Amira Khairinisa, tiba-tiba harus menerima kenyataan dan harus menerima dirinya menjadi seorang istri dari pria yang bernama Fajar Rudianto, seorang ketos tampan,dingin dan juga berkharisma di sekolahnya.
Dia terpaksa menerima pernikahan itu karena sebuah perjodohan setelah dirinya sudah kehilangan seseorang yang sangat berharga di dunia ini, yaitu ibunya.
Ditambah dia harus menikah dan harus menjadi seorang istri di usianya yang masih muda dan juga masih berstatus sebagai seorang pelajar SMA, di SMA NEGERI INDEPENDEN BANDUNG SCHOOL.
Bagaimanakah nantinya kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dan bagaimanapun keseruan kisah manis di antara mereka, mari baca keseluruhan di novel ini....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon satria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26.
Sebelum mereka melanjutkan kembali perjalanan mereka ke sekolah yang kini jaraknya sudah dekat, Fajar kembali bertanya kepada Amira.
" Masih ada hal lain dari saya yang membuat kamu masih penasaran?" tanya Fajar kembali, untuk memastikan bahwa seluruh rasa penasaran Amira sudah dia jawab semuanya.
Amira pun langsung menggeleng pelan.
" Tidak, sudah cukup." jawab Amira lirih dan juga tenang.
Dan akhirnya jawaban itu menjadi akhir dari perbincangan mereka, dan merekapun melanjutkan perjalanannya menuju ke sekolah.
Sama seperti biasanya, mereka hanya bersama sampai halte bus, tidak melewati gerbang sekolah, karena Amira yang meminta Fajar untuk dia turunkan dari jarak yang cukup tidak jauh dari sekolahan.
Hingga sisanya, Amira melanjutkan perjalanan nya dengan jalan kaki.
Fajar pun mengijinkan hal itu, karena Amira tidak berjalan dalam jarak yang tidak jauh, hanya beberapa ratus meter saja dari sekolahan.
...🖤🖤🖤🖤🖤...
Pulang sekolah, kali ini Fajar Amira dan yang lainya pun sudah berada di ruang Osis, karena hari ini mereka sedang mengadakan rapat, tetapi untuk anggota inti saja, yang dimana di dalamnya dihadiri oleh ketua, wakil ketua, sekretaris umum berserta bendahara umum.
" Rapat tahunan OSIS akan diselenggarakan minggu depan, dan yang jadi tuan rumahnya kali ini sekolah kita, Bandung Independent School." ucap Fajar dengan jelas dan juga tegas.
Benar!, kali ini yang berbicara adalah Fajar-ketua Osis di sekolah itu.
" Saya minta sama kalian, supaya mempersiapkan nya dengan baik." ucap Fajar kembali, dengan tegas tetap dengan pembawaannya yang kalem serta dingin.
" Siap, kak ketos! kami siap laksanakan!" ucap Davin yang langsung mengangkat salah satu tangan membentuk sebuah hormat, seperti hormat yang selalu dilakukan di acara upacara.
" Buat surat perizinan dan besok harus sudah selesai." pinta Fajar, yang kini beralih melirik ke arah Amira, selaku sekretaris umum di sekolah itu.
" Besok, yang bener aja, Jar, kasian Amira." ucap protes seseorang yang bukan Amira melainkan Irma.
Padahal yang mendapatkan tugas itu adalah Amira sendiri, tetapi Irma-lah yang menjadi keberatan disini.
Irma yang selaku menjadi bendahara umum itu, memang memiliki sikap yang terlalu terang-terangan seperti itu jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan jalan pikirannya.
Kecuali ketika mereka sedang melakukan dengan adanya anggota Osis lainnya, maka Irma akan bijak seketika.
Contohnya seperti ini, dia akan mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan cara yang tenang dan berwibawa.
Namun berbeda jika di luar apalagi bersama temannya plus orang yang dia tidak sukai, maka kepribadian dia akan berubah menjadi macan betina yang sangat bar-bar.
" Gak bisa lo undur deadline nya? besok juga kita akan banyak tugas sekolah, kan?, Amira juga pastinya akan mengerjakan tugas itu." ucap Irma kembali melayangkan kalimat protes, disertai dengan alasannya untuk meringankan tugas yang diberikan oleh Fajar kepada Amira.
" Ga papa, Irma, udah biasa kok." ujar Amira, sambil tertawa pelan.
Dan tawaan itu tidak ada satu orang pun yang menyadarinya, hanya Fajar saja yang bisa melihatnya sampai-sampai dia diam-diam tersenyum simpul begitu dia mendengar tawaan Amira yang terdengar begitu pelan.
" Oke deh kalau kamu sanggup, tapi jangan dipaksain, kalau emang kamu bener-bener gak sanggup biar aku yang tanggung jawab kalau nantinya pak ketu ini marah sama kamu." ucap Irma, sambil melirik sekilas ke arah Fajar, kemudian dengan cepat dia mengubah kembali pandangannya kepada Amira.
" Berani banget lo, nantangin pak ketos." ungkap Rangga, sambil menggelengkan kepalanya beberapa kali ke samping kanan dan juga kiri.
" Gue gak bermaksud nantangin, gu cuman kasian sama Amira." jawab Irma.
Sedangkan Amira dia hanya menggeleng pelan kepalanya, dia senang dengan perhatian yang diberikan Irma kepada dirinya, tetapi menurutnya, Irma ini terlalu berlebihan, dan tentu saja dia tidak akan membiarkan hal itu terus terjadi.
