🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Mampir
"Besok, besok, biar aku saja deh yang menentukan tempat makan kita," Ren berkata sambil bersungut-sungut, kedua tangannya ia gunakan untuk menyetir. "Kalau kamu yang pilih malah nggak jadi kencan,"
Daliya tertawa. "Salah kamu sendiri asal minum aja nggak pakai nanya. Tapi, bebeknya enak kan? Kamu aja sampai minta nambah," ujarnya masih sambil tertawa.
"Ya untung aja enak," Ren masih merasa dongkol perkara air cuci tangan yang ia minum tadi. "Tapi besok-besok kalau mau makan di sana lagi jangan makan di tempat deh, dibawa pulang aja. Soalnya suasananya itu agak..." Ren mencoba memilih kalimat yang paling sesuai dan tidak kedengaran menyinggung. "...nggak nyaman,"
"Aku sengaja mengajak kamu makan di sana buat cari pengalaman," Daliya mengalihkan pandangannya ke jalan raya. "Supaya kamu tahu kalau tempat makan enak itu nggak cuma ada di restoran mahal,"
"Iya sih, tapi coba deh kamu lihat bajuku sekarang," Ren menunjuk kemejanya yang terkena noda sambal. "Kalau tahu kita bakal makan di sana harusnya aku pakai kaos aja tadi,"
"Iya, iya, maaf ya...," Daliya menyentuh noda pada kemeja Ren. "Ini sih masih bisa dihilangin kok nodanya. Nanti aku bawa pulang aja ya biar dicuci,"
Ren menoleh sekilas ke arah Daliya sambil tersenyum merencanakan sesuatu. "Hmm, aku nggak bawa baju ganti, gimana dong?"
"Ya udah, kamu kan naik mobil, nggak bakal kelihatan juga kalau nggak pakai baju," jawab Daliya enteng.
"Ya mana bisa begitu!" Ren memprotes. "Meskipun di jalan nggak kelihatan orang, gimana nanti aku masuk ke apartemennya? Bisa-bisa aku dikira orang gila sama security,"
"Iya juga sih...," Daliya meringis geli membayangkan Ren berjalan masuk ke gedung apartemen tanpa menggunakan baju. "Terus, gimana dong?"
"Kamu mampir aja dulu ke apartemen ku, cuci bajuku di sana," jawab Ren mulai melayangkan akal bulusnya.
"Hah? Ke apartemen kamu? Malam-malam begini?" Daliya menatap lelaki di sebelahnya dengan curiga. "Nggak ah, makasih,"
"Yah...," Ren terdiam sejenak seperti memikirkan sesuatu. "Hmmm..., Setelah kupikir-pikir lagi, kemeja ini harganya 150 juta," Imbuhnya dengan nada khawatir.
Daliya terbelalak. "Masa sih kemeja kaya gini harganya sampai ratusan juta?!"
Ren mengendikkan bahu, kemudian melanjutkan ucapannya. "Mama kasih kemeja ini sebagai hadiah ulang tahun ku. Kata Mama, aku harus menjaga kemeja ini dengan baik. Soalnya, Mama pesan kemeja ini langsung ke penjahit terbaik yang ada di Paris, jadi—"
"Oke, Oke, Oke!" Daliya menghela napas panjang. "Aku udah ngerti, cukup informasinya,"
Daliya kembali melirik Ren dan akhirnya berkata dengan terpaksa. "Ya udah deh, kita mampir di apartemen kamu dulu. Tapi—!" Daliya mengacungkan jari telunjuknya di depan Ren saat melihat lelaki itu tersenyum lebar. "Jangan macam-macam! Atau kamu aku setrum pakai ini," Daliya mengeluarkan stun gun dari dalam tasnya.
"Astaga sayang, cewek mana yang kencan bawa-bawa stun gun? Kan ada aku yang akan melindungi kamu," Ren menatap alat perlindungan diri yang diacungkan Daliya dengan ngeri.
"Justru aku bawa ini untuk melindungi diri aku dari kamu!" sahut Daliya galak. "Awas ya kalau sampai kamu melakukan yang nggak-nggak,"
"Nggak bakalan, aku paling cuma melakukan sesuatu yang iya-iya aja,"
"Ren!" Daliya melotot, Ren langsung mengacungkan kedua jarinya membentuk tanda peace.
