"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Konfrontasi dengan Xiao Lui
Zhi Hao melangkah keluar dari pusaran spasial, matanya tertuju pada Pohon tempat ia masuk sebelumnya. Sebuah rasa familiaritas melingkupinya, namun pemandangan yang disaksikannya membuatnya sedikit mengernyit.
"Ini adalah Pohon dimana aku masuk sebelumnya," gumamnya, matanya tertuju pada bekas darah dan tulang dua orang yang tergeletak di tanah. "Apakah mereka dua orang yang hendak membunuhku sebelumnya? Tapi itu tidak mungkin, bukankah waktu sudah berlalu satu setengah tahun?"
Bingung, Zhi Hao mengabaikan pertanyaan yang menggerogoti pikirannya. Ia lebih tertarik pada perubahan yang terjadi pada dirinya. "Entah bagaimana keadaan Klan Zhi sekarang. Apakah ayah akan terkejut saat melihat aku bisa memiliki kekuatan Ranah Bumi tahap ketiga sekarang?" Senyum merekah di wajahnya, membayangkan bagaimana ia akan menceritakan semua pengalamannya.
"Kota Linggau tampak tidak berubah sedikitpun," gumamnya lagi, melangkah terus ke arah pusat kota.
Mata Zhi Hao bertemu dengan Xiao Lui, yang juga sedang berjalan di jalanan. Xiao Lui tersenyum, namun senyuman itu terasa sinis di mata Zhi Hao.
"Oh si sampah kota Linggau akhirnya kembali setelah dua hari menghilang. Aku pikir ia akan mati di hutan!" Ucapan Xiao Lui nyaring, terdengar kasar dan penuh ejekan.
Orang-orang yang berlalu lalang di jalanan Kota Linggau segera berhenti, menunjuk-nunjuk ke arah Zhi Hao.
"Sampah Klan Zhi yang sangat tidak berguna!" Bisik mereka, penuh dengan penghinaan.
Meski Zhi Hao sedikit bingung mengapa Xiao Lui mengatakan bahwa dia hilang dua hari, ia harus mengatakan sesuatu dulu, "Bukankah kamu hanya budak Klan Xiao yang mengaku memiliki darah Klan itu? Apakah orang-orang ini tidak tahu kisahmu sewaktu kecil?" Zhi Hao membalas dengan tenang, namun kata-katanya tajam seperti pisau. Ia tersenyum, merasa puas setelah meluapkan kekesalan yang terpendam.
"Kamu..." Xiao Lui tersentak, tak menduga akan mendapatkan ucapan seperti itu dari Zhi Hao. Ia merasa terhina, namun ia tidak bisa membantah. Namun ia merasa cukup aneh, mengapa Zhi Hao berani mengucapkan kalimat itu, apakah tidak takut di hajar?
Angin berdesir melalui hutan bambu, menggerus dedaunan seperti bisikan rahasia. Di bawah kanopi langit, dua sosok berdiri terkunci dalam konfrontasi hening. Xiao Lui, wajahnya mengerut karena amarah, menatap tajam Zhi Hao.
Dua hari yang lalu, Zhi Hao hanyalah seorang anak laki-laki yang penakut. Sekarang, dia berdiri tegak, matanya berbinar dengan arogansi yang membuat Xiao Lui merinding.
"Entah kamu kerasukan apa hingga berani berkata seperti itu padaku," Xiao Lui meludah, suaranya dipenuhi racun. "Sepertinya pelajaran sebelumnya tidak cukup buatmu. Baik, aku akan memanggil Kak Xiao Bai, biarkan dia memberi kamu pelajaran lagi."
Zhi Hao hanya menyeringai, sebuah lirikan kejam di bibirnya. "Anjing tetaplah anjing, ia akan menggonggong, kemudian mengeluh pada Tuannya."
Kata-kata itu, menetes dengan penghinaan, menusuk Xiao Lui seperti panah beracun. Dia tidak pernah membayangkan Zhi Hao akan berani berbicara kepadanya dengan rasa hormat yang begitu rendah.
Perubahan pada Zhi Hao sangat terasa, tidak hanya dalam penampilan fisiknya – tubuhnya yang dulunya ramping sekarang diukir dengan otot, wajahnya mengeras dengan intensitas yang hampir predator – tetapi juga dalam esensi dirinya.
