Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kue Basi
Airin membaringkan tubuh Assandi di ranjang. Dia kemudian menyeka keringat yang membasahi wajahnya.
Tangannya dengan telaten mengompres dahi Assandi berulang kali hingga panasnya turun.
Selanjutnya dia merapikan tubuh Assandi dengan melepas sepatu yang melekat di kakinya dan menyelimuti tubuh itu dengan baik.
Airin tersenyum melihat suaminya yang sudah terlelap dalam tidurnya. Dia memegang dahi Assandi untuk mengecek suhu tubuhnya.
"Syukurlah sudah mendingan."
Airin mengompres lagi sebelum keluar dari kamar. Dia ingin mengembalikan baki yang berisi air ke dapur.
Tapi saat akan melangkah turun, Airin melihat kakeknya berbincang serius dengan Nando.
Mereka terlihat sudah akrab ditambah dengan gelak tawa yang menggema.
Airin mengeryit bingung, "Loh, kenapa kakek sudah bisa seakrab itu dengan Mas Nando."
Airin berjalan menghampiri mereka berdua, "Mas Nando belum pulang?"
Nando dan Leo menoleh menatap Airin yang sudah berdiri sambil membawa baki. Mereka tersenyum kemudian menghampiri Airin bersama.
"Bagaimana keadaan Assandi sekarang?" Tanya Leo.
"Sudah mendingan kek, saya juga sudah mencoba menghubungi dokter." Balas Airin.
Leo hanya mengangguk mendengar ucapan Airin.
"Mas Nando sudah minum? Saya buatkan minuman dan camilan."
"Eh, tidak usah Rin. Aku juga mau pulang ini." Jawab Nando dengan gelengan.
"Beneran Mas?"
"Iya, kalau begitu saya pamit dulu kek."
Dia memberikan salam kepada Leo. Laki-laki tua itu tersenyum ramah membalas salam dari Nando.
"Terima kasih ya mas sudah mengantarku."
Nando mengangguk, "Sama-sama Rin."
"Hati-hati ya nak Nando." Ucap Leo.
Nando mengangguk kemudian berjalan keluar menuju mobilnya. Dia melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah Leo.
Kini tinggal Airin dan Leo berdua yang menatap kepergian Nando.
"Kamu istirahatlah, temani Assandi di dalam sambil menunggu dokter datang."
Airin mengangguk kemudian pergi ke dapur untuk mengembalikan baki. Dia juga membuatkan bubur untuk Assandi dan juga minuman hangat untuknya.
Airin tidak lupa memesan camilan online untuk dirinya dan Assandi. Karena kakeknya tidak begitu suka camilan online.
Dia memesan kue kering coklat kesukaan Assandi dua toples dan kue brownies dua box.
Meski Airin bisa membuat semua itu, tapi hari ini dirinya hanya akan berfokus dengan kesembuhan Assandi. Sehingga dia akan membeli semua camilan dari luar.
Airin berjalan menaiki tangga sambil membawa nampan berisi bubur dan minuman untuk Assandi.
Sesampainya di dalam, Airin mendengar suaminya itu mengigau memanggil namanya.
"Rin... Airin..."
Airin berdebar mendengar Assandi mengigau memanggil namanya. Ini pertama kali dirinya mendengar Assandi memanggil namanya dalam tidur.
Dia duduk mendekat di samping Assandi. Tubuhnya menunduk menatap lekat wajah laki-laki itu.
"Iya mas, aku disini." Ucap Airin.
Assandi mengeryipkan matanya membuka perlahan. Dia samar-samar menatap Airin yang sudah duduk di sampingnya.
"Mas mimpi?" Tanya Airin.
Assandi sudah membuka lebar matanya menatap lekat wajah Airin.
Dia bangun dan duduk bersandar pada ranjang, "Kamu cantik."
Airin terkejut mendengar suara Assandi yang memujinya cantik.
"Terima kasih mas." Jawab Airin malu.
Dia menunduk menyembunyikan rona merah di wajahnya.
Tangan Assandi menyentuh dagu Airin untuk mendongakkan wajah Airin agar bisa ditatap.
