NovelToon NovelToon
Kebangkitan Raja Dunia Bawah

Kebangkitan Raja Dunia Bawah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Epik Petualangan / Dunia Masa Depan
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: asep sigma

Kael Draxon, penguasa dunia bawah yang ditakuti dan dihormati pada masa nya. Namun, di puncak kekuasaan nya, Kael Draxon di khianati oleh teman kepercayaan nya sendiri, Lucien.
Di ujung kematian nya, Kael bersumpah akan kembali untuk balas dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon asep sigma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mansion Dante

Di tengah jalanan kota yang sepi, sebuah mobil melaju kencang, meninggalkan kobaran api dan reruntuhan gedung tua yang baru saja meledak. Di dalamnya, Kael, Elira, Iris, Edgar, dan Dante duduk dalam diam. Napas mereka masih memburu, tubuh mereka penuh luka dan kelelahan.

Mereka telah lolos, untuk sementara.

Dante yang berada di balik kemudi mengendarai mobil dengan tenang. Ia bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara. Tak ada yang berbicara. Kael menatap kosong ke luar jendela, Elira menunduk dengan tangan terkepal, Iris memeluk dirinya sendiri, dan Edgar menyandarkan kepalanya ke kursi dengan mata terpejam.

Dante ingin bertanya—tentang apa yang terjadi di dalam, tentang bagaimana mereka bisa melarikan diri, tentang siapa yang telah membantu mereka. Tapi melihat ekspresi mereka, ia tahu waktu ini bukanlah saat yang tepat.

Mereka butuh waktu.

Kejar-kejaran di Jalanan Kota

Beberapa menit berlalu dalam keheningan, hingga Dante melihat sesuatu melalui kaca spion—tiga mobil hitam mengikuti mereka dari kejauhan.

Dante menyipitkan mata.

“Sial,” gumamnya pelan, tangannya menggenggam setir lebih erat.

“Ada apa?” tanya Edgar tanpa membuka mata.

“Kita diikuti,” jawab Dante singkat.

Seketika itu juga, suasana dalam mobil berubah. Kael dan Edgar langsung waspada, sementara Iris menoleh ke belakang, wajahnya pucat.

“Mereka Cobra Zone?” Elira bertanya, meski jawabannya sudah jelas.

“Tentu saja,” Dante menjawab, lalu menginjak pedal gas lebih dalam.

Mesin meraung, dan mobil melesat lebih cepat. Mobil-mobil hitam di belakang mereka pun ikut menambah kecepatan, tak mau kehilangan jejak.

Suara klakson memekik ketika Dante membelok tajam di perempatan, hampir menyerempet mobil lain. Lampu-lampu kota yang remang berkelebat cepat saat mereka melewati jalanan sempit dan berkelok.

Salah satu mobil Cobra Zone mendekat dan mencoba menabrak dari samping.

Dante menyeringai. “Kalian mau main kasar, ya?”

Dengan kecepatan tinggi, Dante menarik rem tangan dan memutar setir tajam ke kanan. Ban berdecit keras saat mobil mereka berputar setengah lingkaran, membuat mobil musuh kehilangan kendali dan menghantam pembatas jalan.

Satu mobil musuh terhempas, tersisa dua lagi.

Mobil kedua mencoba mendekat dari belakang, tetapi Dante dengan lihai menyalip sebuah truk besar dan tiba-tiba berbelok ke gang sempit.

“DANTE! APA YANG KAU LAKUKAN?!” Iris menjerit panik.

“Percayalah padaku,” Dante berkata sambil tersenyum tipis.

Mobil musuh yang mengejar mereka terlambat bereaksi. Ketika mencoba mengikuti, mereka menabrak dinding gang karena ukurannya terlalu besar.

Hanya satu mobil yang tersisa.

Dante mempercepat laju mobil, menavigasi jalanan kota dengan presisi yang luar biasa. Seolah-olah ia sudah menghafal setiap sudut jalan. Mobil terakhir terus mengejar, mencoba menabrak dari belakang.

Dante melihat cermin spion, matanya menyala penuh semangat.

“Coba kalian pegang erat-erat.”

Tanpa peringatan, ia dengan cepat membanting setir ke kiri lalu ke kanan, melakukan manuver yang membuat mobil mereka berputar tajam ke samping.

Mobil musuh tak mampu bereaksi tepat waktu—mereka kehilangan kendali dan menabrak sebuah tiang lampu. Ledakan kecil terjadi saat api mulai menyala dari kap mesin.

Dante tertawa kecil. “Tiga kosong untuk kita.”

Kael menatap Dante dengan ekspresi setengah tak percaya. “Kau sudah gila.”

Dante hanya mengedipkan mata. “Aku hanya berbakat.”

Setelah memastikan tidak ada lagi yang mengejar, Dante akhirnya membawa mobil mereka ke luar kota, menuju sebuah daerah perbukitan.

Mereka melewati jalanan berliku, semakin jauh dari hiruk-pikuk kota. Udara malam terasa lebih dingin, dan pemandangan di sekitar berubah—bangunan-bangunan tinggi berganti dengan pepohonan gelap dan perbukitan yang sunyi.

Setelah beberapa kilometer, akhirnya mereka sampai di sebuah gerbang besar dari besi hitam. Kamera pengawas terpasang di sudut-sudut, dan pagar tinggi mengelilingi area tersebut.

