NovelToon NovelToon
The Secret Behind Love

The Secret Behind Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Selingkuh / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Penyesalan Suami
Popularitas:544
Nilai: 5
Nama Author: jhnafzzz

"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.

Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.

Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1. Ketegangan Pagi.

Karuna berdiri di dapur, matanya tertuju pada kompor yang sedang memanaskan panci. Di tangan kirinya, ia memegang spatula, sementara tangan kanannya menggenggam cangkir kopi panas yang baru saja ia buat. Suara alarm di ruang tamu sudah berhenti sejak beberapa menit lalu, dan Karuna tahu ini saatnya bagi mereka untuk memulai hari. Ethan, anak mereka yang berusia empat tahun, masih tertidur lelap di kamar, sementara Damian, suaminya, sudah mulai sibuk di ruang tamu.

Pagi ini terasa sedikit berbeda. Karuna merasakan ketegangan yang mengendap di udara. Mungkin itu hanya perasaannya saja, atau mungkin karena semalam mereka sempat berdebat tentang hal-hal kecil yang entah kenapa terasa lebih berat dari biasanya. Ia menghela napas, berusaha menepis kekhawatiran yang tiba-tiba datang. Namun, rasa cemas itu selalu ada, seperti bayangan yang tak bisa ia hindari.

Ia menatap jam di dinding—jam sudah menunjukkan pukul 06:55. Itu berarti Damian akan segera keluar dari kamar mandi. Ia masih punya waktu sekitar sepuluh menit untuk menyelesaikan sarapan. Karuna tahu betul bahwa Damian, suaminya yang bekerja sebagai manajer di sebuah perusahaan besar, seringkali terburu-buru di pagi hari. Itu sudah menjadi rutinitas mereka. Namun, kali ini, ada sesuatu yang membuatnya merasa sedikit tertekan.

Di atas meja makan, ia telah menyiapkan piring berisi telur orak-arik, roti panggang, dan buah segar. Biasanya, Damian tidak pernah keberatan dengan sarapan seperti ini—sesuatu yang sederhana namun cukup membuat hari mereka dimulai dengan baik. Namun, entah mengapa, Karuna merasa sedikit khawatir. Sepertinya, ada yang tidak beres, meskipun ia belum bisa menyebutkan dengan pasti apa yang salah.

Suara langkah kaki Damian terdengar mendekat. Karuna tersenyum kecil, berharap bisa membuat pagi ini sedikit lebih hangat dengan sarapan yang ia persiapkan. Ia menatap ke arah pintu dapur saat Damian memasuki ruang makan, mengenakan setelan jas biru gelap yang sudah terlihat rapih meski di pagi hari.

“Pagi, sayang,” Karuna menyapa, suaranya lembut, berusaha menunjukkan bahwa ia siap untuk memulai hari dengan positif. "Ayo makan, sarapan udah siap nih."

Damian hanya mengangguk tanpa mengangkat pandangannya dari ponselnya yang ia pegang erat di tangan. Karuna menyadari hal itu, tapi ia memilih untuk tidak mengatakan apa-apa. Ia tahu suaminya sering kali sibuk dengan pekerjaan sejak pagi buta. Tapi, ada sesuatu yang berbeda. Damian tampak lebih terburu-buru dari biasanya, lebih tergesa-gesa, dan tidak terlalu memperhatikan sekitar.

“Sayang, kamu tidak mau sarapan dulu?” tanya Karuna lembut, sambil menaruh piring berisi telur orak-arik di meja.

Damian mendesah pelan, matanya tetap fokus pada layar ponselnya. “Nggak ada waktu, Karuna,” jawabnya dengan nada yang sedikit kesal. "Aku buru-buru. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sebelum jam 9."

Karuna terkejut. Biasanya, meskipun Damian sibuk, ia selalu menyempatkan waktu untuk sarapan, apalagi jika ia sudah berada di rumah pada waktu yang cukup awal. “Tapi, sayang, sarapannya sudah siap. Kamu nggak mau makan sedikit saja?” tanya Karuna lagi, kali ini sedikit terdengar kecewa. Ia ingin memberi Damian waktu untuk menikmati sarapan, untuk duduk dan bersantai bersama sebelum hari yang sibuk dimulai.

Damian menatapnya sekilas dengan ekspresi yang sedikit tertutup. “Aku bilang nggak ada waktu, Karuna,” katanya lebih keras, membuat Karuna sedikit terkejut. Suaranya sedikit lebih tegas, bahkan dengan nada kesal yang tak dapat disembunyikan. “Aku udah bilang, banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kalau kamu nggak ngerti, ya sudah.”

