Badai besar dalam keluarga Cokro terjadi karena Pramudya yang merupakan putra pertama dari keluarga Cokro Tidak sengaja menodai kekasih adiknya sendiri, yaitu Larasati.
Larasati yang sadar bahwa dirinya sudah tidak suci lagi kalut dan berusaha bunuh diri, namun di tengah usahanya untuk bunuh diri, ia di kejutkan dengan kenyataan bahwa dirinya sedang hamil.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuning dianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bunga asoka
Pram keluar dari lift,
matanya terbentur dinding berwarna abu abu yang di penuhi dengan foto papanya dan para relasinya.
" Selamat siang, sudah di tunggu bapak.." sapa sorang perempuan yang mempunyai meja kerja tidak jauh dari pintu ruangan papanya.
Pram tidak menjawab, ia meneruskan langkahnya, namun langkahnya terhenti saat Suryo keluar dari ruangan papanya.
Perasaan kikuk langsung menghampiri Pram,
ia bingung harus menyapa suryo bagaimana, laki laki itu sekarang adalah mertuanya.
" Selamat siang mas Pram, bapak sudah menunggu sejak tadi." ucap Suryo menghempaskan kekikukan Pram.
Sepertinya Suryo tau kebingungan Pram akan hubungan mereka yang tiba tiba berubah.
Setelah mengulas senyum, Suryo berjalan pergi.
Pram terdiam cukup lama,
Suryo benar benar sosok yang menenangkan sejak dulu,
Saat papanya selalu menekannya dengan kejam,
Suryo lah yang selalu meredam amarah Pram pada papanya itu.
Pram melanjutkan langkahnya, ia membuka pintu dan masuk ke ruangan papanya.
Pram bisa melihat jelas uban yang hampir merata, namun papanya itu masih saja terlihat tampan di usianya.
Pram duduk di sofa berwarna hitam berbahan kulit yang sengaja di letakkan di tengah ruangan.
" kau sudah makan siang?" tanya Cokro tanpa menatap putranya, ia sibuk dengan berkas berkas di hadapannya.
" belum, saya akan makan nanti." jawab Pram datar,
mendengar itu Cokro mengalihkan pandangannya pada putra pertamanya itu,
" Ku dengar cucuku kembar?" wajah Cokro terlihat tenang, tidak ada ekspresi senang yang Pram tangkap.
" benar, kata dokter demikian." jawab Pram,
" bagaimana reaksi Laras setelah mengetahui itu?" rasa penasaran Cokro besar rupanya.
" Akan lebih baik jika papa menanyakannya pada Laras sendiri."
" apa masuk akal kau berkata seperti itu? Kau anakku, Elang juga anakku?!" suara Cokro meninggi.
" papa juga tidak masuk akal, papa bertanya seakan akan aku dekat dengan Laras,
Laras saja tidak mau memandangku." jawab Pram masih datar.
Laki laki itu selalu membuang perasaannya saat berhadapan dengan papanya.
Karena Pram tau,
Ia tidak pernah di perhitungkan dan jarang di dengar.
" jangan bohong Pram! Bu Yati bilang kau sudah ada kemajuan dengan Laras!"
Pram membisu, ia membuang pandangannya ke arah lain.
" Kau tidak memikirkan adikmu? sungguh kau benar benar tidak memikirkan adikmu?
Apa kau tidak pernah membayangkan?
Bagaimana kecewa dan sedihnya dia nanti?
Kau merebut apa yang seharusnya jadi miliknya,
Jadi bersikaplah sepantasnya Pram?" suara Cokro menurun, namun tatapannya masih menyakitkan bagi Pram.
" Saya merebut?" Pram sontak menatap papanya tidak percaya,
" mungkin itu kecelakaan, tapi perempuan yang seharusnya menjadi istri adikmu kini menjadi istri dan ibu dari anak anakmu?!"
mendengar itu Pram langsung tertunduk, namun bibirnya mengulas senyum getir.
Ia tidak berniat menjawab,
Lagi pula ia tidak pernah membantah,
di anggap salah atau benar itu tidak ada bedanya bagi Pram.
" Aku memanggilmu kesini karena mendengar dari Yati kalau kau dan Laras sudah mulai berinteraksi.
Aku ingin mengingatkanmu Pram.
Adikmu pasti kembali,
Dia pasti menuntut apa yang menjadi miliknya.
Jadi jangan sampai kau terlena dan tidak memenuhi janjimu." mendengar itu rasa pedih menyusupi hati Pram.
" jangan khawatir. Saya adalah orang yang selalu menepati janji.
papa jangan khawatir, toh Laras tidak pernah menatap saya.
Selamat siang pa.
Saya masih banyak pekerjaan." jawab Pram dengan suara yang dalam, ada sesuatu yang ia tahan jauh di dalam hatinya.
Pram bangkit, dan segera berjalan ke arah pintu tanpa menunggu jawaban dari papanya.
_______
Malam sungguh pekat, tidak ada satu cahaya bintang pun di langit malam ini.
Pram duduk di halaman samping, dimana bunga bunga Asoka bermekaran.
Tatapannya kosong ke arah bunga bunga yang tampak begitu segar itu.
