"Buang obat penenang itu! Mulai sekarang, aku yang akan menenangkan hatimu."
.
Semua tuntutan kedua orang tua Aira membuatnya hampir depresi. Bahkan Aira sampai kabur dari perjodohan yang diatur orang tuanya dengan seorang pria beristri. Dia justru bertemu anak motor dan menjadikannya pacar pura-pura.
Tak disangka pria yang dia kira bad boy itu adalah CEO di perusahaan yang baru saja menerimanya sebagai sekretaris.
Namun, Aira tetap menyembunyikan status Antares yang seorang CEO pada kedua orang tuanya agar orang tuanya tidak memanfaatkan kekayaan Antares.
Apakah akhirnya mereka saling mencintai dan Antares bisa melepas Aira dari ketergantungan obat penenang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
"Kak Aira."
Aira menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya dari pintu. Senyumnya merekah saat melihat Eva, salah satu staf perusahaan, menghampirinya. “Ada apa?” tanyanya sambil melambaikan tangan, mengisyaratkan Eva untuk masuk.
“Kak Aira mau makan di kantin?” tanya Eva.
Aira mengangkat kotak bekal di tangannya. "Aku bawa bekal, nih."
Eva tersenyum dan memperlihatkan kotak bekalnya sendiri. "Sama, aku juga. Ayo kita makan bareng!"
Dengan senang hati, Aira mengambil bekalnya dan berjalan keluar bersama Eva. Di dalam lift, dia menoleh pada Eva. "Kamu sudah berapa lama kerja di sini, Eva?"
"Sudah setahun. Begitu lulus kuliah, aku langsung kerja di sini. Aku dengar Kak Aira sempat kerja di Jepang selama lima tahun. Pasti banyak pengalaman seru, ya?"
Aira hanya tersenyum, sedikit malu. Kehangatan staf di perusahaan itu membuatnya nyaman. "Iya, lumayan banyak," jawabnya singkat, tak ingin terlalu membanggakan diri.
Setibanya di lantai dasar, mereka berjalan menuju kantin. Di sepanjang jalan, beberapa staf lain menyapa Aira, menunjukkan keramahan yang membuatnya semakin merasa diterima.
"Semua orang di sini baik dan ramah, ya. Aku suka suasana seperti ini," ucap Aira sambil tersenyum pada Eva.
Eva menganggukkan kepalanya. "Iya, kami semua memang kompak di sini. Tapi yang dingin itu hanya Pak Ares," katanya sambil tertawa kecil.
Aira tertawa mendengar candaan Eva. Setelah membeli minuman dingin, mereka memilih duduk di salah satu meja kantin yang sepi, menikmati obrolan santai sambil menyantap bekal masing-masing.
"Ngomong-ngomong, Kak Aira sudah menikah?" tanya Eva tiba-tiba.
Aira menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. "Pacar saja tidak punya," jawabnya ringan, kemudian menyeruput minumannya. Obrolan mereka berlanjut, penuh canda tawa, di tengah suasana kantin yang mulai ramai.
...***...
Antares menutup laptopnya lalu meregangkan otot punggungnya. Dia melihat Aira dari jendela kecil yang ada di dekat pintu ruangannya tapi meja itu kosong.
"Apa Aira ke kantin?" gumam Antares. Dia berdiri dan keluar dari ruangannya tepat saat Riko datang.
"Bos mau makan apa?" tanya Riko.
Tapi Antares tak menjawabnya. Dia terdiam sambil menatap meja Aira yang kosong. Padahal dia berencana mengajaknya makan siang bersama tapi Aira justru telah pergi terlebih dahulu tanpa sepengetahuannya.
"Aira ke kantin sama Eva," kata Riko seolah mengerti apa yang ditanyakan Antares dalam hatinya.
"Pesankan makanan di kantin saja seperti biasanya tapi aku makan di sana," kata Antares sambil berjalan menuju lift.
Riko berjalan di belakang Antares sambil menahan tawanya. Dia tidak menyangka Antares bisa seugal-ugalan itu pada Aira. Mereka berdua turun ke lantai dasar lalu berjalan menuju kantin.
Setelah sampai di kantin, seluruh karyawan yang sedang makan di tempat itu menatap kedatangan Antares. Seketika mereka terdiam melihat hal yang tak biasa itu.
Antares melihat Aira yang sedang tertawa bersama Eva. Dia berjalan mendekat dan duduk di sebelahnya.
Mencium aroma yang dia kenal, Aira menoleh ke sisi kanannya. Makanan yang belum selesai dia kunyah seperti masuk begitu saja ke dalam tenggorokannya dan membuatnya hampir tersedak. "Uhuk!"
