NovelToon NovelToon
Masihkah Ada Cinta?

Masihkah Ada Cinta?

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Cinta Murni / Romansa / Penyesalan Suami / Trauma masa lalu
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fahyana Dea

Karina kembali membina rumah tangga setelah empat tahun bercerai. Ia mendapatkan seorang suami yang benar-benar mencintai dan menyayanginya.

Namun, enam bulan setelah menikah dengan Nino, Karina belum juga disentuh oleh sang suami. Karina mulai bertanya-tanya, apa yang terjadi pada suaminya dan mulai mencari tahu.

Hingga suatu hari, ia mendapati penyebab yang sebenarnya tentang perceraiannya dengan sang mantan suami. Apakah Karina akan bertahan dengan Nino? Atau ia akan mengalami pahitnya perceraian untuk kedua kalinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fahyana Dea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak Ada Jawaban

Pagi ini hening, setelah dua hari kepulangan Nino, mereka seperti orang asing. Mereka seakan saling menarik diri. Karina tidak mempertanyakan keanehan yang ditunjukkan oleh Nino, karena ia juga hanya asyik dengan pikirannya sendiri, tentang bagaimana bertanya mengenai buku yang ia temukan di ruang baca tempo hari dan bagaimana cara membuat Nino mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada pria itu. 

Nino sendiri sedang merasa frustrasi dengan yang dialaminya sekarang. Ia merasa menjadi suami yang tidak bisa membahagiakan Karina. Sehingga ia membuat jarak di antara mereka.

Nino memerhatikan Karina yang hanya memainkan sendok tanpa menyantap makanannya. Ia merasa aneh dengan sikapnya akhir-akhir ini. Ia sering melihatnya melamun. 

"Karin." 

Karina tidak menjawab. 

"Karina!" 

Nino memanggil wanita itu dengan suara sedikit keras, sehingga membuat Karina tersentak. 

"Iya, Mas?" 

"Kamu kenapa?" 

Karina sedikit gelagapan. "Gak apa-apa kok, Mas." 

Setelah Karina menjawab, Nino tidak berbicara lagi. 

"Mas …." Ucapan Karina tertahan. "Emm." Karina ragu. 

Nino mengangkat wajah untuk menatap wanita itu dan menunggu Karina melanjutkan ucapannya. 

"Aku …." 

Karina ragu untuk menanyakan perihal buku itu. Ia takut jika ia menanyakan sesuatu yang tidak benar. 

"Kenapa?" Nino menunggu dengan sabar. 

"Aku minggu depan ada employee gathering di Anyer, dua hari." Karina akhirnya berbicara tentang rencana kantornya akhir pekan ini.

"Dua hari?" tanya Nino. 

Karina mengangguk. "Iya." 

Nino mulai tampak gelisah. "Bisa gak kalau kamu gak pergi?" 

Karina mengernyit. "Kenapa?" 

Nino menarik napas pelan. "Aku khawatir aja." 

Karina mendesah cukup keras seraya memalingkan wajah. "Mas, ini acara tahunan kantor. Selama tiga tahun ini, aku rutin ikut dan aku gak kenapa-kenapa sampai sekarang." 

"Ya, bisa aja sekarang—-"

"Ya, kamu jangan berharap aku kenapa-kenapa, dong." Karina memotong ucapan Nino. "Kamu ini kenapa sih, Mas? Aku berkali-kali bertanya begini tapi gak pernah dapat jawaban yang pasti." 

Nino diam. Ia hanya menarik napas dalam agar tidak ikut tersulut emosi. 

"Kenapa sekarang kamu mulai melarang-larang aku dengan alasan kamu khawatir? Aku memang istri kamu, Mas, tapi aku gak suka kalau kamu mengekang aku seperti ini." Karina mendorong kursi, lalu berdiri. "Sebenarnya aku gak mau berdebat sama kamu karena membahas masalah yang sama dari kemarin." Karina pergi meninggalkan Nino tanpa menyentuh makanannya sedikit pun.

