NovelToon NovelToon
Jejak Cinta Dan Dosa

Jejak Cinta Dan Dosa

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Konflik etika / Selingkuh / Mengubah Takdir / Kaya Raya / Harem
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Hidup Kirana Tanaya berubah dalam semalam. Ayah angkatnya, Rangga, seorang politikus flamboyan, ditangkap KPK atas tuduhan penggelapan dana miliaran rupiah. Keluarga Tanaya yang dulu disegani kini jatuh ke jurang kehancuran. Bersama ibunya, Arini—seorang mantan sosialita dengan masa lalu kelam—Kirana harus menghadapi kerasnya hidup di pinggiran kota.

Namun, keterpurukan ekonomi keluarga membuka jalan bagi rencana gelap Arini. Demi mempertahankan sisa-sisa kemewahan, Arini tega menjadikan Kirana sebagai alat tukar untuk mendapatkan keuntungan dari pria-pria kaya. Kirana yang naif percaya ini adalah upaya ibunya untuk memperbaiki keadaan, hingga ia bertemu Adrian, pewaris muda yang menawarkan cinta tulus di tengah ambisi dan kebusukan dunia sekitarnya.

Sayangnya, masa lalu keluarga Kirana menyimpan rahasia yang lebih kelam dari dugaan. Ketika cinta, ambisi, dan dendam saling berbenturan, Kirana harus memutuskan: melarikan diri dari bayang-bayang keluarganya atau melawan demi membuktika

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Citra Diri Nomor Satu

Arzan melangkah ke dapur dengan santai, namun pikirannya sibuk menyusun pertanyaan yang tepat untuk Bi Lina. Ia tahu bahwa Bi Lina mungkin merasa tertekan di bawah kendali Haryo.

Sesampainya di dapur, ia melihat Bi Lina tengah mencuci piring di wastafel. Suara gemericik air mengisi keheningan ruangan itu.

“Bi Lina,” panggil Arzan dengan nada ringan.

Bi Lina menoleh, sedikit terkejut melihat Arzan muncul lagi. “Oh, Pak Arzan. Ada apa, Pak? Apa saya bisa membantu?”

Arzan bersandar di meja dapur, mencoba menciptakan suasana santai. “Tidak ada yang penting, Bi. Saya hanya penasaran. Tadi saya lihat Bi Lina keluar dari kamar yang dijaga dua bodyguard itu. Siapa yang ada di dalam? Kenapa penjagaannya begitu ketat?”

Wajah Bi Lina langsung tegang. “Ah, itu... tamu penting Pak Haryo, Pak. Saya tidak tahu apa-apa lebih dari itu.”

“Tamu penting?” Arzan tersenyum kecil, mencoba membaca ekspresi Bi Lina. “Tapi, Bi, tamu penting biasanya disambut di ruang tamu, bukan dikurung di kamar dengan penjagaan seperti itu. Ini aneh, ya?”

Bi Lina menunduk, canggung. “Pak Haryo punya urusan sendiri, Pak Arzan. Saya hanya menjalankan tugas.”

Arzan mengangguk pelan, tapi tidak mundur. “Baiklah, Bi Lina. Kalau memang tamu, kenapa harus diam di kamar terus? Apa dia sakit? Atau... ada masalah lain?”

Bi Lina tampak semakin gelisah. Ia mencoba mengalihkan pandangan, tetapi Arzan tidak menyerah.

“Bi, saya ini sepupunya Haryo. Saya hanya ingin memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi. Kalau ada yang perlu dibantu, saya bisa membantu. Jangan khawatir,” bujuk Arzan dengan nada menenangkan.

Bi Lina tampak ragu sejenak, tetapi kemudian, tanpa sadar, ia keceplosan. “Dia... dia bukan tamu biasa, Pak Arzan.”

Mata Arzan langsung menajam. “Oh? Maksud Bi Lina apa? Bukan tamu biasa?”

