Permainan anak kecil yang berujung menjadi malapetaka bagi semua murid kelas 12 Ips 4 SMA Negeri Bhina Bhakti.
Seiring laporan dari beberapa orang tua murid mengenai anaknya yang sudah berhari-hari tidak pulang ke rumah. Polisi dan tim forensik langsung bergegas untuk mencari tahu, tidak ada jejak sama sekali mengenai menghilangnya para murid kelas 12 yang berjumlah 32 siswa itu.
Hingga dua minggu setelah laporan menghilangnya mereka tersebar, tim investigasi mendapat clue mengenai menghilangnya para siswa itu.
"Sstt... jangan katakan tidak jika kamu ingin hidup, dan ikuti saja perintah Simon."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakefavo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Gobak Sodor
Semuanya kembali berkumpul di dalam kelas, bergulat dengan pikiran mereka masing-masing. Tidak tahan dengan keheningan tersebut, Rean bangkit dari tempat duduknya lalu menatap tajam kearah teman-temannya.
"Kita harus ngapain? ini udah mau sore, kita bakalan gini terus?"
Semuanya menatap Rean, tetapi tidak ada satu pun di antara mereka yang bersuara, semuanya masih merasa syok dan juga sedih dengan kematian Elias yang seperti itu, bahkan laki-laki itu masih dibiarkan di dalam mesin cuci karena mereka terlalu takut untuk memindahkannya.
"Siapa sih Simonnya, gue mau pulang!" rengek Alin sambil melemparkan gulungan kertas ke udara.
"Permainan ini gak akan berhenti sampai kehilangan banyak korban, akhirnya kita juga bakalan mati." kata Haikal pelan, hal itu memancing emosi Hannah.
"Lu gak usah ngomong kayak gitu, lu sama aja nge doa'in kita!" bentaknya.
"Udah stop, gak usah ribut lagi!" Kanin membuka suara sambil memukul meja yang ada di depannya.
Hannah mendengus dan segera menghampiri meja Kanin, dia mencengkram pergelangan tangan gadis itu dengan cukup kuat, matanya melotot kearah Kanin, tetapi Kanin melototinya balik. "Lu nungguin ajal lu sendiri? lu mau mati karena di eksekusi atau di bunuh sama Simon? lu wakil ketua kelas disini, kenapa lu gak mikirin caranya supaya kita bisa keluar dari sekolah? percuma aja jabatan lu di kelas sebagai wakil tapi lu gak bisa buat meraninnya!" teriaknya.
Telapak tangan Kanin menampar pipi Hannah, membuat gadis itu menoleh ke samping, Hannah mengumpat dan langsung menjambak rambut Kanin, dan terjadilah pertengkaran di antara mereka.
Michael dan beberapa siswi lainnya pun mencoba meleraikannya, tetapi Hannah malah mendorong Michael dengan cukup kuat membuat gadis itu terjatuh ke lantai, Denzzel segera mendekati sahabatnya itu dan membantunya untuk berdiri.
"Berhenti, anjing!" teriakan Axel menggema di seluruh ruangan, suara penggaris kayu yang berbenturan dengan papan tulis terdengar nyaring.
"Hannah, lu gak usah mancing emosi orang, bisa gak sehari aja lu diem?!" tanya Axel yang membuat Hannah semakin kesal, kini gadis itu berjalan mendekatinya.
"Ini lagi ketua kelas, tugas lu apaan? lu gak ada ide ataupun hal lain supaya kita bisa keluar dari permainan sialan ini? lu selalu diem waktu temen-temen kelas mati!"
"Berhenti!" teriak Denzzel yang membuat suasana kelas menjadi panas.
Vino yang sedang duduk di pojok kelas terlihat tersenyum tipis, menikmati perdebatan kecil ini. Kini Denzzel maju beberapa langkah mendekati Hannah, tatapannya tajam dan mengintimidasi, laki-laki itu pun mendorong pundak Hannah sehingga membuat gadis itu mundur beberapa langkah.