Sejam yang lalu turun hujan yang lumayan deras, dan tentu saja itu membuat semua tanaman begitu segar.
" mas Pram.." terdengar suara Bu Yati,
Pram tentu saja mencari asal suara itu,
Ternyata Bu Yati sedang berdiri di pintu kaca yang setengah terbuka,
Pintu kaca yang menghubungkan halaman samping dan ruang tengah.
" ada apa Bu Yati?" Pram masih duduk santai di atas kursi kayu yang banyak terdapat ukiran itu.
" Mbak Laras.."
mendengar nama Laras di sebut Pram langsung duduk tegak.
" kenapa Laras?"
" mbak Laras marah.." wajah bu Yati tampak bingung.
" marah? Kenapa??"
" minta mie pedas.." jawab Bu Yati,
" mie pedas? Apa pedas sekali? Kalau hanya sedikit kurasa tidak apa apa asal dia tidak memakan terlalu banyak," ujar pram.
" mie pedas dari korea itu, saya tidak tau namanya.. Kata para pelayan yang lain, itu mie yang pedas sekali mas,"
" apa mie nya sudah ada?"
" ada, saat belanja ke mini market dengan saya beberapa hari yang lalu mbak Laras membelinya, saya Tidak begitu paham,
Tapi pelayan yang lain paham,
bak Laras tadi bahkan sudah merebus air sendiri, untuk ketahuan saya.."
mendengar itu Pram bangkit perlahan,
" dimana sekarang Laras?" laki laki berkaos hitam dan bercelana senada itu berjalan masuk ke dalam rumah.
" sedang marah, duduk di dapur, tetap ngotot ingin makan mie mas.."
Pram berjalan ke dapur, di ikuti oleh Bu Yati.
Dan benar, Laras dengan daster berwarna putihnya itu sedang duduk dengan raut wajah yang kesal.
Sedangkan dua pembantu rumah tangga sedang berdiri di sampingnya, tampaknya mereka bingung melihat nyonyanya yang masih begitu muda sedang tenggelam dalam kekesalannya itu.
" Kalian pergilah.." perintah Pram pada dua pembantu rumah tangga itu.
" Bu Yati juga pergilah," Pram menatap Bu Yati, melihat tatapan Pram Bu Yati langsung mundur dan berjalan pergi meninggalkan dapur.
Pram melirik mie instan yang berada di atas kompor,
Mie itu sudah di buka, namun isinya rupanya masih lengkap di dalamnya.
" Baiklah, kau boleh makan mie yang kau mau itu, tapi dengan syarat.." Pram berdiri di hadapan Laras.
mendengar itu Laras langsung menatap Pram, meski dengan wajah yang tidak ramah.
Pram bukannya marah, ia malah tersenyum melihat sikap Laras.
" mau makan mie saja susah sekali." suara Laras terdengar benar benar kesal.
Pram lagi lagi tersenyum,
Ia duduk disamping Laras,
" aku akan memperbolehkan mu memakannya, asal.. Kau ijinkan aku yang memasaknya untukmu.." Pram terlihat begitu sabar dan tenang menghadapi sikap Laras.
" Aku bisa memasaknya sendiri, bilang saja kalau tidak boleh?!"
" boleh.. Tapi aku ingin memasak untukmu,
bagaimana?
Kalau kau tidak mau ya sudah, tidak usah makan mie pedas.." Pram tersenyum,
Namun tidak dengan Laras, wajahnya masih saja cemberut.
" baiklah, tapi kuahnya jangan banyak banyak, aku suka kuah yang kental agar bumbunya lebih terasa." ujar Laras setelah lama berpikir.
Mendengar itu tentu saja Pram langsung bangkit, menyalakan kompor, memanaskan air yang sempat di panaskan oleh Laras sebelum kedatangan Bu Yati.
Beberapa menit Pram sibuk memasak mie, setelah lama menunggu rupanya mie sudah matang, Pram sengaja membuatnya matang sekali agar Laras bisa mencernanya dengan mudah.
Pram membaca tulisan tulisan yang ada di bumbu mie itu,
Saat memasukan bumbu cabai,
Pram hanya memasukkannya setengah, sehingga sudah di pastikan oleh Pram bahwa mie yang akan di makan oleh Laras rasanya tidak akan begitu pedas.
Pram memasak dengan penuh senyum, ia merasa senang dengan apa yang ia lakukan, toh itu juga demi kebaikan istri dan janin janin dalam kandungan Laras.
Setelah mie sudah siap, Pram memindahkan mie itu ke atas meja, tepat di hadapan Laras.
mata Laras tampak berbinar melihat mie yang asapnya masih menyembul itu.
" pelan pelan, masih panas.."
mendengar kata kata Pram, Laras menatap Pram dengan heran,
" kenapa kau tidak menentangku dengan makanan ini?"
" sudahlah..makanlah," ujar pram, laki laki itu duduk di samping laras.
Wajah Pram begitu teduh dan damai, membuat kemarahan Laras entah luntur kemana.
langsung main todong aja si bapak nih
apalagi bininya pake acara yg terencana hanya demi anak keduanya si Elang
heran sama modelan orang tua gini