" Sudah, Irma, gak papa ini memang sudah menjadi tugas aku sebagai sekretaris, lagi pula, aku sama sekali tidak merasa terbebani dengan hal ini, karena ini memang sudah menjadi tanggung jawab aku." jawab Amira menjelaskan.
Dia tidak ingin jika Irma terus-terusan berpikiran tidak baik tentang ketua mereka dan berpikir bahwa ketua mereka itu sudah memberikan tugas seenaknya.
Mendengar perkataan dari Amira, Irma hanya bisa mengangguk, dia langsung tidak lagi melakukan protesan, karena dia menyadari bahwa yang dikatai Amira ada benarnya juga.
" Ketua kita pasti gak akan ngasih tugas kepada kita secara berlebihan apalagi di luar kemampuan kita." sambung Amira kembali, sambil melirik sekilas ke arah Fajar lewat sudut matanya.
Fajar pun langsung kembali menarik kedua sudut bibirnya, tanpa dia sadari, bahwa hal itu terjadi secara alami.
Dan untung saja senyuman nya itu begitu tipis, sehingga tidak ada satu pun dari mereka yang mengetahuinya.
" Kamu bener sih, pak ketos kita adalah orang yang selalu bijak." ucap Irma mengakui hal itu.
Dia juga bersyukur karena sudah memiliki ketua yang bijak, bukan ketua yang tidak tau diri yang selalu merintah seenaknya yang cuma pengen tau hasilnya saja, tanpa dia bekerja.
" Jadi sudah, ya, jangan memperdebatkan hal ini lagi." ucap Amira dan langsung mendapati anggukan dari Irma.
Amira berkata seperti itu, karena dia yakin jika suaminya itu sudah mempertimbangkan setiap tugas yang Fajar selalu berikan kepada setiap anggotanya.
" Oke, untuk rapat kali ini, kita cukupkan sampai disini." ucap Fajar.
Yang langsung mengakhiri rapat tertutup yang sudah mereka laksanakan 1 jam lamanya itu.
" Jar, lo nanti mau langsung balik, atau mau langsung ke rumah sakit?" tanya Rangga kepada Fajar.
" Balik, nanti malam gue baru kesana." jawab Fajar, sambil merapihkan lembaran dokumen yang baru saja mereka buat untuk beberapa acara yang nanti akan mereka adakan di sekolah mereka.
" Oke, kalau gitu, gue duluan kesana." ucap Rangga, sambil meraih tas sekolah yang sejak tadi dia letakkan di kursi.
Dan tanpa di sadari, pembicaraan mereka tadi sudah di dengar oleh Amira dan Irma, karena mereka masih berada di ruangan yang sama.
Namun Irma, tidak menyadari tentang apa yang mereka bicarakan itu, karena dia tidak peduli dengan urusan mereka.
Berbeda dengan Amira yang tanpa sengaja dia harus mendengar pembicaraan antar suaminya itu dengan temannya.
' Rumah sakit?, hm, apakah ada temennya yang sedang sakit?' batin Amira.
Dia sedang mengingat kembali kata yang Fajar ucapkan tadi pagi waktu di dalam mobil, bahwa Fajar memiliki teman lain yang berbeda sekolah dengan mereka.
" Aku anterin sampai halte bis lagi, ya?" tawar Irma kepada Amira.
Hal itupun lantas langsung menyadarkan Amira dari pikirannya.
" Nanggung banget, lo, cuman nganterin sampe halte depan, anterin sampe depan rumah, lah." sahut Rangga, tiba-tiba.
" Berisik!, kalau gue nawarin kayak gitu, udah pasti ajakan gue langsung di tolak." pungkas Irma, jauh dari kata tenang kala dia sudah berbicara dengan Rangga.
Jika dia sudah dihadapan Rangga, kepribadian dia langsung berubah yang awalnya jinak langsung berubah menjadi bringas.
Sementara Rangga, dia langsung tertawa kencang, karena dia selalu suka menjahili partner ributnya itu.
" Kalau gitu mending gue aja yang anterin Amira, daripada Amira di anterin sama manusia jadi-jadian kayak dia." ucap Rangga, sambil menunjuk ke arah Irma menggunakan sorot matanya.
Namun sepasang mata tajam langsung tertuju kepada Rangga, begitu David berani mengatakan hal itu.
Pemilik sepasang mata tajam itu tidak lain adalah Fajar sendiri.
Ya, kalimat yang Rangga ucapkan kepada Amira, berhasil menarik perhatian dari Fajar.
Hanya perhatian saja dan lirikan tajam yang dia berikan kepada Rangga, walaupun Rangga tidak melihat tatapan tajam dari Fajar itu.
Setelah beberapa menit mereka berbincang-bincang, Irma pun langsung mengajak Amira untuk segera pergi ke halte bus.
" Ayo, Amira, kita pulang." ajak Irma.
Dan Amira pun langsung mengangguk setuju.
" Paketu, kita pulang duluan."
Irma langsung berpamitan kepada Fajar dan sengaja tidak berpamitan kepada Rangga, padahal David masih berada di dekatnya.
" Gue yang harus keluar duluan, Jar, Mir, gue pulang duluan, Assalamu'alaikum." pamit Rangga kepada Fajar dan juga Amira.
Dia pun langsung keluar dari ruangan itu dengan cepat, karena dia tidak ingin didahului oleh Irma, jadi dia harus menjadi orang yang pertama, begitulah misinya!.
" Tunggu saya di halte bis." bisik Fajar, begitu Amira lewat tepat di sampingnya.
Amira pun langsung mengangguk samar, kemudian kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Fajar yang masih tersisa sendiri di ruangan rapat itu.
TO BE CONTINUE.