Bi Lina tampak panik menyadari ucapannya. “Maaf, Pak Arzan, saya tidak boleh bicara. Tolong jangan tanya lagi. Pak Haryo tidak akan suka kalau saya mengatakan sesuatu.”

Namun, Arzan tidak menyerah begitu saja. “Bi Lina, kalau memang ada yang tidak beres, lebih baik saya tahu sekarang. Saya bisa bicara dengan Haryo. Kalau ini sesuatu yang melanggar, saya yakin Haryo juga tidak ingin memperumit keadaan.”

Bi Lina terdiam, jelas sedang berjuang dengan pikirannya. “Saya benar-benar tidak bisa bicara, Pak. Tapi... saya harap Pak Arzan bisa membantu kalau memang perlu.”

Ucapan itu membuat Arzan semakin curiga. Siapa pun yang berada di kamar itu pasti seseorang yang tidak ingin Haryo ungkapkan. Dengan lembut, Arzan menepuk bahu Bi Lina.

“Baiklah, Bi. Saya tidak akan memaksa. Tapi kalau ada yang butuh bantuan, tolong beri tahu saya, ya,” ujarnya sambil tersenyum, lalu meninggalkan dapur.

Arzan berjalan menuju lorong yang mengarah ke kamar yang dijaga dua bodyguard dengan wajah tenang. Ia tahu bahwa jika ia ingin tahu siapa yang ada di dalam kamar, ia harus bertindak cerdas dan tidak terlalu mencurigakan.

Dari kejauhan, ia melihat kedua bodyguard berdiri tegak di depan pintu kamar. Mereka berbicara pelan, tampaknya santai tetapi tetap waspada. Arzan tersenyum tipis, menyusun rencana di kepalanya.

Mendekati mereka, Arzan menyapa dengan nada ramah, “Hei, kalian bekerja keras sekali. Pak Haryo selalu memilih orang terbaik, ya?”

Kedua bodyguard itu saling bertukar pandang, sedikit terkejut dengan pendekatan Arzan. Salah satu dari mereka menjawab dengan sopan, “Terima kasih, Pak Arzan. Memang sudah tugas kami.”

Arzan tertawa kecil, mencairkan suasana. “Saya tahu kalian punya pekerjaan penting. Tapi saya hanya penasaran, apakah tamu di dalam kamar itu baik-baik saja? Saya dengar sesuatu dari Bi Lina, katanya orang itu agak tidak sehat.”

Kedua bodyguard menjadi sedikit kaku. Salah satunya berkata, “Maaf, Pak. Kami tidak diizinkan memberi informasi apa pun.”

Arzan mengangguk mengerti, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah mereka. “Begini, saya sepupunya Pak Haryo, jadi kalian tahu saya di pihak yang sama, kan? Tapi... kalau tamu itu sakit atau butuh sesuatu, setidaknya beri tahu saya. Saya bisa membantu tanpa mengganggu tugas kalian.”

Kedua bodyguard tampak ragu. Arzan melihat kesempatan itu dan melanjutkan, “Kalau kalian mau, kalian bisa ambil istirahat sebentar. Aku bisa menjaga pintu ini untuk kalian. Lagi pula, siapa yang mencurigai sepupu Pak Haryo, kan?”

Salah satu bodyguard tertawa gugup. “Itu ide yang baik, Pak. Tapi kami punya instruksi langsung untuk tidak meninggalkan pos ini.”

Arzan berpura-pura berpikir, lalu mengubah pendekatan. “Baiklah, kalau begitu. Mungkin aku bisa masuk sebentar untuk memastikan tamu itu baik-baik saja. Ini hanya untuk memastikan tidak ada masalah. Kalau Haryo tahu aku peduli, dia pasti akan menghargai kalian juga.”

Kedua bodyguard itu tampak semakin bingung. Arzan mengeluarkan ponselnya dan berpura-pura akan menelepon. “Kalau kalian keberatan, aku bisa langsung telepon Haryo untuk memastikan.”

