800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2: Jejak ke Puncak Relic
Angin malam terasa menusuk kulit, membawa aroma debu dan kematian. Athena menarik mantel lusuhnya lebih erat, melangkah melintasi jalan setapak yang kini ditelan hutan belantara. Jalan ini dulunya adalah jalur utama menuju kota besar—sekarang hanya dilingkupi reruntuhan dan akar pohon yang mencengkeram aspal retak.
Puncak Relic. Kata itu seperti api kecil di pikirannya, memaksa dirinya melangkah maju. Athena tidak tahu apa yang akan ia temukan di sana, tapi pria bertopeng gas itu telah menyulut rasa ingin tahu yang tak bisa ia abaikan.
---
Tiga hari telah berlalu sejak pertemuan itu. Athena tidak sendirian lagi di jalan ini. Dunia yang hancur bukanlah tempat bagi siapa pun untuk merasa aman. Ia bertemu para pengembara di sepanjang perjalanan—beberapa hanya memandangnya dengan curiga, yang lain menawarkan pertolongan dengan harapan akan imbalan. Tapi Athena belajar untuk tidak mempercayai siapa pun.
Di sebuah bekas halte bus yang sudah runtuh, Athena berhenti untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Ia membuka ranselnya, memeriksa persediaan yang hampir habis. Hanya ada beberapa sisa roti keras dan botol air yang sudah setengah kosong. Perjalanan ke Puncak Relic akan memakan waktu lebih lama dari yang ia perkirakan.
Saat sedang menikmati makan malamnya yang sederhana, ia mendengar suara dari kejauhan. Langkah kaki—berat dan teratur. Athena segera bangkit, meraih pisaunya, dan merunduk di balik puing-puing.
Beberapa menit kemudian, sosok besar muncul. Dua pria dengan tubuh kekar, membawa senjata tajam, melangkah masuk ke area halte. Mereka tampak seperti tentara yang kehilangan seragam mereka—penguasa jalanan yang memanfaatkan kekacauan.
“Apa tempat ini sudah digeledah?” salah satu pria bertanya.
“Sepertinya sudah. Tidak ada tanda-tanda apa pun,” jawab yang lain.
Athena tahu mereka tidak akan berhenti mencari jika mencurigai keberadaannya. Ia merayap pelan, berharap bisa meloloskan diri tanpa terdeteksi. Namun, bunyi kecil dari batu yang tergeser di bawah kakinya menarik perhatian mereka.
“Siapa di sana?!” seru salah satu pria.
Athena tidak menunggu lebih lama. Ia berlari sekuat tenaga, mendengar langkah kaki mereka mengejarnya. Dengan cepat, ia masuk ke jalanan yang dipenuhi reruntuhan, berharap bisa menggunakan medan untuk meloloskan diri.
“Berhenti, gadis kecil!” teriak salah satu dari mereka.
Athena tahu mereka tidak akan menunjukkan belas kasih. Ketika salah satu pria semakin mendekat, ia berhenti dan berbalik. Dengan satu gerakan cepat, ia melempar pisau ke arah pria itu, mengenai bahunya. Pria itu berteriak, tapi Athena tidak berhenti untuk melihat akibatnya.
Ia terus berlari hingga napasnya habis, akhirnya menemukan sebuah bangunan tua yang tampak cukup kokoh untuk dijadikan tempat persembunyian sementara. Di dalamnya, ia menemukan sebuah ruang kecil dengan pintu kayu yang masih bisa dikunci.
---
Dalam gelap, Athena merasakan tubuhnya gemetar. Bukan hanya karena kelelahan, tetapi juga karena ketakutan. Ketika ia memejamkan mata, ingatan masa lalunya kembali menghantui—malam ketika desanya diserang.
Saat itu, ia juga bersembunyi di balik pintu, mendengar langkah kaki penjarah yang mendekat. Perasaan tak berdaya itu kembali menghantuinya sekarang. Namun, Athena bukan lagi anak kecil yang tidak bisa melawan. Ia telah belajar bertahan hidup.
Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Jika pria-pria tadi menemukan tempat ini, ia siap bertarung.
---
Pagi harinya, Athena keluar dari persembunyiannya. Matahari terbit membawa sedikit kehangatan, cukup untuk mendorongnya melanjutkan perjalanan. Namun, sebelum ia meninggalkan gedung itu, sesuatu menarik perhatiannya.
Di salah satu ruangan, ia menemukan peti besi yang terkunci. Dengan hati-hati, Athena mencoba membuka kunci itu dengan pisaunya. Setelah beberapa menit mencoba, kunci itu patah, dan peti terbuka.
Di dalamnya, ia menemukan sesuatu yang tidak ia duga: dokumen tua yang tampaknya berasal dari masa sebelum perang nuklir. Sebagian besar sudah hancur, tapi ada satu peta yang masih bisa terbaca. Di peta itu, ada tanda kecil di daerah pegunungan dengan tulisan yang hampir pudar: Relic.
“Puncak Relic,” bisiknya.
Peta itu menunjukkan jalur menuju tempat yang ia cari. Athena menyimpannya dengan hati-hati sebelum meninggalkan gedung itu.
---
Dalam perjalanannya, Athena menyadari bahwa ia tidak lagi sendirian. Seorang pria muda, berusia sekitar dua puluhan, mulai mengikutinya dari kejauhan. Athena berhenti dan menoleh.
“Kau sudah cukup lama mengikutiku,” katanya, memegang pisaunya dengan waspada. “Apa maumu?”
Pria itu mengangkat tangannya sebagai tanda damai. “Aku bukan ancaman. Aku hanya ingin bergabung.”
“Kenapa aku harus mempercayaimu?” Athena bertanya dengan nada tajam.
“Karena aku tahu jalan menuju Puncak Relic,” jawab pria itu sambil tersenyum tipis.
Athena menatapnya lama, mencoba menilai apakah pria ini jujur atau hanya mencari kesempatan. “Apa yang kau tahu tentang Puncak Relic?”
“Lebih dari yang kau kira,” jawabnya. “Namaku Elias. Aku sedang mencari seseorang yang memiliki medali seperti milikmu.”
Athena terkejut, tapi ia tidak menunjukkannya. “Bagaimana kau tahu tentang medali ini?”
“Aku tahu lebih banyak daripada yang kau pikirkan,” jawab Elias. “Tapi aku tidak akan bicara di sini. Tempat ini terlalu berbahaya.”
Athena tidak suka dipaksa untuk mempercayai orang asing, tapi jika pria ini tahu sesuatu tentang perjalanannya, mungkin ia bisa berguna.
“Baiklah,” katanya akhirnya. “Tapi jika kau mencoba berbuat macam-macam, aku tidak akan ragu membunuhmu.”
Elias hanya tersenyum. “Kau akan butuh bantuanku lebih dari yang kau kira.”
---
Bersama Elias, Athena melanjutkan perjalanan. Meski ia tidak sepenuhnya mempercayai pria itu, ia tahu bahwa informasi yang dimilikinya mungkin sangat berharga. Namun, Athena juga menyadari bahwa dunia ini penuh tipu daya, dan setiap langkah membawa mereka lebih dekat ke bahaya.
Di kejauhan, pegunungan menjulang tinggi, tampak seperti penjaga bisu dunia yang telah hancur. Puncak Relic mungkin adalah harapan terakhir manusia, atau mungkin hanya legenda yang tak pernah nyata.
Athena hanya tahu satu hal: ia akan terus maju, apa pun yang terjadi.