Perempuan itu bisa melihat mata Assandi yang berbinar menatapnya. Apalagi sekarang wajah Assandi sudah maju mendekati wajahnya.
Airin menutup mata karena Assandi semakin dekat dan deru nafasnya menerpa seluruh wajah cantiknya.
Tidak Airin sangka, suaminya itu mengecup berulang kali bibirnya. Bahkan sekarang ciuman itu berubah menjadi lumatan yang panas menjalar keseluruh tubuh.
Airin meremas sprei menahan perasaan yang campur aduk.
Dia bahkan bingung harus berbuat apa dengan ciuman dari Assandi. Bibirnya hanya diam menerima perlakuan dari suaminya itu.
Tangan Assandi meraih pinggang Airin untuk ditarik duduk di atas pangkuannya. Mata Airin terbuka lebar merasakan perlakuan Assandi.
Dia kemudian menutup kembali matanya menikmati ciuman yang semakin dalam. Tanpa dia sadari tangannya sudah mengalung melingkari leher Assandi.
"Mhhh." Erang Airin.
Karena tangan Assandi menekan kepalanya semakin mendekat. Mempermudah Assandi memperdalam ciumannya.
Tangan Assandi yang satu menyibak rambut Airin kebelakang kepala. Dia melepas ciumannya sejenak kemudian menatap dalam wajah Airin.
Dia bisa melihat istrinya yang masih memejamkan mata sambil mengatur napasnya. Karena Assandi mencium dirinya tanpa memberi ruang untuk bernapas.
Assandi melirik leher jenjang Airin yang masih memperlihatkan bekas merah. Meski bekas itu sudah semakin memudar, tapi Assandi bisa melihat karyanya dengan indah disana.
Dia kemudian menciumi kembali bagian bekas merah itu dengan gemas. Sesekali dirinya menggigit keras meninggalkan bekas merah yang dalam.
Airin merintih karena merasakan sakit akibat gigitan Assandi.
"Awwkkhhh mashhh."
Assandi tidak memperdulikan erangan Airin. Dia semakin brutal melakukan kegitannya itu. Hingga tangannya sudah membuka tiga kancing seragam Airin.
Tetapi...
Tok...
Tok...
Tok...
Suara ketukan pintu membuat mereka menghentikan kegiatannya.
Airin bergegas menutup kembali seragamnya yang sudah terbuka menampilkan dada mulusnya.
Dia menyeka keringatnya dan bangkit dari pangkuan Assandi.
Dia bergegas menuju pintu kamar untuk melihat siapa yang menganggu aktivitasnya.
"Kakek?" Sapa Airin dengan wajah bingungnya.
Leo mengangkat satu alisnya menatap leher Airin yang penuh bekas merah.
"Leher kamu belum sembuh? Kok semakin merah tajam begitu."
Airin meraba lehernya, dia terkejut karena ini adalah ulah Assandi barusan.
Dia berbalik menatap Assandi yang menggaruk tengkuknya karena malu.
"Kalau masih sakit, periksa saja sekalian mumpung dokternya sudah datang."
"Ah, tidak usah kek. Saya tidak apa-apa kok."
"Beneran?"
"Uhuk, uhuk." Assandi berpura-pura batuk agar kakeknya tidak semakin memaksa Airin.
"Mas, kamu tidak apa-apa?" Tanya Airin panik yang sudah menghampirinya.
Assandi menggeleng pelan, dia memberi isyarat kepada Airin agar segera memanggil dokternya.
Airin mengerti dan mengangguk. Dia menatap Leo untuk bertanya dimana dokternya.
"Kek, dokternya dimana? Bisa segera masuk saja."
"Dia masih mengambil beberapa obat di mobil."
Airin mengangguk, "Iya kek."
Tok...
Tok...
Tok...
"Permisi tuan, ada pengantar makanan untuk nona Airin." Ucap salah satu ART yang datang memasuki kamar Airin.
"Oh iya, baiklah saya akan segera ke depan."
