Rivandra,, menjadi seorang penerus perusahaan besar membuatnya harus menjadi dingin pada setiap orang. tiba-tiba seorang Arsyilla mampu mengetuk hatinya. apakah Rivandra akan mampu mempertahankan sikap dinginnya atau Arsyilla bisa merubahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Widyastutik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
Sudah lima belas menit berlalu, Arsyilla sudah memisahkan berkas teman-temannya dan juga membuat kopi latte untuk mereka. Lalu meletakkan berkas dan kopi di meja masing-masing.
Kemudian membuat kopi americano untuk Rivandra. Sengaja memberikan satu sachet gula rendah kalori yang dibelinya kemarin. Agar tubuh Rivandra tetap fit. Arsyilla rela berangkat lebih pagi untuk bisa menyiapkan apa yang menjadi tugasnya.
Arsyilla meletakkan berkas-berkas beserta catatan kecil yang sudah di buatnya. Lalu, segelas kopi americano yang masih panas. Dan sebotol air mineral disamping kopi itu.
Pandangan Arsyilla beralih ke botol anggur yang dibawanya kemarin. Teringat dengan penjelasan Pak Zaen tentang kebiasaan mabuk Pak Rivandra.
"Apa ada yang ingin kamu tanyakan?"
Arsyilla berbalik kaget. Sudah ada Rivandra di belakangnya. Sangat dekat hingga suara Rivandra terasa langsung masuk ke telinganya.
"Tidak ada, Pak Rivandra."
"Kalau gitu, boleh aku bertanya?"
"Tidak boleh, Pak."
"Hah,,?" ujar Rivandra heran. "Memangnya kenapa?"
"Pertanyaan Pak Rivandra membahayakan." jawab Arsyilla asal.
"Membahayakan? Apa maksudnya?"
"Tidak apa-apa, Pak. Permisi." pamit Arsyilla cepat.
Rivandra menarik pergelangan tangan Arsyilla, "Kamu ingin aku menghukummu?"
Arsyilla menggeleng dengan cepat.
"Katakan apa maksudnya pertanyaanku membahayakan?"
"Karena pertanyaan Pak Rivandra selalu berakhir dengan marah-marah pada saya."
Rivandra tertawa dan duduk di atas mejanya masih dengan memegang pergelangan tangan Arsyilla.
"Aku juga heran, kenapa kamu selalu saja bisa membuatku marah-marah."
"Apa aku seceroboh itu, Pak?" tanya Arsyilla merasa bersalah.
"Iya! Apalagi kalau kamu sudah ngobrol dengan Shayna."
"Shayna? Memangnya kenapa?"
"Karena kamu gak pernah bisa tersenyum apalagi tertawa saat bersamaku." jawab Rivandra sambil mencubit pipi kanan Arsyilla. Dan kembali bersikap dingin.
Arsyilla melihat kemana arah pandangan Rivandra. Sudah ada teman-temannya yang berdatangan. Arsyilla sadar untuk segera pergi dari ruangan itu.
"Permisi, Pak."
****
"Syilla, Pak Rivandra menyuruhmu masuk ke ruangannya." panggil Kayla. Arsyilla menjawabnya dengan anggukan.
'Ada apa lagi?' pikir Arsyilla tegang.
"Permisi, Pak. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Arsyilla tegang.
"Duduklah."
Arsyilla duduk dengan ragu, karena tidak seperti dulu Rivandra masih mengacuhkannya. Tapi sekarang dia menghentikan pekerjaannya dan menatap tajam pada Arsyilla.
"Apa saja yang Zaen katakan padamu?"
"Pak Zaen? Kata Pak Zaen, akan menyerahkan sendiri berkas yang diberikan Pak Rivandra."
"Lalu?"
"Hanya titipan dari Katty." jawab Arsyilla sambil melihat isi botol itu masih utuh.
Rivandra berdehem sebentar, saat tahu kemana arah pandangan Arsyilla. "Lalu?"
"Hanya itu, Pak. Apa ada yang salah, Pak?"
"Bener hanya itu? Kamu yakin?"
