Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
“Kenapa?” tanya Shima dan berpikir bisa memprovokasi Deril yang terus menatapnya.
Shima masih kesal dengan tingkah mantan suami yang masih seenaknya sendiri. Menganggap rumahnya seperti rumah pribadi.
Untung saja Shima sudah membersihkan dapur dan banyak bahan makanan di kulkas. Dia mulai rajin masak sendiri sejak di vonis kanker. Kalau dapurnya tidak bersih, maka dia akan malu sekali. Deril orang yang suka kebersihan.
Deril masih diam.
“Aku baru sadar kamu sangat cocok sama dia! Seharusnya aku gak hadir di antara kalian, aku baru tahu sekarang foto-foto teman sekolah kamu di album keluargamu, ternyata salah satunya bernama Karina, iya, kan?”
Shima berkata sambil terus menyendok sup ke mulutnya.
Deril melihat ke mangkuk Shima yang hampir habis sekilas, lalu menghela napas berat.
“Jangan bicara soal orang lain!” kata Deril, “Sekarang kamu gak perlu melihatnya lagi!”
Shima mengangguk, apa yang dikatakan Deril benar, dia tidak akan melihat album keluarga itu lagi. Dia menyembunyikan senyum, sambil menghabiskan sup.
Toh, sebentar lagi dia akan mati.
Tiba-tiba terdengar suara panggilan dari smartphone milik Deril. Itu nada dering khusus untuk panggilan Karina.
Shima tahu, arti dari panggilan itu adalah, tanda bahwa Karina membutuhkan dan Deril harus segera memenuhi panggilannya.
Shima merasa keputusannya untuk berpisah dengan Deril adalah hal yang benar. Dia tidak bisa selamanya berada dalam hubungan yang seperti racun.
Tidak ada istri yang rela, bila suaminya sedang bersamanya, tapi harus pergi karena panggilan wanita lainnya.
Baru saja Deril membuatnya senang, tapi detik itu juga dia langsung dihempaskan.
Deril menerima panggilan dan mendengar suara di telepon sebentar, wajahnya datar, rahangnya mengeras dan terlihat sangat tidak nyaman.
“Ya, aku ke sana sekarang!” katanya, lalu menoleh pada Shima.
Dia kembali berkata, “Jangan ke mana-mana lagi dan kamu harus tidur! Kamu sudah puas jalan-jalan dan ketemu laki-laki lain hari ini!”
“Siapa maksudmu? Aku cuma ketemu teman dan belanja gak lebih dari itu!”
“Jangan ketemu dia lagi!”
"Dia siapa? Aku gak sedang dekat sama laki-laki mana pun!"
"Kalau gak dekat sama laki-laki lain, lalu siapa dokter itu?"
Shima tercengang sekaligus kesal, Deril tidak berhak mengaturnya sedemikian rupa. Kalau tahu dia bertemu dengan Regan, itu artinya Deril menguntit dengan mengirim mata-mata di sekitarnya.
Menyebalkan!
Deril kembali melihat layar ponselnya saat menerima pesan dan dia membaca dengan kening yang berkerut.
“Apa kamu pergi ke kuburan Surala hari ini?” Deril bertanya dengan wajah yang cemberut dan tatapan matanya begitu mengerikan pada Shima.
“Ya! Aku mengunjungi Nenek, aku baru tahu Nenek meninggal gak lama dari waktu aku pergi dari rumah, baru hari ini aku sempat ziarah!”
“Apa yang kamu lakukan pada Nisan Kak Gani? Kenapa kalian begitu membencinya? Punya salah apa kakakku sama keluargamu?”
Shima tidak mengerti apa yang dikatakan Deril hingga dia bertanya, “Memengnya ada apa? Aku gak melakukan apa-apa pada kuburan Kak Gani!”
“Ini yang kamu bilang gak melakukan apa-apa?” Deril berkata, sambil memperlihatkan sebuah foto batu nisan yang hancur di ponselnya.
Itu batu nisan Ganiarta yang dia lewati begitu saja, bagaimana bisa hancur?
“Kenapa bisa hancur begitu?”
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu sama kamu, Shima!” Suara Deril meninggi. Kehangatannya yang tadi ada mendadak pergi. Tangannya yang memegang ponsel itu mengepal seolah akan menghancurkannya.
Bukti foto itu bukan hanya satu, selain gambar batu nisan yang hancur, ada juga foto Shima memegang sebuah kapak besi. Deril hanya percaya pada fakta dan foto yang bisa dilihatnya sebagai bukti.
Shima tidak bisa mengelak walau, jelas semua itu fitnah yang ditujukan padanya.
“Tapi siapa yang membuat foto itu? Apa kamu gak kenal siapa yang mengirimnya? Deril! Itu fitnah, aku gak menghancurkan kuburan kakakmu!”
