Chan Khotthot naa ... dilarang boom like.
Kenzie, seorang wanita berusia 27 tahun, sering mendapat olokan perawan tua. 'Jika aku tidak dapat menemukan lelaki kaya, maka aku akan menjadi jomblo hingga mendapatkan kriteriaku' Itulah yang dikatakannya. Namun, ibunya tidak tahan ketika para tetangga menghina anaknya yang tidak laku. Akhirnya memutuskan untuk membuat perjodohan dengan sahabat lamanya! Akankah Kenzie bersedia ataukah menolak perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShiZi_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah penyesalan (16)
Hati Kenzie terlalu lemah karena merasa tidak terima dengan apa yang dilihatnya itu. Lari sejauh mungkin membiarkan kakinya membawanya entah ke mana. Yang jelas, kini Kenzie tak memiliki tujuan.
"Kenapa hatiku sakit sekali, bahkan sekarang aku jauh lebih membencinya." Suara lirih diiringi isak tangisnya yang semakin pecah.
"Pada kenyataannya, akulah penjahatnya sendiri dan sekarang berpura-pura menjadi korban."
Merem4s kedua lututnya dengan kuat-kuat. Mencoba tertawa akan kemenangannya karena akhirnya Ardi menyerah dengan dirinya. Namun, bukan itu yang dirasakan olehnya sekarang. Melainkan rasa sakit dan beribu-ribu tusukan jarum hingga menimbulkan luka tak terlihat.
"Baiklah, sepertinya setelah ini aku akan baik-baik saja." Kenzie mengusap air matanya dan kembali berjalan. Berada di dalam kamar menurutnya jauh lebih baik untuk sekarang.
Di persimpangan jalan, ketika Deva henda belok. Ia merasa jika sosok wanita di depannya adalah Kenzie. "Apa aku salah lihat? Sepertinya tidak!" gumam Deva.
Memastikan jika wanita itu bukanlah Kenzie. Lantas, Deva pun keluar guna memastikan penglihatannya. "Benar, itu adalah Kenzie, lalu ke mana motornya? Kenapa berjalan sendiri." Keluar dari mobil dan mencoba menguntit, tetapi yang ada di pikiran Deva adalah ... berjalan sendiri dan tidak tahu kendaraannya ada di mana.
"Kenzie ...!"
Pemilik suara itu pun menoleh karena merasa namanya dipanggil.
"Ternyata benar, itu adalah kamu." Kata Deva dengan menyunggingkan senyuman.
"Kamu ... apa yang kamu lakukan? Jangan bilang dengan sengaja menguntitku," ucap Kenzie.
"Bukan masalah besar, bukan. Aku harus memperingatkan untuk tidak menyulitkan saudaraku!" ancam Deva.
"Kamu mengancamku?" ujar Kenzie.
"Ardi sudah terlalu banyak dengan kehidupannya yang sulit. Jika kamu memang tidak menginginkannya. Maka tinggalkan dia!"
Kenzie menghela napas, matanya pun masih berkaca-kaca. Namun, ia juga masih bisa tersenyum, tepatnya dia melakukannya dengan terpaksa.
"Kamu tenang saja, dia sudah mengajukan gugatan cerai padaku. Jadi, jangan membuatku merasa bersalah akan semua ini." Jawab Kenzie.
Deva pun tak mengindahkan kalimat yang dilontarkan oleh Kenzie, karena ia fokus dengan wajah serta matanya yang sembab. "Apa dia habis menangis," batin Deva.
"Jika tidak ada yang dikatakan lebih, pergilah dan jangan menghalangi pandanganku." Ucapan Kenzie membuat Deva seketika pergi.
Deva sudah kembali ke dalam mobil. Kini hanya ada Kenzie dan kekalahannya karena kebenciannya, keegoisannya yang terlalu dijunjung tinggi, hingga terjatuh di tempat curam.
Sedangkan di tempat lain.
"Ar, kamu mau ke mana? Kita baru saja bertemu dan sekarang kamu meninggalkanku begitu saja!" Suara wanita yang kini berusaha mengikuti langkah Ardi, terlebih perempuan cantik itu sedikit kesulitan untuk mengimbangi langkah Ardi juga.
"Ar, tunggu!" pekik wanita yang bernama Salma.
Ardi pun langsung berhenti. Lalu berbalik tepat di depan Salma karena ia juga tidak meminta wanita itu mengikutinya. "Pergilah dan jangan ikuti aku, terlebih langit mulai gelap, hujan juga akan segera turun."
Ardi pun melanjutkan mencari Kenzie, ia hanya penasaran kenapa secara tiba-tiba melarikan diri dan juga, kedatangannya ke bengkel membuatnya sedikit penasaran.
Bunyi dering dari ponsel milik Ardi bunyi, mau tak mau ia pun berhenti untuk melihat siapa yang menghubunginya. "Deva, kenapa tiba-tiba menghubungiku." Itulah dipikirkan oleh Ardi.