Arsyilla mengangguk ragu. "Iya, Pak."
"Kenapa hari ini kopinya berbeda?"
"Ah,, iya. Pak Zaen bilang, Pak Rivandra lebih menyukai kopi americano daripada kopi latte."
"Karena itu menggantinya tanpa bertanya dulu padaku?"
Arsyilla terdiam dan menunduk. 'Hanya masalah kopi kan? Kenapa jadi setegang ini sih?!'
"Kalau Zaen menyuruhmu menaruh racun di kopiku, apa kamu akan langsung menurutinya?" tegas Rivandra.
"Tentu saja tidak, Pak!" seru Arsyilla heran.
"Sekarang saja kamu menuruti apa yang dikatakan Zaen tanpa bertanya apapun padaku!" protes Rivandra kesal.
"Bukan begitu, Pak. Saya pikir, kopi latte terlalu manis untuk kondisi gula Pak Rivandra."
Rivandra menggebrak meja hingga Arsyilla terlonjak kaget dan langsung terdiam.
"Kamu bilang dia tidak mengatakan apapun, tapi kenapa kamu sampai tahu tentang penyakitku?!"
"Bukan maksud saya seprti itu, Pak. Saya,,, "
"Keluarlah! Kamu sedari dulu memang selalu mendengarkan dan menuruti Zaen daripada aku. Pantas saja kamu sampai betah berada di sana hingga tiga jam."
"Saya... Saya..."
"Sudah keluarlah!"
Arsyilla berdiri dan keluar dari ruangan Rivandra tanpa menoleh lagi. 'Salah lagi! Ini hanya tentang kopi kan? Kenapa rasa-rasanya lebih ke marah pada Pak Zaen tapi aku yang kena getahnya.'
****
Arsyilla? Apa yang kamu lakukan di ruangan itu? Dan sejak kapan ada meja pantry di divisi ini?” tanya Pak Zaen sembari mendekat ke ruangan Arsyilla.
“Ah selamat siang, Pak Zaen!”
“Iya, selamat siang. Kenapa tidak menjawab pertanyaanku?”
“Sekarang ini menjadi ruanganku, Pak. Dan meja pantry ini sudah tiga bulan berada disini.”
“Serius? Kopi mereka juga kamu yang menyiapkan?”
“Iya dong, Pak. Biar makin semangat.”
“Baiklah. Buatkan satu untukku, aku tunggu di ruangan Rivandra.” kata Zaen sembari pergi.
“Siap, Pak Zaen!”
Sedetik dari kepergian Zaen, Arsyilla menepuk keningnya.
“Haduhhh, kenapa harus mengantarkan ke ruangan Pak Rivandra,” gumamnya pelan.
'Permasalahan kopi hari ini saja sudah membuat Pak Rivandra semarah itu padaku. Aku harap Pak Zaen tidak mengatakan apapun apalagi membahas tentang mentor favorit.' batin Arsyilla kalut.
Langkah Arsyilla menjadi berat saat Zaen malah melambaikan tangannya untuk menyuruh Arsyilla masuk. Apalagi saat Zaen malah dengan sengaja membuka pintu ruangan Rivandra untuknya.
“Terima kasih, Syilla. Ayo masuk, temani kami ngobrol.” Ajak Zaen sambil menarik lengan Arsyilla pelan.
“Tidak usah, Pak. Pekerjaan saya belum selesai.” sahut Arsyilla cepat.
“Ah sayang sekali. Kita bisa bernostalgia sebentar, mengingat saat kamu masih magang dulu. Seperti kemarin."
“Maaf, saya tidak bisa ikut bernostalgia, Pak,” gurau Arsyilla yang dijawab deraian tawa oleh Zaen. Arsyilla melirik sekilas ke arah Rivandra yang sibuk menulis sesuatu di mejanya. Tidak menoleh sama sekali.
“Permisi, Pak.”
“Terima kasih kopinya, Syilla.”
“Sama-sama, Pak.”
Arsyilla menutup ruangan Rivandra dengan pelan. Lalu kembali ke ruangan pemberkasan. Ada rasa takut Zaen akan menambah kemarahan Rivandra.