Dante menekan tombol di dashboard mobil, dan gerbang otomatis terbuka perlahan.

Di baliknya, sebuah mansion besar berdiri megah.

Bangunan itu bergaya klasik Eropa, dengan pilar-pilar besar dan jendela tinggi. Halaman luasnya dihiasi taman yang tertata rapi, dan ada garasi bawah tanah yang cukup untuk menampung beberapa mobil mewah.

Dante melajukan mobil ke dalam area parkir dan mematikan mesin.

“Halo, rumah,” katanya santai.

Mereka semua keluar dari mobil, tubuh mereka terasa berat setelah perjalanan yang menegangkan.

Kael menatap mansion itu dengan ekspresi terkejut. “Aku tidak menyangka kau tinggal di tempat seperti ini.”

Dante tertawa kecil. “Aku punya selera tinggi.”

Elira menghela napas panjang. “Akhirnya kita bisa istirahat.”

Iris masih tampak terkejut. “Dante… kau sebenarnya siapa?”

Dante hanya tersenyum misterius. “Seseorang yang kebetulan memiliki banyak uang.”

Mereka semua terlalu lelah untuk mengajukan lebih banyak pertanyaan. Yang terpenting sekarang adalah mereka akhirnya punya tempat yang aman—untuk sementara.

...****************...

Di dalam sebuah ruangan luas di Mansion Ronan, suasana mencekam terasa begitu kuat. Lampu gantung kristal memancarkan cahaya temaram, memantulkan kilauan dingin di atas meja panjang yang dipenuhi berkas-berkas dan layar monitor yang masih menyala.

Di tengah ruangan itu, Ronan Lucien berdiri dengan ekspresi penuh amarah. Rahangnya mengeras, dan matanya menyala dengan kemarahan yang tertahan. Di hadapannya, beberapa anak buahnya berdiri gemetar, menundukkan kepala dalam ketakutan.

“Bagaimana bisa kalian kehilangan mereka?!” suara Ronan menggema di seluruh ruangan.

Tak ada yang berani menjawab.

Ronan menghempaskan segelas anggur ke lantai, pecahannya berserakan di mana-mana.

“Kalian bilang sudah mengepung mereka! Kalian bilang mereka tidak punya jalan keluar! Lalu dimana mereka sekarang? Kenapa aku tidak melihat mereka di sini sekarang? Apa kalian bodoh? Mereka semua masih berkeliaran bebas di luar sana!”

Salah satu anak buahnya mencoba berbicara dengan suara bergetar, “T-Tuan Ronan, mereka... mereka lebih cepat dari dugaan kami. Dan mereka mempunyai pengemudi yang hebat.”

“Lalu apa?!” Ronan menyela dengan tatapan mematikan.

“Saat kami mencoba menjebak mereka dengan jumlah kami, kami dipermainkan oleh mereka.” Anak buah itu berkata dengan suara hampir tak terdengar.

Ronan mendecakkan lidahnya, tangannya mengepal erat. Tak masuk akal. Bagaimana mungkin mereka bisa kehilangan jejak Kael dan kelompoknya? Ia sudah mengerahkan tiga mobil, seharusnya itu cukup untuk menjebak mereka.

Ia mendekati anak buah yang baru saja berbicara, lalu tanpa peringatan, menghantamkan pukulan keras ke wajahnya. Orang itu terhuyung ke belakang dan jatuh ke lantai, darah mengalir dari hidungnya.

“Kalian semua tak berguna,” desis Ronan dengan suara dingin. “Aku bosan dengan alasan-alasan kalian.”

Suasana semakin tegang. Semua orang menunduk, tak ada yang berani menatap Ronan.

Di sampingnya, Lukas tetap tenang. Dengan pakaian hitam rapi dan ekspresi datar, ia akhirnya angkat bicara, mencoba menenangkan Ronan.

“Tenang saja, Tuan. Jangan terlalu menghiraukan mereka. Mereka hanyalah semut yang bisa kita habisi kapan saja.”

Ronan menatap Lukas dengan tajam. Napasnya masih berat, tapi sedikit demi sedikit emosinya mulai terkontrol. Benar kata Lukas, dia tidak perlu khawatir oleh sekelompok yang bisa mereka habisi kapan saja.

Dengan gerakan cepat, Ronan menyapu berkas-berkas di atas meja ke lantai.

SRAKK!!

Dokumen-dokumen itu jatuh ke lantai.

Ia lalu berjalan menuju jendela besar, menatap kegelapan malam di luar.

“Pergi dari hadapanku,” katanya akhirnya, suaranya datar tapi penuh ancaman.

Anak buahnya langsung bergegas keluar dari ruangan, meninggalkan Ronan dan Lukas berdua.

Setelah hening sejenak, Lukas melangkah maju. “Tuan, istirahatlah malam ini. Biar saya yang menangani semua masalah ini.”

Ronan tetap menatap keluar jendela, lalu mengangguk pelan. “Aku serahkan semuanya kepadamu, Lukas.”

Lukas tersenyum tipis, lalu membungkuk dengan hormat sebelum pergi untuk melaksanakan tugasnya.

1
Mia Sagitarius
penghianatan!!
Song Min: makasih, udh mampir kak
total 1 replies
Gamaken
Semangat kak upnya!
Song Min: thank u lek
total 1 replies
Chị google là em
Keren banget sih!
Song Min: thanks kak, pantengin kelanjutannya ya/Smirk/
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!