Nino membuang napas kasar seraya menyandarkan punggungnya di kursi. Ia mengusap wajahnya yang tampak frustrasi. Semuanya jadi semakin tidak terkendali sekarang dan mulai mengganggu hubungannya dengan Karina. 

***

Nino tetap mengantar Karina sampai ke kantor walau sepanjang jalan mereka tidak berkata apa pun. Tidak ada celotehan dari istrinya pagi ini. Senyum di bibirnya juga hilang. 

Nino tidak akan mengajaknya bicara dulu. Itu hanya akan membuat mereka terus berdebat. Nino akan membiarkannya terlebih dahulu. 

Mobilnya berhenti di tempat biasa. Saat Nino akan bicara, Karina menyelempangkan tasnya dan keluar dari mobil tanpa sepatah kata pun. 

Nino hanya bisa membuang napas pelan beberapa kali. Baru sekarang, mereka bertengkar sampai seperti ini. 

Sikap dingin Karina membuat Nino tidak bisa fokus bekerja. Ia berkali-kali mengenyahkan pikirannya tentang pertengkaran mereka pagi tadi. Sebenarnya, Nino tidak menyangka reaksi Karina akan seperti itu. Ia juga tidak menyadari jika kekhawatirannya selama beberapa hari ini membuat Karina tidak nyaman. 

Karina juga mulai sering mempertanyakan tentang keadaan Nino yang semakin hari menunjukkan sikap tidak biasa. Nino benar-benar belum siap mengatakan segalanya dan ia takut untuk mengingat kejadian mengerikan itu, apalagi harus bicara tentang itu, ia tidak akan biasa.

***

Siang ini, Nino berada di kantin kantor. Beberapa karyawan wanita memerhatikannya yang tengah duduk sendiri di antara meja dan kursi yang diisi oleh beberapa orang karyawan di depan dan belakangnya. 

Desti yang melihat itu, merasa diberi kesempatan untuk menghampiri Nino dan duduk bersamanya. Sepertinya, wanita itu sedang beruntung hari ini. 

Desti berjalan ke arah Nino yang sedang merenung, makanannya sudah habis beberapa menit lalu. Ia hanya memandang ke satu titik dengan tatapan yang menerawang jauh. 

"Siang, Pak Nino."

Nino sedikit tersentak dan memaksakan seulas senyum pada wanita yang mengambil duduk di depannya. 

"Lagi stres sama pekerjaan ya, Pak? Kusut banget wajahnya hari ini," ujar Desti basa-basi.

Nino mengangkat sudut bibirnya samar. "Iya, pekerjaannya cukup berat hari ini." 

"Kalau lagi stres, gimana kalau pulang kerja nanti kita hang out. Ke karaoke atau ke mana gitu. Melepas penat itu sangat dibutuhkan buat budak korporat macam kita." Desti melancarkan aksinya untuk mengajak Nino pergi bersama. 

"Saya gak suka pergi ke tempat-tempat kayak gitu." Nino meneguk teh manis hangatnya hampir tandas. 

"Dicoba dulu, Pak." Desti menyentuh punggung tangan Nino. "Seru lho, kalau udah pergi sekali pasti ketagihan." 

Nino tersenyum seraya menarik tangannya. "Kita punya batasan untuk tidak saling bersentuhan, Bu Desti." 

Desti menjeling. Tidak mau menyerah, ia mengalihkan ke topik lain yang bisa memancing Nino bicara cukup banyak. "By the way, evaluasi operasi cabang kemarin gimana? Gak ada kendala, kan?" 

Nino mengangguk. "Semua lancar. Cuma ketersediaan stok aja yang harus mereka perhatikan." 

"Minggu depan ada promosi untuk produk tertentu. Tentunya kita berdua pasti kerja sama, kan?"

"Seharusnya begitu." Nino tampak ingin segera mengakhiri percakapan mereka dan pergi dari sana. Wanita itu memang selalu melakukan seribu satu cara untuk mencari momen berdua dengan Nino. Makan siang di kantin kantor kali ini adalah pilihan yang salah. 