...----------------...
Daliya mengikuti langkah Ren memasuki gedung apartemen dengan ragu. Tangan kanannya sudah siap siaga membawa stun gun yang ia sembunyikan di balik tasnya. Jaga-jaga kalau sampai di dalam apartemen Ren akan khilaf dan 'menyerangnya'.
Ren tersenyum menyapa security yang terlihat mengantuk. Saat melihat kedatangan Ren, lelaki paruh baya itu langsung berdiri dan memberi hormat. Sementara Daliya mendekat dan berbisik pada sang security.
"Pak, kalau dalam dua jam ke depan saya belum keluar dari sini, tolong gedor pintunya ya," ujarnya dengan suara lirih, tapi masih bisa didengar oleh Ren.
"Astaga beb, kamu segitu curiganya sama aku?" Ren ternganga.
"Buat jaga-jaga aja siapa tahu kamu khilaf," ujar Daliya sambil berjalan mendahului Ren dan mengacungkan stun gun. Ren mengikutinya sambil bergidik ngeri.
Sampai di depan apartemen, Ren segera menekan kombinasi angka untuk membuka kunci pintu. Daliya berdiri di belakangnya masih sambil menatap waspada, membuat Ren terkekeh.
"Udah dong curiganya beb, yuk masuk," ajaknya sambil mempersilahkan Daliya masuk duluan.
Meski awalnya ragu, Daliya masuk juga ke dalam apartemen itu. Ini berarti kali kedua dirinya datang ke tempat tinggal Ren. Meski begitu, Daliya masih tetap takjub dengan interior mewahnya yang menyilaukan mata.
Sedang asyik-asyiknya melihat kemewahan di tempat itu, Daliya dibuat terkejut karena Ren tanpa basa-basi langsung melepaskan kemejanya. Daliya sontak menutup matanya dengan kedua tangan.
"Astaga, Ren! Kamu ngapain sih?"
Ren terkekeh melihat reaksi Daliya yang terlihat lucu di matanya. "Katanya kamu mau cuci bajuku, ya aku lepas lah sayang," Ren mengulurkan tangannya menyerahkan kemeja itu pada Daliya. "Nih,"
Daliya menerima kemeja itu sambil bersungut-sungut. Tapi gerakannya langsung terhenti saat matanya menangkap perut kotak-kotak Ren yang terekspos. Daliya menelan ludah, baru kali ini ia melihat bentuk roti sobek secara langsung di depan matanya sendiri. Bentuknya begitu indah, begitu pas berada di tubuh lelaki itu. Rasanya tangan Daliya ingin berada di sana untuk menyentuhnya.
Berapa lama Ren berolahraga untuk mendapatkan bentuk yang seperti itu ya? Kalau disentuh, bakalan terasa keras apa lembek ya?
"Daliya?" Untungnya, Ren segera membawa jiwa Daliya kembali ke dunia nyata. Kalau tidak, bisa-bisa bukan dirinya yang berada dalam bahaya, tapi Ren. Bagaimanapun juga, Daliya adalah wanita biasa yang bisa terpesona dengan tubuh kekar pria.
"Ehem!" Daliya membalikkan badan, mencoba mengembalikan kewarasannya yang sempat hilang. "Kalau gitu, biar aku cuci bajunya. Kamar mandinya di sana kan?"
"Iya, sabun sama mesin cucinya juga ada di sana," sahut Ren.
"Oke," Daliya menjawab masih tanpa menoleh ke belakang. Ia berjalan tegap menuju arah kamar mandi sambil di dalam hati sibuk merapal.
Jangan noleh, jangan noleh, jangan noleh.
Sayangnya, anggota tubuh Daliya memang punya bakat menjadi pengkhianat. Pasalnya, sebelum Daliya menutup pintu kamar mandi, matanya sempat melirik ke arah Ren, dan kali ini terlihat lelaki itu mulai menurunkan celana yang ia pakai.
Da*mn! Umpat Daliya di dalam hati.
tulisannya juga rapi dan enak dibaca..
semangat terus dlm berkarya, ya! 😘
ujian menjelang pernikahan itu..
jadi, gausah geer ya anda, Pak Direktur..
tanpa gula tambahan, tanpa pemanis buatan..
daftar di aplikasi dating online nyari anggota ✔️