Shima lalu menjelaskan bahwa, dia hanya membantu seorang pria tua yang terjatuh saat pulang dari makam. Kapak batu yang di tanganinya adalah milik pria itu. Foto mengarah pada dirinya dari samping. Dia sedang mengambil kapak dari tanah. Padahal, setelah itu dia menyerahkan kembali pada pria yang terjatuh tadi.
Dia ingat betul percakapan yang terjadi antara dirinya dengan bapak tua itu. Dirinya sengaja membawa kapak karena akan merapikan pohon yang menghalangi pemandangan dan kabel listrik di pinggir jalan. Tidak ada kesepakatan, apalagi meminjam kapak untuk menghancurkan kuburan. Sama sekali tidak.
Posisinya seperti hendak mengayunkan kapak, pria itu berada di sebelahnya, kemungkinan tertutup oleh badannya. Shima heran, dalam foto itu tidak terlihat ada orang lain selain dirinya.
“Jadi, kamu bilang bukti itu palsu?” tanya Deril sambil membelakangi Shima, terlihat jelas kemarahan di wajahnya.
“Deril, ponselmu itu nomor pribadi, yang berbeda dengan nomor untuk bisnis, kamu pasti tahu siapa pengirimnya dan tanyakan kebenarannya!”
“Apa kamu pikir aku bodoh?”
“Terserah apa katamu! Yang jelas aku gak melakukan hal itu!”
Melihat Shima terus menyangkal, Deril semakin kesal, sebelum sempat gadis itu beranjak dari kursi, Deril sudah pergi.
Shima membereskan meja dan dapur setelah kepergian Deril. Melipat jas dan dasinya yang tertinggal dengan perasaan campur aduk. Berpikir bagaimana cara mengembalikannya nanti.
Air matanya menetes tanpa diminta dan jatuh di punggung tangannya. Kesedihan difitnah oleh orang yang pernah dicintainya tidak terkira.
Bagaimana Deril bisa percaya begitu saja?
Biar bagaimanapun juga, dia sudah hidup bersama Deril selama beberapa tahun. Tidak mudah melupakan kenangan yang terjadi di antara mereka begitu saja.
Namun, sejenak kemudian dia berpikir bahwa tidak perlu menangisi kejadian hari ini. Pengalaman difitnah, membuatnya bertekad untuk berubah dan mengambil titik balik.
Keadaan dirinya dan Deril memang sudah tidak bisa diperbaiki. Meskipun tidak ada Karina di antara mereka. Namun, masih ada yang bisa dilakukan selain masalah hubungannya dengan Deril.
Setelah membersihkan diri dan beribadah, Shima memejamkan matanya dan berbaring di atas tempat tidur. Dia memikirkan kejadian di pemakaman. Seperti ada orang yang dengan sengaja memfitnah dirinya agar menjadi musuh bagi Deril.
Orang yang ada di balik foto itu, dan bapak tua itu pasti berkomplot dan memiliki motif. Atau jangan-jangan mereka juga yang telah memfitnah ayahnya. Mereka sangat jahat, sampai-sampai membuat Deril menjadikan perusahaan ayahnya bangkrut.
Lalu, kejadian di rumah sakit yang membuat ayahnya operasi jantung, pasti ada orang lain juga yang menjadi menyebabkannya.
Itu mungkin rencana mereka, tapi Shima tidak akan tinggal diam sekarang. Dia harus membersihkan namanya sendiri dan juga ayahnya. Terlepas dari hubungannya dengan Deril, mengetahui kebenaran jauh lebih penting.
Shima memeriksa nomor kontak beberapa orang yang kira-kira bisa membantunya. Kalau bukan dirinya sendiri yang bertindak mencari tahu, maka nama baik ayahnya dan dirinya sendiri tetap buruk di mata orang.
Setelah memeriksa kontak cukup lama, Shima menemukan nama Om Harya. Pria itu teman ayahnya di masa muda dan dia seorang perwira polisi. Mungkin paman itu masih ingat dengan dirinya sebab mereka cukup akrab. Bahkan, Om Harya sering bertandang ke rumah dengan membawa anaknya.
Shima baru hendak menelepon saat jam menunjukkan angka sepuluh malam. Dia pun mengurungkan niatnya dan tidur. Dia harus sembuh dan semangat untuk hidup kalau mau menemukan dalang di balik semuanya.
Sebelum memejamkan mata, dia mengirim pesan pada Regan.
[Dokter Regan, kalau aku mau menjalani kemoterapi, apa aku harus melakukan pemeriksaan lagi? Kapan aku bisa melakukannya?]
Saat Regan membaca pesan Shima dan membalasnya, perempuan itu sudah tidur.
[Aku senang mendengar kamu mau kemoterapi, aku akan menjadwalkan untukmu beberapa hari lagi]
aku cuma bisa 1 bab sehari😭