Kata “Haryo” membuat keduanya tegang. Salah satu dari mereka akhirnya berkata, “Baik, Pak Arzan. Tapi hanya sebentar, ya.”

Arzan tersenyum puas. “Tentu saja. Kalian bisa percaya padaku.”

Mereka membuka pintu dan membiarkan Arzan masuk. Begitu pintu tertutup di belakangnya, Arzan melihat sosok seorang perempuan yang duduk di sudut kamar. Wajahnya yang cantik tampak lelah dan matanya penuh ketakutan.

...****************...

Di sebuah ruangan luas yang dipenuhi tawa riang para wanita berpakaian mewah, Arini duduk di sudut, tersenyum penuh kemenangan. Tangannya yang berbalut perhiasan mahal dengan santai menggenggam tas mewah bermerek yang baru ia beli. Teman-temannya yang duduk di sekeliling mulai memperhatikannya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu.

“Arini, wah, tasnya bagus sekali! Beli di mana? Pasti mahal, ya,” tanya seorang wanita bernama Ratna, suaranya penuh rasa penasaran.

Arini tersenyum tipis, mencoba menyembunyikan kegugupannya. Ia tahu pertanyaan seperti ini akan muncul, tetapi ia sudah menyiapkan jawaban. “Ah, ini? Tidak semahal yang kalian pikirkan. Kebetulan ada diskon besar di butik favoritku. Jadi aku beli saja,” jawabnya dengan nada ringan.

Namun, teman-temannya tidak puas dengan jawaban itu. Seorang wanita lain, Nita, menyipitkan matanya. “Tapi, akhir-akhir ini kamu sering banget beli barang-barang mahal. Aku jadi penasaran, kamu kerja di mana sekarang? Atau... apa kamu sedang dekat dengan seseorang yang kaya?”

Pertanyaan itu membuat suasana hening sejenak. Arini merasakan pipinya memanas, tetapi ia tetap menjaga senyum di wajahnya. “Oh, tidak, tidak seperti itu. Aku sebenarnya baru mulai bisnis kecil-kecilan di bidang kuliner. Aku pakai uang tabungan lama untuk modalnya. Syukurlah, bisnisnya berkembang pesat.”

“Bisnis kuliner?” Ratna mengangkat alis. “Wah, keren sekali. Apa namanya? Siapa tahu aku bisa pesan sesuatu nanti.”

Arini terkekeh kecil, mencoba mengalihkan pembicaraan. “Ah, ini masih tahap awal, Ratna. Belum sebaik itu untuk dipromosikan. Tapi kalau sudah stabil, aku pasti kasih tahu kalian.”

Meski Arini menjawab dengan percaya diri, beberapa temannya tampak tidak yakin. Namun, mereka memilih untuk tidak menekan lebih jauh, berpura-pura percaya dengan cerita Arini.

“Tapi hebat juga, ya, Arini,” ujar Nita, nada suaranya setengah sinis. “Dari yang kita tahu dulu sempat kesulitan, eh sekarang bisa bangkit lagi. Aku salut, lho.”

Arini hanya tersenyum tipis, meski hatinya berdebar. Ia tahu kata-kata Nita mengandung sindiran, tetapi ia tidak peduli. Yang penting, ia berhasil menjaga citra dirinya tetap terlihat sempurna di hadapan teman-temannya.

1
Wega kwek kwek
semoga kirana itu darah daging mu Haryo biar kapok
Wega kwek kwek
ayo semangat kak author,,,,kita tunggu updatenya
Lucky One: makasih udah mampir
total 1 replies
Uti Enzo
kok yh like dikit ya
Lucky One: makasih ya, udah mampir
total 1 replies
Uti Enzo
Luar biasa
Uti Enzo
hadir thor
Yuniarti Yuniarti
lg 10persen
Ninik
semoga aja Kirana darah daging Haryo biar Haryo menyesal dan hancur
Ninik
ya Alloh ada ya seorang ibu yg tega menjual anaknya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!