Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3: Terhalang oleh Reruntuhan
Suara tembakan dan dentuman ledakan masih menggema di sekitar mereka, ketika Akira dan Alyss dengan cepat berlari menuju titik pertemuan yang sudah ditentukan. "Alya, apa kau sudah melihat jalur pelarian?" Akira berbicara cepat melalui earpiece, napasnya berat setelah serangkaian pertempuran tadi.
Alya sudah berada di atap, mengintai jalan keluar dari gedung yang mulai runtuh. “Ada satu jalur keluar di sisi utara, tapi ada banyak puing-puing di sana. Kita harus hati-hati. Aku akan turun dan bertemu kalian.”
"Baik, kita menuju ke sana sekarang," jawab Akira. Dia melirik ke arah Alyss yang tampak sedikit kelelahan tapi masih berusaha mempertahankan kecepatan. "Alyss, jangan tertinggal."
“Aku baik-baik saja,” jawab Alyss dengan senyum kecil yang menunjukkan ketangguhannya. Meski dilindungi, dia ingin menunjukkan bahwa dia bisa mengatasi situasi ini.
Tak lama kemudian, mereka bertemu dengan Alya di titik pelarian. Alya sudah menunggu dengan sniper-nya tersandang di punggung, wajahnya tetap tenang meski situasinya semakin kritis. "Jalur ini bisa membawa kita keluar dari gedung, tapi kita harus cepat. Struktur gedung ini mulai tidak stabil," jelasnya singkat.
“Di mana Asahi?” tanya Alyss dengan nada khawatir.
Akira melirik ke belakang. “Dia ada di belakang tadi, seharusnya dia segera menyusul. Tapi…” Sebelum Akira bisa menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara keras dari arah tempat Asahi bertarung.
Bangunan yang sudah rapuh itu runtuh, menutup akses antara mereka dan Asahi. Reruntuhan yang besar dan debu tebal menghalangi pandangan, menyisakan keheningan singkat yang menegangkan.
"ASAHI!" Alyss berteriak, mencoba mendekati reruntuhan, namun Akira dengan cepat menariknya kembali.
"Jangan mendekat! Itu terlalu berbahaya!" Akira memperingatkan sambil melihat ke arah reruntuhan dengan ekspresi serius.
Alya mengarahkan pandangannya ke reruntuhan, mencoba mencari tanda-tanda kehidupan dari Asahi. "Kita harus mencari cara lain untuk menembus reruntuhan ini, atau kita akan kehilangan dia," ucapnya tegas.
"Dia tidak akan kalah hanya karena reruntuhan," gumam Akira dengan nada percaya diri, meskipun ada sedikit kekhawatiran di matanya. "Asahi itu kuat. Tapi kita tidak bisa bertahan di sini terlalu lama. Gedung ini bisa runtuh kapan saja."
Alyss menggigit bibirnya, jelas cemas. "Kita harus menolongnya. Tidak mungkin kita meninggalkan dia di sini!"
Alya menempatkan tangan di bahu Alyss, memberikan sentuhan yang menenangkan. "Aku tahu kamu khawatir, tapi kita harus berpikir rasional. Kita tidak bisa membantu Asahi jika kita terjebak di sini."
Akira menoleh ke kedua gadis itu. "Kita harus cepat mengambil keputusan. Kalau kita tetap di sini terlalu lama, kita semua bisa terjebak."
Ketika mereka masih dalam kebingungan untuk memutuskan langkah berikutnya, terdengar suara dari reruntuhan. Suara berat, tapi penuh keberanian.
"Hahahaha! Kalian pikir aku sudah selesai?!"
Asahi, dengan gaya barbar khasnya, mulai muncul dari balik reruntuhan. Meski terhalang oleh puing-puing besar, dia tampak tidak terluka. Wajahnya tertutup debu dan darah, tapi semangatnya tak tergoyahkan.
“Aku hanya sedikit tertimpa bebatuan, tapi ini tidak akan menghentikanku. Kalian terlalu cepat khawatir!” serunya, tertawa keras seolah pertempuran ini hanya permainan baginya.
Alyss menghela napas lega, meski hatinya masih berdegup kencang. "Asahi, kau membuat kami khawatir!"
"Aku baik-baik saja," jawab Asahi, mencoba mengangkat beberapa puing yang menghalangi jalannya. Tapi jelas bahwa puing-puing itu terlalu besar untuk dipindahkan dengan mudah.
Akira mengamati situasi dengan cermat. "Kita tidak bisa membiarkan dia keluar sendirian. Tapi jalur ini sudah tertutup."
Alya mengangguk. "Kita harus menemukan jalan lain atau berusaha membuka celah ini, tapi kita harus melakukannya dengan cepat."
"Jangan khawatirkan aku!" teriak Asahi sambil memukul puing-puing di depannya dengan kekuatan besar, meski hasilnya masih belum terlihat jelas. "Kalian pergi dulu, aku akan menyusul."
"Tidak mungkin kami meninggalkanmu!" Alyss membalas dengan tegas, jelas tidak ingin kehilangan rekannya.
Namun Akira tetap tenang. "Alyss, Alya benar. Kita harus tetap rasional. Jika kita mencoba membuka puing-puing ini tanpa rencana, kita semua bisa terjebak."
Asahi, dengan suara lantang, menambahkan, “Percaya padaku. Aku akan keluar. Kalian keluar dulu, aku akan menemukan jalan lain dan bertemu kalian di luar.”
Akira menatapnya sejenak, memahami situasi. Meskipun khawatir, dia tahu Asahi mampu bertahan. "Baik. Tapi kita akan menunggu di luar. Jangan membuat kami menunggu terlalu lama."
Dengan berat hati, Alyss mengangguk, menerima keputusan itu. "Baik. Tapi kau harus segera menyusul."
Asahi tertawa lagi. "Kalian pikir aku akan tertinggal? Cepat keluar dari sini sebelum bangunan ini benar-benar runtuh."
Dengan keputusan diambil, Akira, Alya, dan Alyss bergerak menuju jalur pelarian. Mereka berlari melalui lorong sempit yang masih bisa dilewati, meninggalkan Asahi yang berjuang di balik reruntuhan. Meski cemas, mereka tahu tidak ada pilihan lain.