Terdengar suara 'sah' menyeruak ke dalam gendang telinga, seolah menyadarkan aku untuk kembali ke dunia nyata.
Hari ini, aku sah dipersunting oleh seorang Aleandro. Pria dingin dengan sejuta pesona. Pria beristri yang dengan sengaja menjadikan aku sebagai istri kedua.
Istri pertamanya, Michelle bahkan tersenyum manis dan langsung memelukku.
Aneh, kenapa tidak terbersit rasa cemburu di hatinya? Aku kan madunya?
Tanya itu hanya tersimpan dalam hatiku tanpa terucap sepatahpun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sindrom Couvade
Meninggalkan Andine yang sedang berlama-lama di bawah guyuran shower air hangat.
Di sebuah mansion milik Aleandro, malah terjadi tragedi.
"Kamu ini kenapa sayang? Jorok sekali ih," kata Michelle saat muntahan Aleandro sedikit mengenai bajunya.
"Maaf... Maaf sayang. Perutku sedang tak baik-baik saja nih," keluh Aleandro.
"Kalau kamu sakit, kita batal dong ke Paris nya?" kata Michelle sewot.
"Bisa direscedule sayang. Aku lemas sekali nih. Bisa tolong panggilkan Jerome," pinta Aleandro.
"Ngapain cari Jerome?" tukas Michelle kesal.
Keinginan untuk bulan madu lagi terancam gagal karena sakit Aleandro. Michelle kesal.
"Ya biar periksa aku. Cepetan gih!" ucap Aleandro.
"Idih, kamu kok gitu sekarang? Main perintah aja!" kata Michelle kecewa.
"Minta tolong sayang. Badanku beneran nggak enak ini," tukas Aleandro ikutan kesal.
Mood Aleandro akhir-akhir ini naik turun tak jelas.Yang jadi korban utama pastinya si Martin lah.
"Kenapa nggak minta tolong Martin aja," Michelle masih mengelak.
Aleandro geleng kepala.
'Apa salahnya sih minta tolong, toh kamu yang ada di dekatku,' kesal hati Aleandro.
Aleandro menekan kontak Martin yang ada di ponsel.
Belum genap nyawa Martin untuk menjawab, "Panggil Jerome ke rumah! Tak pakai lama. Sekalian kamu ke sini bawain berkas yang perlu aku tandatangani," perintah Aleandro terdengar bagai kicauan burung betet, tak ada merdunya sama sekali di telingan Martin.
Sejak kepergian Andine, yang bahkan tak pamit membuat Aleandro sering uring-uringan ke Martin. Telinga Martin terbiasa dengan hal itu.
"Martiiiinnnnn," teriak Aleandro.
"Iya tuan, telingaku masih normal kok. Otewe," Martin beranjak meninggalkan bantal guling yang setia menemaninya selama ini.
Michelle menatap sang suami, "Tuh kan, Martin aja gercep. Ngapain pake nyuruh aku segala," ulas Michelle.
"Kamu kan istriku sayang," timpal Aleandro yang sebenarnya malas berdebat.
Entah, apa yang kurasa. Sepertinya aku akhir-akhir ini malas berdebat dengan Michelle. Batin Aleandro bermonolog.
"Oh ya sayang, kan sudah ada Martin. Gimana kalau aku pergi duluan ke Perancisnya. Ntar kalau kamu sudah sembuh, kamu bisa nyusul," kata Michelle yang mengusulkan hal tak masuk akal menurut Aleandro.
Suami sakit, bisa-bisanya dia pergi.
Aleandro mengangguk saja. Malas berdebat lagi.
Seolah mendapat angin segar, Michelle meraih koper yang sudah disiapkan sebelumnya.
"Makasih, suamiku sayang. Istri cantikmu pergi dulu yaaa... Muaachhhhhh," Michelle mengecup kening sang suami dan melenggang pergi.
Aleandro hanya bisa menghela nafas panjang. Percuma melarang Michelle. Akan sangat susah mencegahnya pergi, jika istrinya itu punya tekad yang kuat.
Seperkian menit setelah Michelle pergi. Martin dan Jerome datang bersamaan.
"Sakit apa kamu?" todong Jerome dengan posisi berdiri.
"Kamu kan dokternya? Ngapain tanya diagnosa ke pasienmu," sergah Aleandro tak mau kalah.
Jerome melihat sekeliling kamar.
"Jaga mata lo," kata Aleandro.
Jerome terkekeh, "Kamu itu nggak sakit Ale, tapi sedang PMS. Sedari tadi emosi mulu," olok Jerome.
"Mana istri tersayang kamu tuh?" Jerome mencari keberadaan Michelle.
"Ngapain nyari istri ku," Aleandro memutar bola matanya malas.
"Ya kali aja, masak suami sakit dia main pergi aja," kata Jerome.
Aleandro diam karena semua yang dikatakan Jerome benar adanya.
"Eh, tapi istri kedua kamu kemana? Pergi juga? Eleh... Eleh... Percuma punya dua istri, apa-apa masih merepotkan aku dan Martin" olok Jerome sambil mengedipkan mata ke arah Martin. Martin mengulum senyum. Telak banget sindiran dokter Jerome. Batin Martin.