Gelombang kemarahan membanjiri Xiao Lui, mengancam untuk melahapnya. Dia mengangkat tangannya, gagang pedangnya berkilauan di bawah sinar matahari yang tembus. Tetapi sebelum dia bisa menyerang, Zhi Hao berbalik dan mulai berjalan pergi.
"Ke mana kau pergi?" Xiao Lui mengaum, suaranya bergema melalui hutan.
"Pulang," jawab Zhi Hao tanpa berbalik. "Aku tidak punya waktu untuk permainan anak-anak."
Kemarahan Xiao Lui meledak. Dia menerjang ke depan, pedangnya melintas dalam busur yang mematikan. Dia harus menguji Zhi Hao, untuk melihat apakah perubahan anak laki-laki itu nyata atau hanya pura-pura.
Zhi Hao bahkan tidak berkedut saat serangan Xiao Lui datang. Dia hanya mengangkat tangannya, jari-jarinya terentang, dan dengan gerakan cepat pergelangan tangannya, menangkis bilah itu. Kekuatan pukulan itu membuat Xiao Lui terhuyung ke belakang, matanya melebar karena tak percaya.
"Kau sudah bisa menyerap energi?" dia terengah-engah, suaranya dipenuhi campuran kekaguman dan ketakutan.
Zhi Hao terkekeh, suara rendah dan mengancam. "Kau terlalu lamban, Xiao Lui. Kau masih terjebak dalam masa lalu, sementara aku telah melangkah maju."
Kata-kata itu seperti tamparan di wajah. Xiao Lui telah begitu fokus menghukum Zhi Hao atas kebenciannya sehingga melupakan dirinya untuk Berkultivasi. Zhi Hao telah melampauinya, meninggalkannya di belakang dalam debu.
Sadar itu memukul Xiao Lui seperti pukulan fisik.
Xiao Lui, dengan tatapan liar dan tangan menggenggam pedang, menerjang Zhi Hao. "Keparat, bajingan, jangan bergerak, biarkan aku mencincangmu!" teriaknya, suaranya bergetar dengan amarah.
Zhi Hao, dengan tenang, mengangkat kakinya. Sebuah gerakan sederhana, namun memancarkan kekuatan tersembunyi yang tak terduga.
Swoosh!
Angin berdesir, membawa serta aura dingin yang menusuk tulang.
Bam!
Tubuh Xiao Lui terpelanting, melayang di udara selama beberapa detik sebelum menghantam tumpukan dagangan pedagang.
Kach!
Darah menyembur dari mulutnya.
Xiao Lui memegangi dadanya yang terasa remuk. Rasanya seperti baru saja ditimpa batu besar seukuran rumah.
"Sialan, dia begitu kuat. Aku harus pergi, segera mengabari Kak Bai," gumamnya, menarik kakinya dan sekuat tenaga berlari.
"Aku tidak akan mengejarmu, karena kamu pasti akan datang juga," ujar Zhi Hao, suaranya tenang dan penuh keyakinan.
Xiao Lui terengah-engah, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia terhuyung-huyung, berusaha mencari tempat untuk bersembunyi. "Kak Bai, tolong," gumamnya, matanya terpejam.
Melihat dia tidak dikejar oleh Zhi Hao, Xiao Lui pun merasa lega dan dia menarik nafas, mengusap sisa darah di mulutnya.
Ia berjalan masih sambil memegangi dadanya menuju sebuah Penginapan. Ia tahu disana Xiao Bai bermalam.
"Kak Bai! Tolong aku." Xiao Lui mengetuk pintu kamar tersebut.
Xiao Bai yang sudah menyelesaikan pergumulannya dengan dua wanita. "Siapa sih, untung saja aku sudah selesai, kalau tidak bisa kubunuh orang yang mengganggu itu," gumamnya kesal. "Bukakan pintunya untukku." Ia memberikan perintah pada wanita di sampingnya.
Salah satu wanita mengupas apel, sedang satunya berdiri untuk melihat siapa yang mengganggu waktu mereka.
Saat pintu terbuka, Xiao Lui langsung melompat masuk dan duduk di lantai. "Kak Bai Bantu aku, balaskan dendamku.”
tampar aja.
klo ada kesempatan bunuh sekalian, dri pd jdi duri dalam talam. wkwkwk