"Lu gak usah egois, kita semua disini juga takut, gak cuman lu doang. Kita pasti bakalan mikirin gimana caranya supaya kita bisa keluar dari sini, lu sebagai anggota kelas juga seharusnya ikut mikir bukan cuman nyuruh-nyuruh doang, mungkin lu ngeliat Kanin sama Axel diem aja, tapi mereka berdua selalu ada waktu kita semua lagi butuhin mereka."
Hannah terkekeh mengejek, ia membalas tatapan tajam laki-laki itu. "Lu kemana aja waktu kita lagi butuhin tenaga lu buat mindahin mayat temen-temen kita, hah?" tanya Denzzel lagi dengan suara yang tinggi, Michael pun menarik laki-laki itu dan membelai lembut punggungnya untuk menenangkannya.
"Disini gue jadi curiga sama lu," suara tersebut berasal dari Yasmin.
Hannah kemudian menatap Yasmin yang berdiri tidak jauh darinya, alisnya terangkat saat ia menunggu ucapan Yasmin selanjutnya.
"Kata perempuan itu salah satu di antara kita Simon, kan? gue... gue ngeliat Hannah nge dorong Livy di tangga kemarin, bahkan dia ninggalin Livy," kata Yasmin dengan gugup, untuk sesaat ia menatap Hannah sebelum akhirnya memutuskan untuk menunduk.
"Lu nuduh gue?"
"Guys, gak mungkin Hannah kayak gitu, lagipula dia, gue sama Livy temenan." sahut Natasha sambil menatap teman-temannya, mencoba mencari dukungan dari mereka.
"Temen juga bisa jadi musuh," gumam Naira sambil terkekeh pelan.
"Maksud lu apaan anjing?!" tanya Hannah.
"Gue cuman ngomong fakta." saat Hannah hendak menghampiri Naira, dengan cepat Kanin menghalangi jalannya, membuat gadis itu mengepalkan tangannya erat.
"Sekarang kalian curiga sama gue kalau gue Simonnya?" tanya Hannah lagi sambil menatap teman-temannya.
"Terus kenapa lu dorong Livy dan ninggalin dia?" tanya Yaksa.
"Itu... dia cuman salah liat, gue gak pernah ngedorong Livy. Masalah ninggalin dia, gue cuman pengen hidup, gue juga ngerasa bersalah banget sama dia karena udah ninggalin dia disana!"
"Tch, psikopat." gumam Rean sambil membuang muka, Hannah pun langsung menatapnya dengan tajam.
Suasana kembali hening saat mendengar suara mikrofon berbunyi, mereka pun terdiam dengan jantung yang berdebar kencang, tahu jika permainan konyol itu akan segera di mulai.
"Let's play a game called Simon says."
Hanni merasa takut, ia pun memeluk lengan Michael dengan erat, Michael yang merasakan ketakutan dari Hanni pun segera menenangkannya.
"Simon says, pergi ke lapangan dan bermain gobak sodor."
Gobak sodor adalah salah satu permainan tradisional yang berasal dari Yogyakarta, permainan ini merupakan permainan yang menghalangi lawan untuk mencapai garis akhir. Permainan di lakukan oleh dua tim, satu tim sebagai penghalang dan satu tim lainnya sebagai penyerang, gobak sodor di mainkan pada sebuah garis berbentuk bujur sangkar yang di tandai oleh kapur. Kini mereka semua sudah berada di lapangan voli, Denzzel telah selesai membuat garis menggunakan kapur, dia pun kembali berdiri di samping Michael.
Semuanya saling terdiam, mereka tahu dengan permainan ini karena mereka selalu memainkannya saat masih kecil, tapi dalam kondisi seperti ini mereka sangat tidak yakin untuk bermain.
"Kita harus hati-hati dan tetep waspada, kita gak tau nasib kita bakalan kayak gimana kalau kita ke tangkep sama penjaganya, kan?" kata Axel membuka suara sambil melirik teman-temannya.
"Udah gue duga pasti bakalan mati." seru Yahezkael sambil berdecak kesal.
Axel mengangguk, "Kita harus fokus sama diri kita sendiri, yang jadi lawan harus tetep waspada sampe kalian bisa sampe ke garis akhir, jangan sampe ke tangkep sama penjaga, ngerti?" tanyanya yang langsung di angguki oleh yang lain.