"Kamu kusuruh ke sini buat meriksa aku, bukannya ceramah," Aleandro jengah.
"Ha... Ha... Aku ini konsultan infertility. Urusannya tak jauh dengan program kehamilan. Nggak mau ah," goda Jerome seakan menolak perintah Aleandro.
"Percuma otak kamu encer, tapi meriksa sakit ku aja nggak becus," kata Aleandro membuat Jerome terbahak sementara Martin menahan tawa.
Ulah Aleandro sebulan ini membuat Martin kalang kabut untuk memenuhinya.
"Iya dokter Jerome, periksa aja. Kali aja otak bos geser dikit. Permintaannya akhir-akhir ini aneh-aneh," kata Martin menyela membuat Aleandro mendelikkan mata ke arah sang asistennya.
"Aneh?" alis Jerome mengernyit.
"Hhhmmm," Martin mengangguk.
"Seminggu ini, setiap pagi aku selalu disuruh beli bubur ayam," Martin bercerita.
"Martin, bisa diam nggak?" hardik Aleandro. Aleandro tak ingin aibnya dibongkar oleh asisten laknat itu.
"Bubur ayam? Sejak kapan kamu suka makanan lunak kayak gitu? Bukannya kamu selalu bilang kalau bubur tuh makanan orang sakit?" tanya Jerome heran.
"Emang aku sedang sakit sekarang," Aleandro beralasan.
Jerome mendekat.
Hoek... hoek.... Aleandro berlari ke arah toilet saat rasa mual kembali mendera.
Jerome memicingkan matanya.
"Apa bos kamu seperti ini tiap di kantor?" telisik Jerome menatap Martin.
Martin mengangguk.
"Oh ya, dari tadi aku nggak melihat Andine?"
"Ngapain nanyain dia?" Aleandro balik dari toilet dengan wajah pias plus keringat dingin.
"Nggak usah sensi kali bos... Aku kan cuman nanya," balas Jerome.
Jerome kembali menatap Martin.
"Sekali kamu jawab, kupotong bonus bulanan kamu," ancam Aleandro menatap tajam sang asisten.
"Idih... Ngeri....," Jerome terbahak.
Jerome seperti melihat Aleandro versi yang berbeda. Sejak datang, Aleandro selalu saja moodswing.
"Nggak dijawab nggak apa-apa kok Martin,' lanjut Jerome untuk meledek Aleandro.
"Jadi nggak nih aku periksa? Kalau nggak aku mau balik rumah sakit," kata Jerome.
"Malas juga lama-lama di sini. Takut ada singa mengamuk," sindir Jerome.
"Sialan!" umpat Aleandro.
Jerome mendekat dan memeriksa keadaan Aleandro.
"Semua baik, tekanan darah juga baik... Tak ada yang aneh sama kamu," kata Jerome setelah selesai memeriksa.
Jerome memikirkan sesuatu dengan mimik serius.
"Apa aku sakit khronis? Serius amat tuh muka," kata Aleandro.
"Hhhmmm, Andine kemana?" tanya Jerome.
"Dasar... Kirain mau mengatakan keadaanku gimana, malah nanyain wanita itu," umpat Aleandro.
"Aku harus memastikan keberadaan Andine dulu untuk menegakkan diagnosa kamu," kata Jerome.
"Ah, itu cuman alasan kamu aja," ucap Aleandro kesal.
"Sekarang aku nanya sama kamu, jawab jujur," kata Jerome.
"Apa?" tukas Aleandro.
"Apa Andine hamil? Nggak mungkin aku nanyakan Michelle hamil atau nggak, karena aku yakin kalau Michelle pasti tak mau hamil," kata Jerome.
"Mana mungkin? Wanita itu sudah pergi beberapa minggu yang lalu. Dan aku pastikan dia tidak hamil," tandas Aleandro.
"Yakin?????" Jerome memastikan.
"Michelle bilang begitu," lanjut Aleandro, semua informasi didapat langsung dari Michelle. Mana mungkin Aleandro tak percaya.
"Hhhmmmm," Jerome hanya mengangguk-angguk.
"Cari Andine! Aku yakin dia hamil sekarang. Karena gejala sakit kamu ini seperti orang ngidam," jelas Jerome.
"Jangan mengada-ada deh. Mana mungkin ngidam menular," sangkal Aleandro.
Jerome menepuk jidatnya sendiri. Sahabatnya inu cuman pintar masalah bisnis. Urusan rumah tangga nol besar, oon nya selangit.
Jerome membuang nafasnya kasar.
"Itu namanya kehamilan simpatik bossss. Istri yang hamil, suami yang ngalamin ngidam. Gitu aja perlu dijelaskan," kata Martin menyela.
"Hah????" Aleandro bengong.
Jerome dan Martin saling tatap penuh arti.
'Syukurin!' ucap Jerome dan Martin bersamaan dalam hati masing-masing.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Manusia tak ada yang sempurna, apalagi author tentu banyak salah dan dosa.
Maaf masih banyak typo di mana-mana.
Tak mengurangi rasa hormat, plisss dukungannya.
Thanks
💝