Dengan cepat Antares mengambil air mineral dan memberikannya pada Aira setelah dia buka penutupnya.
Aira mengambil botol minuman yang telah dibuka itu lalu meneguknya hingga batuknya mereda.
Eva merasa tidak enak duduk di hadapan mereka. Dia mengangkat bekalnya dan berpindah.
"Eva, mau kemana? Kita belum selesai bercerita." Aira akan berdiri tapi satu tangannya ditahan Antares.
Semua orang yang berada di kantin itu menatap mereka terkejut saat tangan Antares menahan tangan Aira.
Akhirnya Aira urung mengikuti Eva. Dia melanjutkan makannya meskipun sekarang naf su makannya telah hilang gara-gara kemunculan Antares.
Riko meletakkan senampan makanan di depan Antares. "Pak Ares tumben sekali makan di sini? Buat heboh mereka semua saja," kata Riko sambil duduk di depan mereka berdua.
"Tidak apa-apa. Ingin tahu suasana kantin saja," jawab Antares santai.
Aira menutup bekalnya dan tersenyum menatap Antares. "Saya permisi dulu karena sudah kenyang."
Lagi, Antares menahan Aira yang akan pergi. "Tidak suka dengan bekal kamu? Sepertinya dari pagi kamu belum makan. Lihat wajah kamu sampai pucat. Kamu bekerja di sini, jadi kamu menjadi tanggung jawabku."
Riko semakin tertawa mendengar perkataan bosnya. "Gawat! Es kutub mulai mencair."
Antares menatap Riki dengan tajam lalu menyuruhnya memesan makanan lagi karena senampan makanan itu kini dia geser di depan Aira. "Kamu makan karena sebentar lagi ada meeting dan kamu harus fokus mencatat hasil meeting."
Aira hanya mencibir tanpa menjawab, daripada dia terus membuat keributan yang memancing perhatian lainnya, Aira segera memakannya.
Beberapa saat kemudian Riko kembali meletakkan nampan makanan itu di depan Antares kemudian dia pergi karena tidak ingin lagi mengganggu bosnya.
Aira menghabiskan makanan itu dengan cepat karena rasanya memang enak.
"Sepertinya makanannya cocok di lidah kamu. Besok kamu makan bersamaku lagi," kata Antares.
"Maaf Pak Ares, saya memang sekretaris Anda tapi saya juga ingin berteman dengan staf lainnya."
"Ya, silakan. Kamu mengobrol saja," kata Antares dengan santai sambil menikmati makan siangnya. "Ingat, kita masih pacar pura-pura," bisik Antares tiba-tiba.
Aira menjauhkan dirinya. Dia tidak ingin ada gosip di kantor. "Maaf, tapi di kantor tidak seperti itu."
Antares hanya tersenyum. Dia segera menghabiskan makanannya. "Gimana Bintang? Dia tidak rewel kan?"
Pertanyaan itu membuat staf lain yang duduk di dekat mereka memasang telinga agar bisa mendengar obrolan mereka.
"Tidak. Dia anteng sama mainannya."
"Kamu jaga baik-baik."
"Sudah pasti. Pak Ares tenang saja, Bintang tidak akan kekurangan kasih sayang."
"Iya, baguslah, sebagai Mama yang baik memang harus seperti itu."
"Mama?" kata mereka secara bersamaan.
Antares hanya tersenyum lalu meninggalkan Aira dengan kesalahpahaman mereka semua.
"Kamu sudah punya anak sama Pak Ares?"
Aira menggelengkan kepalanya. "Bukan, maksudnya kucingku. Jangan didengar omongan Pak Ares yang suka ngelantur itu." Kemudian Aira berdiri dan berjalan cepat menyusul Antares.
"Pak Ares terus aja berbuat ulah," gerutu Aira. Dia menyusul langkah cepat Antares tapi saat sudah sangat dekat dengan Antares, heels sepatunya patah hingga membuatnya terjatuh ke punggung Antares.
Antares terkejut, dia memutar tubuhnya lalu menahan tubuh Aira. "Ada apa?"
Aira membungkukkan badannya dan melihat sepatunya yang rusak. "Udah lama tidak aku pakai ternyata lemnya sudah tidak kuat."
Antares berjongkok dan melepas sepatu Aira. "Kaki kamu sakit?"
"Tidak." Aira akan berjalan tapi tiba-tiba Antares menggendongnya dan membawanya menuju lift.
"Pak Ares!"
akhirnya ngaku juga ya Riko...
😆😆😆😆
u.....