..." Deal sudah. Kesepakatan tingkat tinggi. Tidak ada lagi negosiasi lanjutan. Rasanya mereka sudah bersyukur dibawakan oleh-oleh apapun itu. Hati Elise terasa sakit sekali melihatnya. Membuatnya bersumpah akan melakukan yang terbaik demi panti ini bisa berkembang lebih baik.
Jadilah mereka bersiap pergi. Bergegas mengenakan pakaian terbaiknya. Karena memang disini anak panti hanya memiliki satu pakaian bagus yang akan gunakan disaat-saat seperti ini. Yah walaupun ini sama sama pakaian bekas yang disumbangkan warga sekitar.
"Kami pergi semuanya." Pamit Carla dan anak yang ikut seraya melambaikan tangan dengan semangat.
"Hati-hati. Jangan lupa oleh-olehnya." Teriak anak-anak tak kalah heboh.
"Baik." Teriak Loren diujung jalan. Sesekali masih terdengar suara riuh mereka diujung sana yang terlihat berbahagia bisa pergi ke pasar.
...****...