Aruni sudah sangat pasrah dengan hidupnya, berpikir dia tak akan memiliki masa depan lagi jadi terus bertahan di kehidupan yang menyakitkan.
"Dasar wanita bodoh, tidak berguna! mati saja kamu!" makian kejam itu bahkan keluar langsung dari mulut suami Aruni, diiringi oleh pukulan yang tak mampu Aruni hindari.
Padahal selama 20 tahun pernikahan mereka Arunilah sang tulang punggung keluarga. Tapi untuk apa bercerai? Aruni merasa dia sudah terlalu tua, usianya 45 tahun. Jadi daripada pergi lebih baik dia jalani saja hidup ini.
Sampai suatu ketika pertemuannya dengan seseorang dari masa lalu seperti menawarkan angin surga.
"Aku akan membantu mu untuk terlepas dari suamimu. Tapi setelah itu menikahlah denganku." Gionino.
"Maaf Gio, aku tidak bisa. Daripada menikah lagi, bukankah kematian lebih baik?" jawab Runi yang sudah begitu trauma.
"Kamu juga butuh seseorang untuk menguburkan mu Runi, ku pastikan kamu akan meninggal dalam keadaan yang baik."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LFTL Bab 17 - Cantik Sekali
Detik itu juga Hendra langsung mendatangi rumah Yanti, dia tahu betul pasti janda satu itu mengetahui dimana keberadaan anak dan mantan istrinya.
Bagi Hendra, Aruni tidak berhak sedikitpun atas anak mereka. Setelah berpisah harusnya Adrian ikut dengannya, bukan dengan Aruni.
"Yanti!" panggil Hendra dengan suara yang tinggi.
Yanti mendengar pula panggilan itu dengan jelas, dia takut tapi masih coba untuk berpikir dengan tenang. Yanti tetap mengunci pintu tak ingin menemui pria gila itu sendirian.
Yanti justru lebih dulu menghubungi para tetangganya, bahkan pak RT dia minta untuk datang pula.
"YANTI!!" panggil Hendra lagi, "Keluar kamu!" titahnya seolah tak ingin ditolak.
Namun bukannya Yanti yang keluar lebih dulu, justru para warga yang menghampirinya.
"Hendra, apa yang kamu lakukan? jangan membuat keributan di sini!" tegas seorang warga, pria paruh baya yang cukup dihormati di daerah tempat tinggal ini.
Merasa sudah banyak temannya, barulah Yanti keluar dari dalam rumah.
Hendra tak memperdulikan teguran yang dia dapatkan, tatapannya langsung lurus ke arah Yanti.
"Kemana Aruni membawa Adrian pergi? Hah! Katakan!" bentak Hendra.
"Aku tidak tahu, untuk apa pula aku mencampuri urusan Aruni!" balas Yanti tak kalah membentak. "Jangan membuat keributan di rumahku! Aku tak akan segan-segan melaporkan mu ke polisi!" ancam Yanti pula dan di dukung oleh para warga.
Melihat perlawanan Yanti akhirnya Hendra tak berkutik, meski wajahnya masih nampak kesal akhirnya dia pergi meninggalkan rumah Yanti.
Pulang dengan kekesalan yang makin menggunung di dalam hati.
Hendra langsung menuju dapur dan melihat ada apa di sana. Masih ada sedikit beras, 3 butie telur dan bumbu seadanya.
"Aruni," gumam Hendra, rasanya ingin sekali menarik wanita itu untuk kembali ke rumah ini.
*
*
Malam bergulir dan pagi yang cerah akhirnya menyapa. Pagi-pagi sekali Aruni sudah memasak untuk Adrian, sementara anak laki-lakinya itu bertugas membereskan rumah.
Hari ini akan jadi tombak sejarah baru bagi Aruni, dia tidak akan keliling lagi untuk menawarkan jasanya, tapi Aruni akan jadi seorang pembantu di sebuah rumah.
Pekerjaan tetap yang tentu sangat Aruni syukuri. Hari ini Aruni diminta untuk datang jam 8 pagi.
Jadi ibu dan anak itu keluar bersama-sama untuk pergi ke tujuannya masing-masing.
Adrian ke sekolah, dan Aruni ke rumah di komplek perumahan Golden. Yang Aruni tahu itu adalah komplek perumahan mewah.
"Bu, semangat untuk hari ini, aku selalu mendoakan yang terbaik untuk Ibu," ucap Adrian setelah mereka tiba di persimpangan. Dari tempat ini mereka akan berpisah.
Adrian selalu berusaha memperlakukan ibunya sebaik mungkin, segala hal yang tak pernah diberikan oleh ayahnya ingin dia ganti. Perlakukan lembut, juga pujian yang tulus seperti ini.
Aruni tersenyum lebar, senyum kebahagiaan dari hati. Membuat wajahnya terlihat semakin berseri, apalagi di bawah sinar matahari pagi yang hangat.
"Terima kasih sayang, ibu juga selalu mendoakan yang terbaik untukmu."
Mereka berpelukan sejenak, lalu berpisah. Adrian harus naik bus karena sekarang jarak sekolahnya jadi lebih jauh, sementara Aruni menggunakan ojek sebab bus ataupun angkot tak ada yang menuju jalur komplek perumahan mewah tersebut.
Sedangkan Aruni tidak ingin datang terlambat, sebab itulah ojek jadi solusinya.
Setelah menempuh perjalanan beberapa saat akhirnya Aruni tiba di tempat tujuan, dia tidak hanya datang dengan tangan kosong, tapi juga brosur yang dia dapatkan kemarin.
Dengan bibir yang masih setia tersenyum, Aruni menatap rumah mewah ini. Wajah yang selama ini nampak penat hari ini terlihat jauh lebih baik.