Karuna merasa seolah ada pisau yang mengiris hatinya. Kecewa dan bingung, ia mencoba menenangkan diri, berusaha agar suaminya tidak melihat betapa terluka perasaannya. Biasanya, Damian bukan tipe orang yang berbicara seperti itu, apalagi kepada dirinya. Ia tahu bahwa suaminya terkadang bisa cemas dan terburu-buru di pagi hari, tapi kali ini terasa lebih berbeda. Ada sesuatu dalam kata-katanya yang membuatnya merasa terabaikan.

Ia terdiam sejenak, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Damian, kamu nggak usah kasar gitu. Aku cuma mau sarapan bareng sama kamu, cuma itu aja kok.”

Damian mengalihkan pandangannya ke luar jendela. “Aku nggak ada waktu untuk itu, Karuna,” jawabnya dengan suara lebih pelan, tapi tetap terdengar kaku. “Mungkin nanti saja. Aku harus pergi sekarang.”

Karuna hanya bisa menatapnya dengan diam, hatinya terasa sesak. Ia tidak mengerti apa yang membuat Damian begitu terkejar-kejar. Biasanya, meskipun sibuk, ia tetap menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan keluarganya. Namun, pagi ini, seolah ada jarak yang begitu besar di antara mereka.

“Ethan masih tidur,” kata Karuna setelah beberapa saat hening, mencoba untuk mengalihkan perhatian suaminya. “Aku bisa bangunkan dia kalau kamu mau bicara dengannya.”

Damian menggeleng pelan. “Nggak usah. Aku harus pergi.” Ia meraih tas kerja yang terletak di sebelah pintu, menepuk-tepuk tasnya sejenak sebelum berjalan menuju pintu. “Nanti kalau ada waktu, kita bicara.”

Karuna menunduk, matanya mulai terasa panas. Ia tahu bahwa kata-kata Damian berarti bahwa hari ini, seperti hari-hari sebelumnya, mereka akan saling menjauh tanpa ada percakapan berarti. Tidak ada waktu untuk mereka berdua. Tidak ada waktu untuk berbicara tentang masalah yang perlahan tumbuh di antara mereka.

Damian berhenti di depan pintu, kemudian menoleh lagi ke arah Karuna, tetapi hanya sekilas. “Jaga Ethan baik-baik,” katanya dengan suara yang lebih lembut, meskipun masih terdengar sedikit dingin.

Karuna mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-katanya terasa terhalang oleh sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. “Iya, sayang,” jawabnya pelan.

Damian membuka pintu dan melangkah keluar, meninggalkan Karuna di dapur, berdiri sendiri dengan perasaan yang campur aduk. Ketegangan yang baru saja ia rasakan seolah menggantung di udara, meninggalkan kekosongan yang sulit dijelaskan.

Setelah beberapa detik, Karuna akhirnya melangkah ke meja makan, menatap sarapan yang sudah ia siapkan dengan penuh harapan. Namun, entah mengapa, semuanya terasa hampa. Sarapan yang tadinya diharapkan bisa menjadi momen kebersamaan kini hanya menjadi sebuah rutinitas yang terlupakan. Dengan pelan, ia mengambil piring telur orak-arik dan meletakkannya ke dalam kulkas. Ia merasa kosong, seperti ada ruang besar yang kosong di hatinya, ruang yang semakin hari semakin sulit untuk diisi.

Ethan terbangun beberapa menit kemudian, dan Karuna segera melangkah menuju kamar anaknya. Senyumnya kembali merekah saat melihat anak laki-lakinya yang masih mengantuk, dengan rambut acak-acakan, memandangnya dengan mata yang besar dan cerah. Sebentar lagi, ia harus menyiapkan Ethan untuk pergi ke sekolah Tk, meskipun hatinya masih penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab.

“Pagi, sayang,” Karuna berkata lembut, duduk di sisi tempat tidur Ethan. “Ayo bangun. Kita harus siap-siap.”

Ethan mengerjapkan matanya, masih setengah terlelap, sebelum akhirnya tersenyum lebar. “Pagi, Mama,” jawabnya dengan suara kecil, seakan masih belum sepenuhnya sadar.

Karuna mengelus kepala anaknya, berusaha menyembunyikan perasaan cemas di balik senyumannya. Ia tahu hari ini akan menjadi hari yang berat. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres, dan ia takut perasaan itu akan semakin mengganggu hubungan mereka—hubungan yang selama ini ia kira berjalan lancar. Tapi, siapa yang bisa menebak, kan? Cinta, kepercayaan, dan pengorbanan ternyata bisa terasa begitu rapuh di hadapan kenyataan.

Pagi itu, Karuna merasa seolah-olah berada di persimpangan jalan. Ia hanya bisa berharap bahwa, meskipun semuanya terasa sulit, ia masih bisa menemukan jalan keluar, untuk dirinya sendiri, dan untuk Ethan.

1
Kei Kurono
merasa terhubung dengan tokoh-tokoh dalam cerita.
Alhida
Terpesona☺️
Alucard
Nggak sabar nunggu kelanjutannya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!