"Buat penjaga juga, jangan ragu-ragu buat nangkep kita. Gue gak mau kalian kenapa-napa cuman karena gak mau nangkep kita, jadi siapapun itu orangnya, tangkep." ucap Denzzel dengan serius, ia pun melirik Michael yang mengangguk.
Laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk membelai rambut Michael, mencoba meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan Denzzel bertekad kepada dirinya sendiri untuk selalu melindungi sahabat kecilnya itu, dia tidak akan membiarkan Michael terluka ataupun tereliminasi.
Chaiden maju selangkah, "Kita sebaiknya bagi dua tim buat tim penyerang. Sekarang kita tersisa dua puluh empat orang, udah fiks yang buat tim penjaga lima orang kan. untuk tim penyerang kita bagi dua tim, satu tim sembilan orang, dan yang satunya lagi sepuluh orang," usulnya.
"Gue setuju, biar gak pusing." kata Yahezkael sambil mengangguk setuju.
"Okay guys, come on!" teriak Yaksa penuh semangat, mereka pun mulai pergi ke posisinya masing-masing.
Untuk tim penjaga ada Yaksa, Yahezkael, Yasmin, Alin dan juga Mason. Sedangkan untuk tim penyerang di babak ke satu ada sepuluh orang. Terdiri diri Reygan, Chaiden, Denzzel, Hannah, Vino, Hanni, San, Jejen, Naira dan juga Shaerin, mereka bersiap-siap di garis awal untuk memasuki garis pertama yang di jaga oleh Mason.
Denzzel dan Reygan saling bekerja sama untuk mengalihkan perhatian Mason yang berjaga, mereka berdua saling memberi kode melalui tatapan mata mereka.
Beberapa menit kemudian Denzzel dan Reygan berhasil melewati garis yang di jaga oleh Mason, walaupun Denzzel hampir saja tersentuh oleh laki-laki itu. Semuanya bermain dengan jantung yang berdebar, berharap-harap agar semuanya tidak terkena sentuhan penjaga. Disisi lain, Yasmin yang sedang berusaha mencegah Hanni untuk melewati garisnya tidak sengaja keluar dari garis yang telah di buat, tak lama suara mikrofon yang berada di ruang siaran kembali terdengar.
"Yasmin akan di eksekusi," suara perempuan itu membuat semuanya terdiam, tatapan mereka semua tertuju kepada Yasmin dengan perasaan yang campur aduk, antara kasihan dan juga bersalah karena tidak bisa melindungi teman mereka sendiri, berbeda dengan Hannah yang terlihat menyeringai tipis.
"Gue... gue gak mau mati, tolong gue."
Yasmin menatap Hanni dan yang lainnya dengan ekspresi ketakutan, napas Hanni memburu saat melihat Yasmin yang tiba-tiba saja jatuh pingsan. Hanni mundur selangkah saat melihat Yasmin menjadi kejang-kejang, mata Yasmin memutih dan kini dia bangkit dan berdiri tegak dengan tatapan kosong.
"Yasmin..." bisik Kanin dengan mata yang berkaca-kaca.
Semua mata tertuju kepada gadis itu, Yasmin berjalan ke pinggir lapangan dan mengambil sapu ijuk. Beberapa detik kemudian, Yasmin memotong pegangan sapu itu menggunakan kakinya hingga terbelah menjadi dua. Yasmin memegang salah satu pegangan sapu ijuk yang memiliki ujung yang tajam, dengan tatapan kosong dan wajah yang pucat, Yasmin menusukan ujung sapu yang tajam itu ke perutnya beberapa kali sehingga dia muntah darah. Tidak hanya sampai di situ saja, Yasmin menusuk tenggorokannya hingga ujung sapu itu menembusnya.
Alin yang melihatnya langsung berteriak, seluruh tubuhnya lemas dan gemetar saat melihat Yasmin sudah tidak sadarkan diri dengan bersimbah darah.
"AYO LANJUT!" teriak Axel mencoba menyadarkan kembali fokus teman-temannya yang sedang bermain.