Tiap kali tersenyum kerutan di wajahnya memang semakin nampak jelas, namun tetap saja tak mampu menghilang paras cantik yang Aruni miliki.
"Permisi Pak, hari ini saya diminta untuk datang ke sini," ucap Aruni, bicara pada penjaga keamanan di sana.
"Maaf, ibu siapa ya?"
"Saya Aruni, kemarin saya mendapatkan brosur ini," jelas Aruni, dia menyerahkan brosur di tangannya pada penjaga keamanan.
"Oh, iya Bu. Silahkan masuk." Sang penjaga keamanan segera membuka gerbang.
Penjaga keamanan itu tidak tahu bahwa wanita paruh baya ini memiliki hubungan dengan tuan Gionino. Dia bertindak hanya sesuai perintah kepala pelayan, katanya pagi ini memang akan ada orang yang datang untuk jadi pelayan baru di rumah ini.
Gio sengaja tidak memberi tahu semua pekerjanya agar Aruni merasa nyaman, tak terlalu diperlakukan spesial oleh semua orang.
Kelak Aruni akan benar-benar bekerja sesuai tanggung jawabnya di sini.
Penjaga keamanan itu memberi instruksi pada Aruni untuk masuk melalui pintu samping, kelak disana akan ada seseorang yang menyambutnya.
Aruni mengangguk patuh. Dia masuk melalui pintu samping rumah mewah tersebut, bukan melalui pintu utama.
"Permisi," ucap Aruni setelah di membuka pintu.
"Aruni?" tebak seorang wanita yang usianya nampak lebih tua dibandingkan Aruni. Bajunya rapi sekali, bak pemilik rumah megah ini.
"Benar Nyonya, mama saya Aruni."
"Silahkan masuk dan jangan memanggilku Nyonya, aku bukanlah nyonya rumah ini," jawabnya dengan ramah. "Namaku bibi Jema, kepala pelayan di rumah ini. Kamu bisa memanggil ku bibi."
Bibi Jema adalah satu-satunya orang di rumah ini yang mengetahui betapa istimewanya Aruni.
"Baik Bi."
"Ayo duduk lebih dulu, aku akan menjelaskan beberapa hal padamu."
Mereka duduk di sebuah sofa, ruangan nyaman ini ada dibagian dapur. Biasa digunakan untuk para pelayan beristirahat atau hanya sekedar untuk meminum teh.
"Kamu akan bekerja mulai besok, bukan hari ini," jelas bibi Jema, dia kemudian menjelaskan apa tugas dan tanggung jawab Aruni, yaitu bekerja di bagian dapur, memasak untuk sarapan, makan siang dan makan malam. Tugas Aruni hanya itu saja, dia tidak diizinkan untuk membersihkan rumah, tidak diizinkan untuk naik ke lantai 2.
Tempat yang boleh Aruni datangi benar-benar hanya di dapur ini.
Aruni tak banyak bertanya, dia mematuhi semua peraturan tersebut. Justru bersyukur disaat Aruni boleh pulang lebih dulu jika semua pekerjaannya sudah selesai.
Jam 6 pagi masak untuk sarapan, jam 11 siang masak untuk makan siang, jam 6 sore masak untuk makan malam.
Tuan di rumah ini menyukai makanan yang masih hangat, karena itulah makanan harus disajikan segera setelah di masak. Kelak Aruni juga tidak hanya sendiri, dia akan bekerja sama dengan tiga orang lainnya.
Setelah semua dijelaskan secara rinci, Aruni langsung mendapatkan baju seragamnya saat bekerja di sini. Baju yang akan jadi identitasnya bahwa dia adalah seorang pelayan.
"Sebelumnya aku tidak tahu apa ukuranmu, tapi cobalah lebih dulu seragam ini," ucap bibi Jema.
Dia membawa Aruni menuju paviliun Aruni di rumah ini, kelak Aruni dibebaskan ingin menginap atau pulang. Paviliun adalan rumah-rumah kecil yang diperuntukkan oleh semua pelayan, letaknya ada di belakang rumah utama.
"Baik, Bi," jawab Aruni, dia mengganti bajunya dan menggunakan seragam tersebut.
Seragam berwarna biru tua yang ternyata begitu pas di tubuhnya. Aruni tersenyum, seragam ini jauh lebih bagus dibandingkan bajunya tadi.
"Rambutmu juga harus diikat sanggul, ini adalah kewajiban," jelas bibi Jema.
Aruni menurutinya, dia menyisir dan mengikat rambutnya rapi lalu di sanggul sesuai ketentuan. Segala kebutuhannya pun telah tersedia di dalam kamar tersebut.
"Oke bagus, cantik sekali," ucap bibi Jema. "Besok belajarlah untuk merias diri, bekerja di sini harus benar-benar tapi."
"Baik, Bi."
cerita ortunya d novel mana
do'akan saja pak mereka bisa bersatu dan bahagia.. entah lah org tua Gio masih ada atau ga ya??? sebab sekarang kan sdh 45 tahu.. waktu temen2nya masih baru2 nikah kek nya masih ada sih ya kak???
menjadi pembeda dari sekian banyaknya cerita yang ada
suka sekali dengan lika liku alur ceritanya
very nice to read 👍
wes pokoke Iki Jan kisah nyata jaman aku cilik, bedanya bapak sayang anak, gak bejat kek Bapake Adrian.
Lunoxs 💋💋💋💋💋
aku nek pas lagi jalan trus beli makanan selalu tak bungkus, sebab nek wes nyampe di rumah iso tak tambahin nasi lagi biar bisa wareg di makan bersama anak² 🤣🤣
Semangat ya Gio untuk mendapatkan hati Aruni lagi😊