****
"Heemmm,,, kopi latte buatan Syilla lebih enak daripada yang aku beli di kantin." puji Zaen sambil duduk di depan Rivandra.
Rivandra menghela nafas panjang, lalu berdiri, sejenak melihat Arsyilla yang sedang bercanda dengan Shayna dan Kayla. Tawa Arsyilla seolah makin membuat emosi Rivandra semakin meluap. Dia menutup semua tirai ruangannya.
"Aku hanya mau mengembalikan berkas yang Syilla berikan kemarin, apa perlu kamu menutup semua tirai ruangan ini?" tanya Zaen sembari mendekat pada Rivandra.
Rivandra mengambil segelas kopi latte milik Zaen yang di buatkan Arsyilla dan membuangnya ke tempat sampah meskipun Zaen hanya meminunnya beberapa tegukkan tadi.
"Rivan, apa yang kamu lakukan?!" seru Zaen heran.
Tapi Rivandra langsung memukul wajah Zaen dengan keras. Hingga ujung bibirnya berdarah dan tersungkur.
"Jangan bicara lagi dengan Syilla!!" geram Rivandra setengah berbisik. Lalu merapikan bajunya yang sempat kusut.
Rivandra menatap Zaen yang malah tertawa sampai merebahkan tubuhnya di lantai. Rivandra menghela nafas sejenak, lalu kembali duduk di kursinya untuk menenangkan emosinya.
"Sampai kapan kamu akan tertawa disana?" tanya Rivandra setelah tenang dan mengecek berkas yang di berikan Zaen.
Zaen duduk di lantai dan menghapus darah di ujung bibirnya. Sesekali menghapus air matanya karena terlalu banyak tertawa.
"Akhirnya seorang Rivandra bisa jatuh cinta juga!!" sindir Zaen lalu kembali tertawa.
Rivandra terpaku, jatuh cinta? Arsyilla?
"Apa kamu mau aku memukul wajahmu lagi?"
Zaen berdiri didepan Rivandra, "Sudah sejak dulu aku menyuruhmu untuk sekedar bersenang-senang menuruti hatimu, Rivan."
"Duduk dan seriuslah, Zaen! Minggu depan kita akan meeeting dengan Power Company. Kita harus mempersiapkannya."
"Bukan aku yang harus bersiap-siap. Tapi kamu!! Bukan untuk perusahaan, tapi untuk hatimu!!" bentak Zaen kesal.
"Kamu sudah terlalu banyak bicara!"
"Oh iya? Pada Syilla? Apa kamu mau aku memutar cctv di ruanganku saat dia datang? Bagaimana dia bisa tertawa tanpa takut terintimidasi siapapun?"
"Stop, Zaen!!" seru Rivandra sambil berdiri.
Tapi Zaen hanya tertawa. "Bagaimana rasanya cemburu? Bagaimana rasanya menahan perasaanmu pada orang yang gak bisa kamu miliki? lalu, bagaimana kalau nanti Syilla juga menyukaimu? Apa kamu siap berperang dengan orang tuamu? Apa kamu siap menghadapi kemarahan Katty dan orang tuanya? Sanggup?!" bentak Zaen marah. Lebih marah karena Rivandra tidak bisa tegas pada dirinya sendiri. Meluangkan waktu hanya sekedar me time.
"Sakit. Sangat sakit." keluh Rivandra sembari duduk dan memijat pelipisnya.
Karena sejak kedatangan Katty, membuatnya menyadari perasaan suka pada Arsyilla berubah menjadi cinta begitu saja. Marah setiap kali mendengar Syilla hanya bisa tertawa pada orang lain apalagi itu Zaen. Rasa posesif yang hanya ingin Arsyilla bercanda dan menunggunya bekerja di ruangannya.
"Karena itu kamu mengacuhkan kesehatanmu?" tanya Zaen prihatin.
Rivandra hanya diam sambil kembali mengecek berkas yang di bawa Zaen. Sedangkan Zaen hanya bisa menghela nafas melihat sikap acuh Rivandra.