Denzzel pun merasa merinding saat melihat itu semua tepat di depan matanya langsung. "Buat penjaga juga hati-hati, jangan sampe keluar garis!" teriaknya.
Mereka kembali tersadar dan mencoba untuk fokus kembali dalam permainannya, walaupun pikiran mereka selalu tertuju kepada Yasmin.
Reygan, Hanni, Denzzel, San, Shaerin, Hannah, Vino, Chaiden, Naira dan juga Jejen akhirnya berhasil melewati para penjaga dan sampai di garis akhir. Naira dan Shaerin langsung berpelukan sedangkan keenam laki-laki itu bersorak senang, merasa beban di pundak mereka seolah-olah hilang. Kini kelompok dua mulai bersiap-siap, Denzzel memperhatikan Michael yang sudah terlihat siap dan berharap lebih kepada gadis itu.
Di babak kedua yang terdiri dari Michael, Rean, Kanin, Axel, Haikal, Natasha, Nijan, Alifa dan juga Risha dengan mudahnya berhasil melewati garis pertama yang di jaga oleh Mason.
"Awas!" teriak Axel yang menyadarkan Kanin, dengan cepat gadis itu menjauhkan diri dari Yaksa yang hampir saja menyentuhnya.
Disisi lain, Rean sesekali melirik kearah Michael yang sudah melewati kedua penjaga bersamanya, laki-laki itu tetap waspada dengan nafas yang terengah-engah.
"Kita kerja sama buat ngalihin perhatian Kael," kata Rean yang langsung di angguki oleh Michael.
"Gue ngalihin perhatian dia dan lu harus cepet-cepet lari ngelewatin garis, okay?" tanya Rean yang langsung di angguki oleh Michael lagi, mereka berdua pun langsung bersiap-siap.
Yahezkael yang berada di depan mereka berdua menyeringai, dia begitu fokus mengawasi Michael dan juga Rean, seolah-olah tidak ingin mereka melewatinya begitu saja.
"Ayo gunain otak lu sekarang, Rean." ejek Yahezkael sambil terus berwaspada, tidak ingin kehilangan keduanya.
Rean kini maju beberapa langkah mendekati Yahezkael dan di saat laki-laki itu ingin menyentuhnya, dengan cepat Rean mundur kembali. Kesempatan itu di ambil oleh Michael untuk melewatinya dan disaat Yahezkael berlari untuk mendekati Michael yang berhasil lolos darinya, Rean pun dengan mudahnya melewati garis yang di jaga oleh temannya itu, membuat Yahezkael mengerang.
"Sialan, oke kalian aman." teriak Yahezkael sambil terkekeh geli, ia kembali fokus untuk menghalangi jalan Axel.
Denzzel yang melihatnya langsung bernapas lega, dalam hatinya dia terus mendoakan keselamatan sahabat kecilnya itu.
Beberapa menit kemudian, permainan selesai. Mereka semua langsung duduk di lapangan, ada beberapa dari mereka yang tertidur telentang.
"Gila, biasanya permainan bikin orang seneng, lah ini... malah bikin jantungan sama bikin kita hampir mati." kata Reygan dengan nafas yang terengah-engah.
"Kita lolos, gak ada yang di eksekusi lagi setidaknya..." sahut Yaksa yang masih berusaha mengatur nafasnya.
"Mama..." Alin menangis, tetapi kali ini menangis bahagia karena bisa lolos dan selamat dari permainan ini.
"Kerja yang bagus buat kalian semua, gue bangga sama kalian, sekarang kita pindahin jasad Yasmin ke ruang biologi." kata Axel sambil tersenyum tipis.
Lantas semua mata tertuju kepada jasad Yasmin, mereka pun menghela nafas.
"Biar lebih cepet, gue ambil jempana dulu ke UKS." kata Michael sambil bangkit dari duduknya.
Axel menatapnya dan mengangguk pelan, Denzzel pun ikut bangkit. "Biar gue temenin," katanya sambil berjalan menghampiri Michael.
"Gue ikut," kini semua tatapan tertuju kepada Rean, Reygan yang melihatnya lantas mengerutkan kening.
"Sekalian ke kantin." lanjut Rean setelah beberapa saat terdiam.