Airin berlalu meninggalkan Assandi dan Leo yang masih di dalam kamar. Dia juga berpapasan dengan dokter yang akan memeriksa Assandi.
Airin mempersilahkan dokter tersebut memasuki kamarnya. Dia kemudian melanjutkan perjalanannya untuk mengambil makanan pesananannya.
Dia mengecek semua makanan itu dan sudah sesuai dengan yang dipesannya di aplikasi.
Airin kembali masuk untuk meletakkan semua camilan itu ke dalam kamar.
Disana dia bisa mendengar dokter menjelaskan penyebab Assandi bisa sakit hingga mual muntah.
"Kamu terkena makanan yang sudah expired." Tukas Dokter itu.
Assandi mengeryit bingung, "Hah makanan expired, Dok?"
"Iya, apakah kamu pernah membeli beberapa makanan saat di sekolah? Atau pas sebelum berangkat sekolah?"
Assandi mencoba mengingatnya, tapi dia sama sekali tidak ingat habis makan apa saja.
Airin yang masih berdiri di belakang dokter itu jadi berpikir dengan semua pertanyaannya.
Matanya menatap kue kering coklat yang dibelinya. Airin teringat, jika Assandi sebelumnya menerima kue kering pemberian Rosy.
Tapi dia tidak bisa memberitahu sekarang. Karena ada kakeknya yang nanti bisa marah jika mendengar nama Rosy disebut.
Dokter itu bangkit dan berpamitan dengan mereka bertiga. Tidak lupa juga dia membuatkan resep obat untuk Assandi.
Leo mengantar dokter keluarga itu menuju ke depan. Airin memberi salam dan mengucapkan terima kasih kepadanya.
Dia kemudian menghampiri Assandi yang tersenyum menatapnya. Airin tersipu malu ditatap Assandi seperti itu.
"Em, mas kita makan dulu ya. Aku sudah membuatkan bubur untuk kamu."
Assandi mengangguk pelan. Dia melihat Airin mengambil mangkuk berisi bubur ayam.
Istrinya itu meniup pelan bubur disendoknya agar tidak terlalu panas.
Assandi membuka mulutnya menerima suapan dari Airin. Dia memakan bubur buatan Airin dengan lahap.
"Em, mas, kamu sebelumnya memakan kue dari Rosy tidak?"
"Kenapa memangnya?"
"Tidak, aku hanya memastikan saja."
Assandi diam sejenak, dia memikirkan sesuatu.
"Oh iya, aku memakannya lima butir. Tapi masih banyak dan aku taruh di tas." Jelas Assandi.
Airin menoleh menatap tas suaminya yang tergeletak di atas meja belajarnya.
"Aku boleh membuka tasnya mas?"
"Bukalah."
Airin berjalan mengambil tas Assandi. Dia membuka tas itu dan mengambil setoples kue kering di dalamnya.
Dia menelisik mencari tanggal expired di toples kue itu. Matanya melotot melihat tanggal yang tertera disana.
Pantas saja Assandi mengalami mual muntah karena tanggal dikemasan itu sudah kadaluwarsa.
Apalagi Airin bisa mencium jika kue coklat itu berbau menyengat.
"Apa mas tidak pernah mengamati dulu makanan sebelum mas makan?"
"Kenapa memangnya?"
Airin menunjukkan tanggal kadaluwarsa di balik toples itu.
Assandi melotot tidak percaya, "Hah, sudah selama itu?"
"Kamu selama memakannya apa tidak merasakan aroma atau rasa yang aneh begitu mas?"
Assandi menggeleng pelan, "Tidak ada, bahkan aku makan sambil ditemani Rosy tadi itu."
Airin mendengus kesal, tapi mau bagaimana lagi. Karena suaminya itu sudah terlanjur cinta buta jika di hadapan perempuan itu.
Makanya dia sampai tidak memperhatikan apa yang ada disekelilingnya.
Bahkan makanan basi pun bisa menjadi enak jika dia memakannya sambil memandang orang yang dicintai.
Apalagi itu makanan dari seseorang yang sudah melekat di hatinya sejak lama.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