Setelah mengangkat.
("Apa! Apa kamu serius,") ujar Deva dan suara Ardi sendiri sedikit membuatnya merasa aneh.
("Ar, memangnya ada apa? Kenapa suaramu terlihat panik?") Suara pertanyaan dari Ardi menjadikan sesuatu menjadi janggal.
("Salma pulang, dia juga tiba-tiba melarikan diri ketika aku dan Salma berpelukan.")
Mendengar jawaban dari Ardi, sedikit membuat Deva bahagia.
("Dia menangis seperti anak TK, entah sedang menangisi apa aku juga tidak tahu.") Setelah mengatakan Deva pun memutuskan panggilannya.
Ucapan demi ucapan yang di dengar oleh Ardi, membuat lelaki itu pun tak lagi memikirkan apa lun dan langsung berlari agar dapat menemukan Kenzie, karena khawatir. Meski setiap hari, setiap detik, bahkan setiap waktu hatinya disakiti. Kenzie—tetaplah istrinya.
Entah sudah berapa lama Ardi mencarinya dan akhirnya ia pun menemukannya. Meski hujan sudah turun membasahi bumi, setidaknya Kenzie kini berada di depan matanya.
"Akhirnya aku menemukanmu," gumam Ardi.
Melihat Kenzie dengan posisi berjongkok, lalu menenggelamkan kepalanya di antara lututnya. Lantas Ardi pun berjalan mendekati wanita tersebut. Mengulurkan tangannya siapa tahu dengan begitu sosok di bawahnya mau berdiri.
"Aku melihat jika Kenzie berada diposisi yang sama selama 30 menit." Itulah yang dikatakan Deva sewaktu hingga membuat Ardi khawatir dan berusaha mencari tanpa mempedulikan Salma.
"Hujan begitu deras, sampai kapan kamu akan seperti ini."
Mendengar suara yang tak asing, membuat Kenzie mendongakkan kepalanya.
"Ayo pulang!" ajak Ardi lagi.
Tidak menjawab, tetapi sorot matanya tak berhenti menatap wajah lelaki itu. Hingga butiran bening jatuh bersamaan dengan air hujan.
"Aku tahu jika kamu menangis, ceritakan padaku jika ada sesuatu yang membuatmu sedih. Tenang saja, setelah sampai rumah kamu bisa menandatangani surat dari pengadilan!"
Kenzie semakin menjadi, ucapan Ardi membuatnya hancur untuk kesekian kalinya.
"Bodoh, dasar bodoh. Harusnya aku senang akhirnya bisa bebas dan dapat memilih kehidupan layak, tapi apa ini, apa! Rasanya begitu sakit." Dalam diamnya, air mata terus berjatuhan, dan dan kalimat tersebut hanya bisa ditahan di hatinya.
Melihat Kenzie yang tak kunjung berdiri. Ardi pun memutuskan untuk berjongkok agar sejajar dengannya, mengusap air matanya dengan lembut. "Sekarang kita pulang, kamu akan sakit jika terus begini!" ajak kembali Ardi.
"Bisakah kamu memberiku punggungmu," balas Kenzie dengan suara serak.
"Jika mau aku akan memberikannya." Jawab Ardi dengan lembut.
Senyum dan tangis menjadi satu. Tidak mengira jika lelaki yang dibencinya selama ini tetap bersikap baik.
Di derasnya hujan ini, Ardi pun membawa Kenzie berada di punggungnya. Semakin lelaki itu bersikap baik, semakin membuat Kenzie berada di ujung penyesalan. "Maaf." Satu kata terucap dari bibir Kenzie.
"Tak ada yang perlu dimaafkan. Bagiku, mungkin jika itu aku. Maka yang kulakukan sama sepertimu," balas Ardi.
"Sekali lagi maaf." Lagi ... Kenzie hanya bisa mengulang kalimat yang sama.
Dari ujung sana, terlihat mobil berwarna hitam dikendarai oleh Deva. Lantas, Ardi pun segera membawa Kenzie untuk menghampiri.
"Ar, apa ada masalah?" tanya Deva.
"Tidak, di mana Salma?" tanya balik Ardi.
"Ada di bengkel. Dia sangat mengkhawatirkanmu," ujar Deva dan hal itu membuat Kenzie semakin terluka karena Ardi terus menanyakan soal wanita tersebut.
Entah apa hubungan antar keduanya, semakin dipikirkan semakin membuat hati Kenzie hancur berkeping-keping dan kini. Hanya ada sebuah penyesalan yang tersisa di hidup Kenzie. Bahwa kebencian tumbuh dalam hatinya semakin membuatnya menjadi egois.
"Apa kamu membawa handuk?" tanya Ardi.
"Ehm ... pakailah, karena aku tahu jika kamu membutuhkan barang itu." Jawab Deva.
semangatt..
jgn lamalama Up nyaa...