"Kita bisa bicarain strateginya, dong?" Desti sedikit mencondongkan tubuhnya. "Di kafe mungkin."

Nino terkekeh pelan. "Kita bisa bicarakan itu di kantor sama tim kita masing-masing. Saya permisi dulu, Bu Desti. Mau telepon istri saya." Nino tersenyum, lalu beranjak meninggalkan Desti. 

Wanita itu terlihat kesal saat Nino mengatakan akan menelepon istrinya. Upayanya tidak pernah berhasil untuk menggoda pria itu. 

Nino kembali ke ruangannya setelah makan siang. Ia sedang mencoba menghubungi Karina, tetapi setelah panggilan ketiga, wanita itu tidak menjawab teleponnya. Nino membuang napas pelan, lalu menyimpan ponselnya. Apa Karina benar-benar marah padanya? 

***

Nino sudah menunggu di depan kantor Karina sejak dua puluh menit yang lalu. Istrinya sudah mengabari jika akan pulang jam delapan, Nino sudah keluar dari kantor jam tujuh malam. Ia lebih baik menunggu sebentar di sana. Jika telat, ia takut Karina lebih memilih untuk naik taksi online. 

Karina baru saja keluar dari kantor bersama Safira. Ia melihat mobil Nino sudah stand by di pelataran parkir gedung itu.

Safira menyikut lengan Karina. "Udah nungguin, tuh." 

Karina membuang napas pelan. "Gue duluan, ya." 

"Oke." 

Karina melangkah menuju mobil Nino setelah berpamitan pada Safira. Rasa kesalnya masih ada karena kejadian pagi tadi. Namun, ia tidak bisa menghindar dari Nino karena tinggal serumah. Mungkin ia hanya akan diam saja. 

Karina masuk, ia duduk di sebelah Nino tanpa berkata apa pun. Nino hanya menatapnya sejenak, lalu melajukan mobilnya.

Silent treatment mereka bertahan sampai dua hari lamanya. Sampai akhirnya Nino tidak tahan, Karina selalu menghindar jika pria itu berusaha untuk bicara. 

Nino menghampiri Karina yang sedang menonton TV, tetapi begitu melihat Nino, wanita itu beranjak dari duduknya dan hendak ke kamar. Namun, Nino menahan tangannya agar Karina tidak lagi menghindar.

"Mau sampai kapan kita begini?" 

Karina tidak menjawab. 

"Kita bisa bicarain masalah ini baik-baik, tapi kenapa kamu selalu menghindar? Kamu seperti ini bukan menyelesaikan masalah, tapi menambah masalah." 

"Aku gak suka aja kamu mulai melarang-larang aku. Terutama untuk kegiatan pekerjaan aku." 

"Aku cuma takut ka—-"

"Aku tahu kamu khawatir, tapi gak berlebihan kayak gini." Karina memotong ucapan Nino. Ia membuang napas frustrasi. "Kamu kenapa sih, Mas?" Untuk kesekian kalinya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.

Nino tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangan untuk menghindari tatapan Karina.

"Kamu pikir, aku diem-diem aja sama kejanggalan yang ada di diri kamu? Enggak, Mas. Tiap hari aku selalu bertanya-tanya, tapi aku gak pernah dapat jawabannya. Kamu mau selamanya menyembunyikan ini dari aku?" 

"Aku gak apa-apa, Karin. Aku baik-baik aja." Nino menjawab tanpa menatap Karina.

Karina memejam sejenak seraya menarik napas dalam. "Oke, kalau ini yang kamu mau. Jangan salahkan aku kalau sikap aku mulai berubah sama kamu." 

1
Haraa Boo
bantu suport-nya juga kak, di novelku "Istri Sewaan Tuan Muda" 🥰🙏
Umrida Dongoran
Mantap kk, Sukses somoga ya thor
Star Kesha
Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!
Fahyana Dea: Terima Kasih~~ /Heart//Heart/
total 1 replies
kuia 😍😍
Terinspirasi banget sama karaktermu, thor! 👍
dziyyo
Mengguncang perasaan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!